FOOTBALL265.COM - Awal dekade 1990-an adalah masa-masa terindah Parma. Klub berjulukan I Gialoblu (Si Kuning-Biru) yang tadinya begitu akrab dengan kasta bawah piramida kompetisi Italia tersebut mendadak berkuasa di Eropa.
Diawali promosi ke Serie A Italia pada edisi 1989-1990, Parma lantas mendulang berbagai prestasi cemerlang dalam waktu singkat, yakni tiga musim saja.
Mereka berturut-turut menjuarai Coppa Italia (1991-1992), Piala Winners plus peringkat ketiga Serie A Italia (1992-1993), serta merengkuh Piala Super Eropa (1993).
Titel yang disebut terakhir jelas paling fenomenal mengingat Parma sukses mengalahkan salah satu tim terkuat Eropa kala itu, AC Milan, 2 Februari 1994.
Padahal, AC Milan kala itu bermaterikan pemain-pemain kelas wahid sekaliber Franco Baresi, Brian Laudrup, Marcel Desailly, dan Jean-Pierre Papin.
Status AC Milan barangkali sebatas pengganti kampiun Liga Champions 1992-1993, Marseille, yang disanksi UEFA akibat kasus pengaturan skor di liga domestik. I Rossoneri alias Si Merah-Hitam merupakan finalis musim tersebut.
Namun, hegemoni AC Milan era itu tak terbantahkan lagi lantaran banyak merengkuh trofi Internasional, mulai dari Piala Champions (1988-1989, 1989-1990), Piala Super Eropa (1989, 1990), hingga Piala Interkontinental (1989, 1990).
Apalagi, Parma keok di kandang sendiri dalam pertandingan leg I (Piala Super Eropa memakai sistem home-away hingga 1997). Gol tunggal Jean-Pierre Papin menjadikan AC Milan memimpin sementara secara agregat dan tinggal mencari minimal hasil imbang di San Siro.
Situasi boleh tak menguntungkan, tapi Parma ogah mengibarkan bendera putih sebelum bertanding. Tekad menorehkan sejarah baru membuat segenap pemain tampil habis-habisan sepanjang laga.
Serangan demi serangan dilancarkan Parma. Keputusan tim tuan rumah mengusung strategi bertahan untuk menjaga keunggulan agregat gagal total setelah Nestor Sensini menjebol gawang Sebastiano Rossi pada menit ke-67.
1993-94 Dopo la squalifica del Marsiglia, il Milan prende il suo posto per giocare la finale della Supercoppa Europea.
— ultrasinside (@ultrasinside1) July 15, 2020
A Parma all'andata vinciamo 0-1 gol di Papin.
A San Siro dopo i 90 min. il Parma vince 0-1... Supplementari, dopo 5 min. Crippa segna il 2 a 0...
Finirà così. pic.twitter.com/du5YSUAcbk
Penentuan juara berlanjut ke babak ekstra mengingat agregat 1-1 tak berubah hingga waktu normal berakhir. Di sinilah momentum terindah Parma tercipta, tepatnya saat Massimo Crippa melepas tembakan keras yang menghujam gawang AC Milan pada menit ke-95.
"Kapten Lorenzo Minotti mengangkat trofi ketiga Parma di era keemasan pelatih Nevio Scala setelah Coppa Italia 1991-1992 dan Piala Winners 1992-1993," tulis situs resmi Parma yang mengenang momen juara Piala Super Eropa.
Sebuah prestasi fenomenal yang sulit terulang, setidaknya dalam waktu dekat. Parma Calcio 1913, nama klub saat ini, belakangan sedang berupaya bangkit usai terbelit persoalan finansial dan dinyatakan bangkrut pada 2015.
Mereka boleh saja sudah kembali ke Serie A Italia, tapi masih jauh dari predikat raksasa yang seperti pernah melekat di era 1990-an. Parma masa kini masih setara tim papan tengah alias medioker.
Susunan Pemain:
AC Milan (4-4-2): 1-Rossi; 2-Panucci, 5-Costacurta, 6-Baresi, 3-Maldini; 10-Donadoni, 4-Albertini (15-Lentini 64’), 8-Desailly, 7-B. Laudrup (16-Carbone 76’), 9-Papin, 11-Massaro
Cadangan: 12-Ielpo, 13-Tassotti, 14-Galli
Pelatih: Capello
Parma (4-3-3): 1-Ballotta; 2-Benarrivo, 4-Minotti, 5-Matrecano, 3-Di Chiara; 6-Sensini, 8-Pin, 9-Crippa; 7-Brolin, 10-Zola (15-Zoratto 104’), 11-Asprilla
Cadangan: 12-Bucci, 13-Maltagliati, 14-Balleri, 16-Melli
Pelatih: Scala
Stadion: San Siro (24.074)
Gol: Sensini 67', Crippa 95'
Wasit: Rothlisberger (Swi)
Kartu Kuning: -
Kartu Merah: -