Eksklusif Wahyana: Dari Hakim Garis Jadi Wasit di Olimpiade Tokyo 2020
FOOTBALL265.COM - Berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama Drs. Wahyana, seorang guru asal Gunungkidul yang mencuri perhatian karena menjadi wasit final bulutangkis tunggal putri Olimpiade Tokyo 2020.
Pada sebuah forum Bincang Guru Inovatif yang digelar secara daring, Sabtu (28/8/21) lalu, awak media olahraga INDOSPORT ikut serta dalam sesi talkshow dan merangkum sejumlah jawaban dari Wahyana.
Berikut profil singkat Wahyana, sosok guru dan wakil kepala sekolah SMPN 4 Pathuk. Dia mengaku sempat merangkap sebagai hakim garis untuk pertandingan bulutangkis di kabupaten Sleman, Yogyakarta, era 1990-an.
Dengan minat belajar yang tinggi, Wahyana pun mengantongi lisensi wasit bulutangkis di level tertinggi yang dikeluarkan oleh Badminton World Federation (BWF), dan bertugas di final Olimpiade Tokyo 2020.
Berikut wawancara selengkapnya.
Bagaimana ceritanya, seorang guru bisa jadi wasit bulutangkis di Olimpiade Tokyo?
Jujur, sebelumnya saya nggak punya mimpi untuk jadi wasit, kebetulan saja. Dulu saya atlet voli, tapi kena cedera engkel berat. Dokter menyarankan untuk berhenti, sekitar 1,5 tahun perawatan dan akhirnya sembuh.Â
Setelah itu, saya main bulutangkis yang tidak terlalu menekan ke kaki, untuk menjaga kebugaran saja, dua kali seminggu.
Tentu tidak ada yang kebetulan. Tapi di CV Anda, Anda bilang dulu mengawali karier sebagai hakim garis. Seperti apa ceritanya?
Itu dia, ternyata Allah punya rencana lain. Setelah saya berlatih bulutangkis kurang lebih satu tahun, saya ditawari teman saya untuk jadi hakim garis.Â
Saat itu saya tanya, tugasnya ngapain aja, kata dia mengawasi garis saja, bola keluar atau masuk. Oh, kalau itu sih saya bisa. Jadi saya bertugas sebagai hakim garis di kabupaten kurang lebih dua tahun.
Dari seorang hakim garis, sekarang sudah jadi wasit profesional. Seperti apa perjalanan Anda saat itu?
Saya ditawari ikut ujian wasit tingkat kabupaten, saat itu tahun 2000, syaratnya harus mempelajari peraturan bulutangkis. Nggak sengaja, ini di luar dugaan, saya dapat seratus untuk ujian teori, dan prakteknya juga memuaskan, saya ranking satu.Â
Kata teman, sayang kalau berhenti sampai di sini, jadi saya dikirim ujian ke provinsi. Materinya hampir sama, jadi saya tidak ada kesulitan, saya dapat lisensi provinsi dengan mudah.
Apakah perjalanan karier ini cukup mulus, atau ada tantangan berat yang Anda hadapi untuk menjadi wasit bulutangkis?
Tentu ada, saat lanjut ke level nasional. Rasa khawatir pasti ada, apalagi dari lisensi nasional B ke A itu ujiannya pakai bahasa Inggris, teori, praktek di lapangan.
Padahal kemampuan bahasa Inggris saya belum begitu baik, tapi saya semakin tertantang, karena saya seorang guru dan saya adalah seorang pembelajar.
1. Lisensi BWF
Jadi, setelah dapat lisensi nasional, Anda tertantang lagi untuk mengambil sertifikat di level internasional?
Iya, saat dapat lisensi nasional A dengan predikat terbaik. Berselang sebulan, saya dikirim ke Kuala Lumpur untuk ujian wasit level Asia.
Tentunya khawatir, tapi begitu masuk Kuala Lumpur, bergabung dengan kandidat lain, berkomunikasi, bertemu asesor, sudah mulai mencair. Sebenarnya ujian nggak seberat itu, yang penting percaya diri, penjelasan materinya juga enak, kalau nggak paham bisa nanya.
Untuk sekarang, Anda sudah mengantongi lisensi wasit tertinggi dari BWF. Pengalaman apa saja yang akhirnya bisa didapat ketika sudah memiliki lisensi ini?
Waktu itu saya dapat ranking tiga se-Asia, kemudian lanjut mendapat lisensi wasit dari BWF. Sekarang, saya juga diminta menjadi asesor untuk ujian lisensi level Asia sejak tahun 2018 lalu.
Pengalaman apa yang paling berkesan dan tidak terlupakan selama Anda berkarier sebagai wasit bulutangkis level dunia?
Pengalaman yang paling berkesan tentu saja saat bertugas di Olimpiade Tokyo 2020, itu sangat luar biasa. Di samping membuat Indonesia bangga bisa tampil di multievent tertinggi, semua wasit juga punya impian ke sana.
Tapi itu tidak mudah, harus punya sertifikat BWF, seleksinya juga ketat sejak dua tahun lalu, karena kan Olimpiade sempat ditunda.