FOOTBALL265.COM - Krisis yang dialami tim raksasa Liga Inggris, Arsenal, di awal musim ini tentu tidak terjadi begitu saja. Ada sosok-sosok yang harus bertanggung jawab atas situasi ini.
Usai kemenangan 1-0 atas Manchester United di awal November, Arsenal mengalami tren menurun dan cenderung memprihatinkan. Hingga pekan ke-11 melawan Tottenham Hotspur pada awal Desember 2020, The Gunners menelan tiga kekalahan dan satu hasil imbang.
Dari empat laga tersebut pun Arsenal kebobolan tujuh gol dan hanya memasukkan satu gol. Raihan satu poin dari empat laga tersebut membuat Meriam London terpuruk di papan bawah dan duduk di peringkat 15.
Bagi tim sekelas Arsenal, catatan ini cenderung memalukan. Bahkan di saat Unai Emery akan dipecat, The Gunners duduk di peringkat kedelapan Liga Inggris.
Kondisi tim Arsenal tengah tidak kondusif. Kursi pelatih posisi pelatih Mikel Arteta digoyang keras.
Isu pemecatan dan tuntutan untuk mundur pun disuarakan banyak pihak yang notabene pendukung Arsenal sendiri. Arteta dituding sebagai pihak yang pertama harus bertanggung jawab.
Tak cuma soal pelatih, ruang ganti The Gunners pun kabarnya tengah panas. Konflik antarpemain diisukan terjadi. Sumpah serapah dilontarkan satu pemain ke pemain lainnya saat menjalani diskusi internal.
Kondisi ini mungkin tak pernah diharapkan Arteta yang baru menjajaki dunia kepelatihan. Gelar Piala FA dan Community Shield yang ia berikan pun seperti tak ada harganya mengingat anjloknya performa Arsenal.
Lantas, apa atau lebih tepatnya siapa yang harus disalahkan atas kondisi yang menimpa The Gunners ini?
Ruwet Sejak Awal
Krisis yang dialami Arsenal musim ini sebetulnya bisa ditebak sejak awal. Meski datang dengan status juara bertahan Piala FA, namun musim ini Arsenal tampil beda.
Tanda-tanda itu sudah terlihat dari perubahan formasi yang dilakukan pelatih Mikel Arteta. Pada musim lalu Arsenal sebetulnya telah mantap dengan formasi 4-2-3-1.
Hampir sepanjang musim, baik itu di Liga Inggris maupun Piala FA mereka bermain dengan formasi tersebut. Hasilnya terlihat lebih baik di mana dari delapan laga awal, mereka meraih 15 poin.
Namun, pada awal musim ini Arteta beberapa kali mengubah formasi Arsenal dari 3-4-3, 5-4-1, 3-4-1-2, sampai 4-4-2. Hasilnya? mereka baru meraup 13 poin dari 11 laga Liga Inggris.
Formasi ini memang terbilang mengejutkan. Arteta sepertinya ingin sekali memaksimalkan peran pemain baru mereka, Willian. Sampai-sampai, Pierre-Emerick Aubameyang yang lebih tajam sebagai ujung tombak digeser lebih ke kiri.
Formasi seperti ini pula yang menyebabkan produktivitas Aubameyang berkurang drastis. Musim lalu ia menjadi top skor klub dan jadi tiga teratas dengan 22 gol.
Sementara musim ini, ia baru membuat dua gol dari 11 pertandingan. Jika begini situasinya, maka Mikel Arteta cukup pantas disalahkan atas krisis Arsenal.
Selain soal taktik, firasat jebloknya Arsenal juga sudah terlihat dari polemik pemain bintang mereka, Mesut Ozil. Secara mengejutkan, Arsenal tidak memasukkan nama Mesut Ozil ke dalam skuad mereka untuk mengarungi Liga Inggris dan Liga Europa.
Tentu saja ini mengejutkan mengingat sang pemain tidak sedang mengalami cedera. Seburuk apapun penampilan Ozil, rasanya tak masuk akal untuk tak memasukkannya ke dalam skuad.
Apalagi ia adalah pemain bergaji termahal di klub. Dan hal ini pun berujung blunder. Bagi fans The Gunners yang masih ingat betapa dahsyatnya Arsenal bersama Ozil, tentu mereka tahu betapa peran pemain Jerman tersebut begitu dibutuhkan.
Tim kepelatihan Arsenal sebetulnya memiliki pilihan yang luar biasa di lini depan, mulai dari Aubameyang, Ozil, Lacazette, atau pun Pepe. Namun mereka gagal memaksimalkannya.
Aubameyang digeser jauh dari gawang lawan, sementara Ozil ditelantarkan. Maka wajar Arsenal terengah-engah musim ini.
Mungkin hanya lini belakang mereka yang mendapat sedikit pujian dengan kehadiran Gabriel Magalhaes. Kehadiran Thomas Partey juga sangat signifikan.
Bisa terlihat pada laga melawan Spurs ketika Partey ditarik, maka kocar-kacirlah pertahanan Arsenal. Kabar buruknya, Partey seperti bakal absen dalam beberapa waktu ke depan setelah dipaksakan tampil oleh Arteta walau tidak fit.
Tentunya masih ada waktu bagi Arsenal untuk berbenah. Dimulai dari evaluasi taktik yang digunakan sang pelatih, terutama dalam memaksimalkan Aubameyang.
Bulan Desember ini bisa dibilang menjadi penentuan nasib Mikel Arteta di Arsenal sekaligus menjadi penentu semakin jatuh atau bangkitnya Arsenal di sisa Liga Inggris musim ini.