Bola Internasional

Didepak Persebaya, Apakah Penerjemah Seperti Wolfgang Pikal Bisa Berubah Menjadi Pelatih Hebat?

Rabu, 30 Oktober 2019 16:23 WIB
Penulis: Petrus Tomy Wijanarko | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Grafis: Eli Suhaeli/INDOSPORT
Apakah Penerjemah Seperti Wolfgang Bisa Menjadi Pelatih Hebat? Copyright: © Grafis: Eli Suhaeli/INDOSPORT
Apakah Penerjemah Seperti Wolfgang Bisa Menjadi Pelatih Hebat?

INDOSPORT. COM - Wolfgang Pikal, sosok yang lebih dulu terkenal sebagai penerjemah bahasa, belakangan memulai petualangan baru dengan menduduki kursi kepelatihan Persebaya Surabaya. Bisakah seorang penerjemah bahasa seperti Wolfgang Pikal berubah menjadi seorang pelatih hebat?

Nama Wolfgang Pikal terbilang sudah familiar di kancah sepak bola Indonesia. Wolfgang Pikal dahulu pernah menjabat sebagai penerjemah bahasa, sekaligus asisten pelatih Timnas Indonesia menemani Alfred Riedl.

Barulah pada tahun 2019, Wolfgang pikal mendapat sebuah tantangan besar dalam kariernya. Terhitung mulai 9 Oktober lalu, Wolfgang Pikal dipercaya menduduki kursi kepelatihan klub Liga 1, Persebaya Surabaya.

Posisi pelatih kepala Persebaya Surabaya sejatinya bukanlah sesuatu yang direncanakan oleh Wolfgang Pikal. Awalnya manajemen Bajul Ijo menunjuk Alfred Riedl untuk menangani tim, dan Wolfgang Pikal yang menjadi asisten pelatihnya.

Namun, Alfred Riedl tiba-tiba batal melatih lantaran tak kunjung datang ke Surabaya. Manajemen Persebaya Surabaya pun lantas menaikkan pangkat Wolfgang Pikal menjadi pelatih kepala.

Sungguh disayangkan, kiprah Wolfgang Pikal sebagai pelatih kepala Persebaya Surabaya ternyata jeblok. Sejak melakoni debut dalam laga Liga 1 2019 kontra Borneo FC pada 10 Oktober lalu, Wolfgang Pikal selalu gagal memberikan kemenangan.

Terhitung sudah empat laga beruntun Wolfgang Pikal tak bisa membawa pulang tiga poin untuk Persebaya Surabaya. Bahkan tiga laga di antaranya harus diakhiri Persebaya Surabaya dengan kekalahan.

Puncaknya tercipta pada pertandingan kontra PSS Sleman, Selasa (29/10/19) kemarin. Persebaya Surabaya yang bermain di rumah sendiri, Stadion Gelora Bung Tomo, terpaksa menyerah 2-3.

Pasca pertandingan, sejumlah Bonek yang memadati tribune penonton langsung melontarkan reaksi kekecewaan. Para Bonek turun masuk ke lapangan, membakar smoke bomb, dan melempar botol ke arah pemain.

Hingga akhirnya tepat pada Rabu (30/10/19) sore, Wolfgang Pikal resmi mengundurkan diri dari kursi kepelatihan Persebaya Surabaya. Umurnya sebagai pelatih bersama Bajul Ijo harus berakhir dalam empat pertandingan saja.

Melihat segala tren buruk tersebut, kualitas Wolfgang Pikal jelas dipertanyakan. Apakah seorang yang mengawali karier sebagai penerjemah bahasa, bisa berubah menjadi sosok pelatih hebat?

Belajar dari Jose Mourinho

© INDOSPORT
Jose Mourinho, pelatih Man United. Copyright: INDOSPORTJose Mourinho

Demi menjawab peluang yang ada dari seorang penerjemah berubah menjadi pelatih hebat, mari berkaca kepada kisah Jose Mourinho. Terutama menelusuri cerita perjalanan Jose Mourinho dalam menekuni dunia kepelatihan sepak bola.

Pada 1993 silam, Jose Mourinho yang masih berusia 30 tahun, mendapat pekerjaan di klub Portugal, Sporting Lisbon sebagai penerjemah bahasa dan asisten pelatih. Ia kala itu diberi tugas untuk menemani pelatih asal Inggris, Bobby Robson.

Mourinho pun dengan setia menjadi juru bicara Robson, baik ketika memberikan instruksi pemain, maupun saat menghadapi wawancara wartawan. Peran Mourinho juga kerap menghasilkan pendapat orisinil dan bertukar pikiran dengan Robson.

Melihat kejeniusan yang dimiliki Mourinho, Robson selalu mengajaknya ketika berpindah klub. Saat hijrah ke FC Porto dan Barcelona, Robson turut menyertakan nama Mourinho sebagai asisten pelatih.

“Jose adalah pria muda yang pantas disimak setelah saya karena memiliki kemampuan Bahasa Inggris-nya yang apik dan pengalaman luas di sepak bola,” ujar Robson seperti dikutip dari Four Four Two.

"Jose selalu mendukung saya, dia juga terus memantau para pemain di tiga tim yang kami tangani bersama," tambah Robson.

Momen menemani Robson, ternyata jadi titik yang begitu dimanfaatkan Mourinho. Mourinho belajar banyak hal tentang dunia kepelatihan dari pengalamannya bersama Robson.

Hingga akhirnya Mourinho dan Robson berpisah di Barcelona. Mourinho memulai karier kepelatihannya sendiri, dengan menukangi dua klub asal Portugal, Benfica dan Leiria.

Dua klub awal yang dilatih tak berjalan mulus. Mourinho belum menghasilkan apa-apa dan masih perlu pengalaman lebih banyak.

Pada Januari 2002, berkah bagi Mourinho akhirnya datang. Klub sekelas FC Porto mempercayakan Mourinho jabatan pelatih kepala.

Kesempatan langsung tak disia-siakan Mourinho. Dua musim di FC Porto, Mourinho mampu meraih dua gelar Liga Portugal, dan satu trofi Liga Champions.

Setelah itu, karier Mourinho makin melejit lagi. Ia perlahan mulai dipandang sebagai pelatih top dunia, lalu melatih sejumlah klub elite, seperti Chelsea, Inter Milan, Real Madrid, dan Manchester United.

Mourinho telah membuktikan sendiri, bahwa seorang penerjemah bahasa turut bisa menjadi sosok pelatih hebat. Wolfgang Pikal pun jelas berpotensi pula mendapatkan kisah serupa.

Toh, Mourinho di awal menjadi pelatih kepala juga tak langsung sukses. Kegagalan bersama Persebaya Surabaya, layaknya dijadikan pelajaran dan proses oleh Wolfgang Pikal, agar ke depannya bisa menjadi penerjemah bahasa yang hebat dalam melatih sepak bola seperti Mourinho.