Evaluasi Kegagalan Tim Indonesia di Piala Sudirman 2019, Belum Pantas Juara?
FOOTBALL265.COM – Tim bulutangkis beregu Indonesia kembali gagal membawa pulang trofi Piala Sudirman 2019 ke Tanah Air usai tersingkir di semifinal melawan Jepang, Sabtu (26/05/19), Nanning, China.
Indonesia menyerah 1-3 dari Jepang. Satu-satunya poin yang mampu diraup Indonesia berasal dari ganda putra Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Kevin/Marcus dan kawan-kawan sebenarnya mengawali kiprah di Piala Sudirman 2019 dengan kemenangan 4-1 atas Inggris. Namun sayangnya, di laga kedua Indonesia takluk 2-3 dari Denmark.
Meski kalah dari Denmark di laga terakhir babak penyisihan grup B, Indonesia tetap lolos sebagai juara grup didampingi Denmark sebagai runner up.
Di perempatfinal, Indonesia nyaris takluk dari Chinese Taipei walau menang akhirnya menang 3-2. Langkah Indonesia akhirnya terhenti dari Jepang yang memiliki skuat merata hampir di segala sektor.
Hasil tersebut kian memperpanjang puasa gelar Indonesia di Piala Sudirman. Indonesia terakhir meraih juara pada edisi pertama tahun 1989 atau 30 tahun silam.
Kegagalan Indonesia untuk ke sekian kalinya di Piala Sudirman tidak lepas dari evaluasi jajaran pelatih dan pengamat bulutangkis.
Berikut portal berita olahraga INDOSPORT menghadirkan evaluasi penampilan Indonesia sepanjang Piala Sudirman 2019. Berikut ulasannya untuk Anda.
1. Evaluasi Indonesia di Piala Sudirman 2019
Indonesia turun di Piala Sudirman 2019 dengan kekuatan terbaik. Ganda putra menjadi ujung tombak karena memiliki tiga pasangan terbaik di dunia saat ini.
Meski begitu, mengandalkan ganda putra saja tidaklah cukup. Indonesia harus merata di segala lini untuk bisa meraih juara.
Tidak meratanya skuat menjadi faktor utama mandeknya prestasi Indonesia di Piala Sudirman tahun ini. Pengamat bulutangkis Broto Happy turut mengamini hal tersebut.
“Kalau lihat performa pemain kita, ambisinya untuk mengembalikan Piala Sudirman harus tertunda lagi, setelah 30 tahun, ya menjadi 32 tahun lagi.”
“Amunisi kita kalah. Kita kalah komplit, cuma mengandalkan di sektor ganda putra, selebihnya untuk bersaing ya kalah. Dari segi kualitas, kemampuan, kita harus mengakui keunggulan Jepang,” ujar Broto Happy, eksklusif kepada portal berita olahraga INDOSPORT, Minggu (26/05/19).
Selain itu, Broto Happy menilai permainan pebulutangkis Indonesia tidak banyak berkembang dan tetap berada pada level yang sama.
Sektor tunggal putri belum menunjukkan peningkatan signifikan di bawah pelatih baru Riony Mainaky, sementara Anthony Sinisuka Ginting di tunggal putra kembali memperlihatkan permainan yang inkonsisten.
"Dari Gregoria Mariska masih segitu-segitu saja. Setelah ditangani Riony belum kelihatan lompatan performanya. Di pertandingan, dia masih sering melakukan kesalahan-kesalahan sendiri," ulasnya.
"Di tunggal putra, Ginting belum kembali seperti tahun lalu. Tahun lalu sempat main bagus banget di China Open, mengalahkan semuanya, termasuk (Kento) Momota di final. Kali ini di Sudirman belum kembali penampilan hebatnya."
"Sayang banget memang, tapi dari awal memang kurang bagus juga. Waktu lawan (Viktor) Axelsen kurang menjanjikan, kurang menggigit penampilannya Ginting," kata Broto Happy.
Jonatan Christie di babak perempatfinal yang unggul head to head atas Chou Tien Chen juga tampil di bawah performa terbaiknya hingga akhirnya menelan kekalahan perdana dari tunggal putra Chinese Taipei tersebut.
Nomor ganda putri yang kerap menjadi penyelamat juga tidak memiliki pelapis yang sepadan. Selain Greysia Polii/Apriyani Rahayu, Indonesia masih belum punya duet Srikandi yang mampu bersaing di sepuluh besar dunia.
Ke depan, Indonesia harus memiliki skuat yang merata, tidak sebatas hanya di ganda putra. Sektor-sektor lain juga mulai harus didukung pelatih terbaik yang mampu meningkatkan performa pemain.
Yang tidak kalah penting, para pemain tetap diberikan jam terbang dalam turnamen-turnamen kelas dunia yang telah ada dari BWF.