(ANALISIS) Islandia dan Wales Berpotensi Ulangi Kejayaan Yunani di Euro 2004
Dua tim kuda hitam di Euro 2016, Islandia dan Wales mampu memutarbalikan prediksi soal rekam jejak perjalanan di mereka di Prancis. Sebelumnya banyak pihak yang memprediksi kedua negara ini akan kesulitan untuk lolos dari fase grup.
Namun siapa sangka, kedua negara ini justru bisa terus melenggang ke babak perempatfinal Euro 2016. Kedua negara juga sukses singkirkan sejumlah negara yang secara kualitas dan pengalaman melebihi mereka, Islandia misalnya mampu singkirkan Wayne Rooney Cs.
Ingatan indah dari Yunani di ajang Euro 2004 silam pun berpotensi diulang kembali oleh kedua negara ini. Tak diunggulkan, dipandang sebelah mata tapi mampu merengkuh piala yang dirancang oleh Pierre Delaunay, anak dari Henri Delaunay.
Seberapa besar pelaung kedua negara dan apa yang menjadi kelebihan kedua negara hingga bisa mengulang prestasi dari Yunani di Euro 2004.
Berikut analisisnya untuk pembaca setia INDOSPORT:
1. Permainan tim
Publik terhenyak saat Islandia di babak 16 besar mampu membuat Wayne Rooney Cs angkat koper dari Euro 2016. Padahal dari segala lini, Inggris jelas lebih unggul segalanya dibanding Islandia.
Bahkan dari seluruh skuat Islandia yang dibawah ke Euro 2016 senilai dengan satu orang pemain termahal Inggris, Raheem Sterling. Minus pemain bintang, Islandia mampu membuat Inggris tertunduk malu.
Kekuatan Islandia jelas terletak pada permainan tim. Duo pelatih Islandia, Lars Lagerback dan Heimir Hallgrimsson meracik tim dengan pemusatan permainan pada semua lini, utamanya pada sektor tengah.
Gelandang tengah mereka, Gylfi Sigurdsson menjadi ruh pada permainan Islandia sejak babak kualifikasi dan fase grup Euro 2016. Kelemahan Islandia soal pengalaman mampu ditutup apik oleh pola permainan tim yang mengandalkan serangan balik dari sektor tengah dan sayap.
Menariknya pola formasi 'kuno' yang digunakan duo pelatih Islandia mampu beradaptasi dengan cepat saat sudah turun ke lapangan. Islandia mampu mengubah formasi mereka dari 4-4-2 menjadi 4-2-3-1 yang terbukti membuat susah tim lawan tembus lini belakang mereka.
Peran dan tugas dari masing-masin pemain pun dengan tepat diberikan oleh duo pelatih Islandia. Seperti dilansir dari The Guardian, Johann Gudmundsson atau Emil Hallfredsson merupakan gelandang yang menguasai sisi sayap. Peran keduanya pun saling menutup, Gudmundsson fokus apda serangan sementara Emil akan menutup celah di lini belakang pada sektor sayap kanan.
Selain itu, peran dari seorang, Birkir Bjarnason juga patut untuk jadi sorotan. Pasalnya, gelandang berusia 28 tahun ini ialah si pengakut air di lini tengah Islandia. Tugasnya hanya merusak permainan lawan dan mengalurkan bola ke sisi sayap Islandia.
Jika melihat perjalanan Yunani pada perhelatan Euro 2004, hal serupa juga dilakukan oleh pelatih negeri para dewa saat itu, Otto Rehhagel. Tidak ada satu pun pemain yang dibawa pelatih asal Jerman itu yang berstatus pemain bintang, permainan defensif dan kekompak antar lini jadi kekuataan Yunani saat itu.
2. Nothing To Lose
Sebagai tim yang tak memiliki pemain bintang, wajar jika sedari awal federasi sepakbola Islandia tak pernah bebankan hal berat untuk seluruh penggawa Islandia di Euro 2016.
Lagerback seperti dilansir dari The Guardian mengatakan sejak didapuk jadi pelatih, ia tak pernah diberi tanggung jawab untuk meraih kemenangan.
"Sewaktu mereka mengangkat saya, mereka tak punya target, jadi saya tak punya tugas untuk menang. Tapi Islandia memiliki modal kuat untuk tidak sekedar meraih kemenangan," kata mantan pelatih Swedia tersebut.
Yang dimaksud oleh Lagerback sebagai modal kuat ialah soal komposisi pemain muda Islandia. timnas Islandia U-21 pada Euro U-21 mampu lolos ke putaran final.
Dengan modal ini, tandem Lagerback, Heimir Hallgrimsson pun mengungkap bahwa ada suntikan mental kemenangan yang membuat Islandia mampu memutarbalikan prediksi banyak pihak di Euro 2016.
Yang menjadi kekuataan dari Islandia juga soal kehadiran pemain paling sukses di negeri ini, Eidur Gudjohnsen. Sosok gelandang berusia 37 tahun ini jadi panutan untuk barisan skaut muda Islandia untuk bisa sampai di level saat ini.
"Ia (Gudjohnsen) jadi panutan untuk banyak pesepakbola muda Islandia, kehadirannya di tim membawa energi positif," kata Hallgrimsson.
Yunani pada Euro 2004 pun memiliki sejumlah pemain yang bisa dibilang sebagai pemain paling sukses di negera tersebut. Salah satunya ialah gelandang yang sempat membela Inter Milan, Giorgos Karagounis.
3. Tidak hanya terfokus pada Bale
Jika banyak pihak menyebut keberhasilan Wales hingga bisa tembus ke babak perempatfinal Euro 2016 karena ada andil besar dari Gareth Bale maka pernyataan itu harus diralat.
Pasalnya Gareth Bale sendiri mengaku bahwa pusat permainan dari Wales bukan dirinya. Seperti dilansir dari fourfour two, pemain Real Madrid itu mengatakan bahwa sosok Joe Allen ialah pemain yang cukup besar berkontribusi pada capaian Wales saat ini.
"Dia (Allen) memiliki pekerjaan kotor di lapangan tengah namun itu sangat vital untuk permainan kami kalahkan lawan," Bale.
Sosok Allen memang bisa dibilang sama dengan Birkir Bjarnason di Islandia. Allen jadi pengakut air yang bertugas untuk mengalir bola dan merusak permainan tim lawan di lini tengah. Sejumlah pihak bahkan menilai permainan Allen di Euro 2016 sangat mirip dengan seorang Andrea Pirlo.
Selain Allen dan Bale, keberhasilan Wales hingga bisa tembus ke babak perempatfinal karena ada peran dari tujuh pemain lainnya. Tujuh pemain itu disebut sebagai generasi emas Wales yang ditemukan oleh mantan pelatih Wales, John Toshack dan Brian Flynn pada rentang waktu 2004-2010.
Ketujuh pemain itu antara lain, Aaron Ramsey, Ashley Williams serta Joe Ladley. Kedua mantan pelatih Wales tersebut memang diakui banyak pihak yang berperan besar membangun kerangka dan pondasi Wales saat ini.
4. Semangat nasionalisme
Diungkapkan oleh Toshack, salah satu yang membuat Wales sangat kuat saat ini ialah soal semangat nasionalisme di kubu Aaron Ramsey Cs.
Menurut mantan pelatih Real Madrid tersebut seperti dilansir dari Daily Mail hal itu terwujud karena Flynn yang dulu berstatus sebagai pelatih tim muda Wales menarik sejumlah pemain yang memiliki darah asli Wales.
"Ia (Flynn) bahkan tahu mana anjing yang asli Wales atau bukan," seloroh Toschack.
Toschack mengungkap bukan perkara mudah bagi ia dan Flynn untuk mampu membujuk sejumlah pemain untuk bermain Wales. Untuk kasus Ashley Williams dan Joe Ladley misalnya, kedua mantan pelatih Wales itu harus ke kota kecil untuk bisa menemukan kedua dan mengajak mereka bergabung ke timnas Wales.
Kekuataan nasionalisme dari pemain Wales ini yang membuat Gareth Bale Cs seperti memiliki kekuaatan lebih mengarungi Euro 2016. Kekalahan atas Inggris di fase grup dibayar tuntas dengan kalahn Rusia dengan skor 3-0 serta singkirkan Irlandia Utara di babak 16 besar.