x

Hanifan Yudani, Chris John, dan Cerita Kesejahteraan Atlet Bela Diri Indonesia

Senin, 7 Oktober 2019 16:54 WIB
Penulis: Petrus Tomy Wijanarko | Editor: Ivan Reinhard Manurung
Hanifan Yudani, Chris John, dan Cerita Kesejahteraan Atlet Bela Diri Indonesia.

FOOTBALL265.COM - Menjadi seorang atlet pencak silat, tinju, atau panjat tebing di Indonesia, tentu harus siap dengan resiko jarang mendapatkan sorotan publik. Maklum saja, masyarakat Tanah Air sudah terlanjur lebih dulu menggilai sepak bola dan bulutangkis.

Meski demikian, bukan berarti cabang olahraga yang kurang populer tak bisa memberikan prestasi membanggakan. Contohnya bisa terlihat jelas pada gelaran Asian Games 2018 lalu, cabor pencak silat menjadi penyumbang emas terbanyak untuk kontingen Indonesia dengan total delapan medali.

Salah satu atlet pencak silat yang beken kisahnya ialah Hanifan Yudani. Usai menyumbangkan emas, Hanifan dipeluk oleh dua tokoh besar sekaligus, Presiden Indonesia, Joko Widodo, dan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pencak 
Silat Indonesia, Prabowo Subianto.

Bukti nyata lain tertera pada cabang olahraga tinju. Beberapa tahun lalu, Indonesia punya seorang atlet tinju membanggakan bernama Chris John.

Baca Juga

Prestasi mentereng Chris John ditorehkannya di kelas WBA Featherweight. Ia meraih gelar juara dunia pada nomor tersebut, dan mempertahankannya selama kurang lebih sembilan tahun.

Kisah Hanifan dan Chris John tadi jelas begitu manis, cabang olahraganya jarang terekspos tapi tetap bisa mengharumkan nama Indonesia. 

Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan tingkat kesejahteraan mereka? Apakah menggeluti cabang olahraga yang kurang populer dikatakan layak untuk menjadi pegangan hidup?

Cerita Atlet Pencak Silat

Hanifan mendapatkan berkah melimpah usai meraih medali emas di Asian Games 2018. Sesuai janji pemerintah, Hanifan serta para atlet peraih medali emas lainnya diganjar bonus uang sebesar Rp1,5 miliar.

Bonus pemerintah tak hanya berhenti sampai di situ. Hanifan dan kawan-kawan yang meraih medali pada Asian Games 2018, mendapatkan bonus tambahan dengan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Segala bonus dari pemerintah, dianggap Hanifan lebih dari cukup untuk menunjang kehidupannya. Terlebih diangkat sebagai PNS akan membuat masa depan Hanifan setelah pensiun dari profesi atlet akan lebih terjamin.

"Bersyukur sekali, bonus dari pemerintah sudah cukup. Semua bonusnya saya maksimalkan untuk keluarga, digunakan untuk masa depan, dan investasi," ungkap Hanifan.

Hanifan mungkin beruntung mampu meraih prestasi ketika membela Indonesia di ajang bergengsi internasional seperti Asian Games. Toh, sudah menjadi kebiasaan pula ajang sekelas Asian Games mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

Kalau soal gaji dan pemasukan tetap, Hanifan menyebut bahwa atlet pencak silat mengandalkan kejuaraan-kejuaraan yang diadakan oleh berbagai level, seperti antar negara, antar klub, dan antar kampus. Gaji lantas diberikan oleh pihak yang sedang dibela Hanifan.

"Kalau soal gaji tergantung posisinya di mana. Kita membela daerah, dapatnya ya dari daerah, kita dari membela Indonesia, kita dapat dari pemerintah nasional," ucap Hanifan.

Namun Hanifan mengakui harus pintar mengelola gaji yang didapat. Pasalnya, atlet pencak silat bukanlah cabor yang digeluti secara profesional, sehingga mustahil bisa sering ikut kejuaraan layaknya bulutangkis dan sepak bola.

Pencak silat juga merupakan cabang olahraga yang pasti dihiasi dengan benturan-benturan fisik keras. Menurut Hanifan, meski kejuaraan yang tersedia sudah cukup banyak, seorang atlet pencak silat wajib menyediakan jeda waktu untuk masa pemulihan, baru boleh mengikuti ajang lainnya.

"Atlet pencak silat harus ada jeda waktu, karena full body contact juga. Jeda waktu yang normal tiga bulan, setelah pertandingan baru boleh ikut kejuaraan lagi, itu waktu yang normal secara teori," jelas Hanifan.

Hanifan sendiri kini sedang melakukan persiapan untuk membela Indonesia di ajang SEA Games 2019 mendatang. Mendapat tugas membela negara, otomatis gaji yang saat ini diterima Hanifan datang dari pemerintah pusat.

Perjuangan Atlet Tinju di Indonesia

Kisah Hanifan dari cabang olahraga pencak silat, cukup kontras dengan yang dialami Chris John dulu di ranah tinju. Secara sistemnya saja berbeda, tak seperti pencak silat yang bersifat amatir, Chris John sebagai petinju bisa berkarier secara profesional.

Namun, Chris John ternyata tetap tak bisa untuk mengikuti pertandingan secara rutin. Dahulu semua agenda pertandingan yang akan diikuti Chris John, akan ditentukan oleh negosiasi antara manajernya dan pihak promotor.

"Kalau baru-baru bisa lima enam kali pertandingan setahun. Kalau udah lama-lama bisa lebih sedikit, bisa lebih banyak, tidak menentu," ucap Chris John.

Situasi ini terbilang kurang menguntungkan bagi petinju profesional. Menurut Chris John, sumber pemasukan utama petinju adalah dari nilai kontrak per pertandingannya.

Jika semakin jarang seorang petinju mendapatkan pertandingan, kian dikit pula uang pemasukan yang mengalir. Demi mengurangi resiko ini, Chris John menyarankan agar petinju profesional memilih manajer yang handal dalam bernegosiasi dengan para promotor.

"Petinju dapat pemasukan dari kontrak saat bertanding saja, per bulannya tidak ada. Kalau ada pertandingan ya dapat uang, kalau tidak ada pertandingan ya tidak ada, itu sistem tinju profesional saat ini," ungkap Chris John.

"Menjalin kerjasama yang baik dengan promotor, pokoknya manajer harus pintar dan aktif mencari pertandingan," lanjutnya.

Sistem kontrak yang didapatkan pun tak akan disertai dengan tambahan bonus. Meski pernah meraih gelar juara dan menang, uang yang didapat Chris John tetaplah sesuai perjanjian kontrak di awal.

Chris John hanya mendapatkan tambahan dari iklan minuman berenergi yang dibintanginya. Selebihnya, Chris John hanya mengandalkan pendapatan dari kontrak per pertandingan.

"Semua sudah sesuai kontrak, menang kalah sama, tidak ada bonus. Meraih gelar tidak dapat bonus. Saya cuma dikontrak minuman energi kalau di luar tinju," kata Chris John.

Kecermatan dalam manajemen keuangan lantas jadi hal yang krusial untuk seorang petinju profesional. Terlebih lagi, pengobatan atas luka sehabis bertanding, masih harus dilangsungkan dengan biaya sendiri.

Chris John pun dahulu berusaha memakai pendapatannya dari kontrak pertandingan semaksimal mungkin. Dibantu istrinya, Chris John mengatur pendapatannya agar cukup memenuhi kebutuhan hidup, sekaligus menyisihkan untuk ditabung dan melakukan investasi.

"Menginvestasikan uang yang didapat sangat penting. Waktu itu saya dibantu sama istri. Lebih ke investasi ke properti dan tanah, istri yang mengelola," ujar Chris John.

Baca Juga

Chris John sendiri merasa beruntung bisa merasakan karier tinju profesional yang lumayan cemerlang. Pasalnya, kini kancah tinju di Indonesia menurut Chris John sedang mati suri.

Banyak promotor tinju Indonesia yang dilihat Chris John sulit mendapatkan sponsor. Hal itu kemudian berdampak pada minimnya kompetisi atau pertandingan yang bisa diikuti oleh petinju profesional Tanah Air.

"Sedang mati suri, susah untuk membuat event, promotor susah mencari sponsor-sponsor. Hidup enggan mati tak mau," terang Chris John.

IndonesiaPencak SilatChris JohnAsian Games 2018AtletTinjuSEA Games 2019Hanifan YudaniBerita OlahragaBerita SportBerprofesi Atlet di Indonesia Bisa Jadi Pegangan Hidup?Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Berita Terkini