Mengenal Lyanny Mainaky, Generasi Anyar Penerus Kejayaan Klan Mainaky di Bulutangkis
Pecinta bulutanngkis Indonesia mungkin tak asing lagi dengan nama Richard Mainaky, Rionny Mainaky, Rexy Mainaky, Marleve Mainaky, hingga Karel Mainaky.
Berbagai prestasi membanggakan telah ditorehkan para Mainaky bersaudara itu bagi Indonesia, baik saat masih aktif bertanding di lapangan, maupun kini saat mereka telah gantung raket.
Pencapaian terbaik Keluarga Mainaky mungkin lahir dari sosok Rexy Mainaky, yang berhasil merebut medali emas bersama Ricky Subagja di ajang Olimpiade Atlanta pada 1996, atau dua dekade lalu.
Tak hanya berkontribusi besar saat masih berada di lapangan, Rexy dan saudaranya Richard Mainaky kini mengabdikan diri untuk bulutangkis Indonesia sebagai pengurus PBSI dan pelatih andalan.
Rexy menjabat posisi strategis sebagai Kepala Bidang Pengembangan dan Prestasi PBSI yang bertanggung jawab penuh untuk mengelola prestasi bulutangkis Indonesia. Sementara Richrad, menjadi orang di balik layar yang mengantar kesuksesan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir meraih medali emas Olimpiade Rio 2016.
Lahir dalam keluarga penyumbang banyak atlet bulutangkis berprestasi mau tak mau harus membuat Lyannya Alessandra Mainaki harus mencintai dunia olahraga tepok bulu tersebut. Beruntung, gadis cantik tersebut tak perlu dipaksa karena ia mewarisi kecintaan ayah dan dan para pamannya untuk mengabdikan diri di dunia bulutangkis.
Ya, Lyanny merupakan putri dari mantan pebulutangkis Indonesia, Rionny Mainaky, yang tak lain saudara kandung Rexy Mainaky. Riony sendiri sempat menjabat sebagai pelatih ganda putri di Pelatnas Cipayung pada 2014 sebelum akhirnya memutuskan hijrah ke Jepang dan menerima tawaran sebagai pelatih di sana.
Lantas apakah Lyanny mampu mengikuti jejak ayah dan pamannya menjadi pebulutangkis yang mengharumkan nama Indonesia. Berikut INDOSPORT sajikan wawancara khusus dengan Lyanny, penerus eksistensi marga Maianky di kancah bulutangkis Indonesia.
1. Awal cinta bulutangkis
INDOSPORT: Sejak kapan kamu mulai tertarik di dunia bulutangkis?
Lyanny: Saya pegang raket sebenarnya sejak usia Sekolah Dasar (SD), sekitar umur 12 atau 13 tahun. Itupun waktu tinggal di Jepang. Dan waktu itu belum serius. Baru setelah kembali ke Indonesia, sekitar 2013 silam, saya merasa sudah saatnya untuk serius.
INDOSPORT: Ada beban karena sandang nama Mainaky?
Lyanny: Tidak ada sih sejauh ini. Cuma saya suka merasa sedikit takut karena kan selama ini Mainaky dikenal jago dalam bulutangkis. Jadi berusaha memberikan yang terbaik saja.
INDOSPORT: Kamu lebih suka berada di Indonesia atau Jepang?
Lyanny: Sebenarnya saya lebih banyak tinggal di Indonesia tapi sudah sebulan ini saya pilih di Jepang untuk fokus latihan.
2. Belajar di Jepang
INDOSPORT: Bagaimana kompetisi bulutangkis di Jepang?
Lyanny: Saya kalau ikut kejuaraan tidak atas nama klub, melainkan sekolah. Mulai dari jenjang SMP sampai SMA. Kejuaraannya beragam juga, tapi jenjangnya panjang kalau mau ikut yang nasional. Karena harus lolos wilayah dulu, kemudian kota, dan provinsi.
Selanjutnya dari setiap provinsi hanya satu wakil per-nomor yang bisa ikut. Saya paling mentok urutan kedua provinsi.
INDOSPORT: Ada perbedaan iklim bulutangkis di Jepang dengan Indonesia?
Lyanny: Waktu mewakili sekolah di Jepang itu rasanya bagaimana gitu. Karena tempat saya sekolah, olahraga bulutangkis jadi perhatian kalau ada yang mewakili. Bedanya antara Jepang dengan Indonesia dari segi antusiasme pendukung dan fasilitas latihan. Di sana tidak pakai karpet seperti disini. Di Jepang langsung lantai dari kayu.
INDOSPORT: Pengalaman yang berkesan mengeyam ilmu bulutangkis di Jepang seperti apa?
Lyanny: Yang menarik (Lyanny terdiam sejenak dan senyum-senyum). Ada suatu kejuaraan yang pernah saya ikutin itu sedikit aneh. Maksudnya, pemenang setiap babak malah jadi linesman dan yang kalah berperan sebagai wasit. Sudah gitu, dalam sehari bisa enam kali main hingga final. Bayangkan capeknya, hehehe.
3. Keistimewaan jadi marga Mainaky
INDOSPORT: Apa yang membuat istimewa menjadi bagian dari keluarga Mainaky?
Lyanny: Tidak juga. Saya memulainya dari bawah kok. Kalau dapat perlakuan spesial tentu sudah masuk pelatnas. Saya cuma sempat magang saja.
Saya tidak pernah menggunakan nama Mainaky untuk dapat masuk pelatnas dengan cuma-cuma. Saya sadar diri karena belum lama menekuni bulutangkis.
INDOSPORT: Mencicipi berlatih di Jepang, apa bedanya dengan di Indonesia?
Lyanny: Kalau untuk fasilitas, saya pikir tidak ada bedanya antara Jepang dengan Indonesia. Saya berlatih di klub Yonex Jepang dan Unsys.
INDOSPORT: Ikut ajang Indonesia Open 2016 lalu, bagaimana perasaanya?
Lyanny: Indonesia Open 2016 kemarin jadi ajang Indonesia Open pertama saya, Apalagi kemarin saya cuma penonton di sini, dan mendapat dukungan dari penonton di Indonesia.
4. Belum pantas masuk Pelatnas
INDOSPORT: Apa kamu punya target untuk menembus Pelatnas PBSI:
Lyanny: Permainan bulutangkis saya masih jauh kalau dibandingkan dengan pemain Indonesia dan pemain luar juga, jadi saya fokus untuk asah keseluruhan permainan, fisik, teknik, dan mental bertanding
INDOSPORT: Apa cita-cita kamu di masa depan?
Lyanny: Target terbesar saya sih ingin tembus Olimpiade 2020.
INDOSPORT: Pemain favorit kamu?
Lyanny: Kalau pemain Indonesia saya sangat menganggumi sosok Hendra Setiawan dan gaya permainanya.