Ratna Mustika, Kartini-nya Pesepakbola Asing di Indonesia
Statusnya sebagai dokter tidak menjadi penghalang bagi Ratna Mustika untuk terjun sebagai agen pesepakbola. Dimulai ketika dirinya menjadi agen untuk pesepakbola asing di Liga Indonesia pada 2005 lalu.
Dr. Tika menyatakan bahwa olahraga menjadi alasan terkuatnya untuk terjun di dunia sepakbola. Ia sangat menyukai olahraga, terutama sepakbola. Sewaktu muda, dr Tika sempat menjadi atlet bulutangkis dan pernah merasakan ketatnya persaingan di Pekan Olahraga Daerah (Porda).
“Jadi pada dasarnya memang saya suka olahraga. Dulu saya atlet bulutangkis sampai Pekan Olahraga Daerah (Porda),” cerita dr. Tika kepada INDOSPORT.
Lantas, apa yang membuat dr. Tika tidak fokus menjalani karier sebagai seorang dokter, dan memilih untuk menjadi agen pemain sepakbola? Kisahnya, bermula dari hobi dr. Tika yang senang berjalan-jalan.
“Saya lihat di luar negeri dulu, sepakbola ini bisnis. Saya menjadi dokter, waktu lulus saya bangga, tetapi saya suka traveling. Kalau jadi dokter, saya harus buka praktik setiap hari. Jadi di sepakbola, saya bisa traveling kemana-mana, banyak teman, dan kadang-kadang deg-degan, karena ini challenge,” lanjut dr. Tika.
Awal melakoni pekerjaan sebagai agen pemain asing, dr. Tika mengaku kerap salah membawa pemain. Mulanya, ia seringkali lebih memikirkan kuantitas legiun impor dibanding kualitasnya.
“Pertama-tama saya jadi agen, saya sering salah bawa pemain asing, saya hanya perhatikan kuantitas pemain. Kalau sekarang, saya pegang pemain yang berkualitas. Karena, pemain kuantitas hanya membuat kepala saya pening. Karena banyak sekali masalah. Dari mulai pemain, kita jual ke klub yang kecil-kecil, kita dapat masalah juga ya. Jadi saya sekarang hanya membawa quality player saja. Pemain sedikit, tapi berkualitas,” imbuh dr. Tika.
Sebagai perempuan pertama yang menjadi agen pemain asing di Liga Indonesia, dr. Tika bercerita panjang lebar terkait kisahnya sebagai agen pemain, serta harapannya untuk kemajuan sepakbola Indonesia khususnya di nomor perempuan. Berikut INDOSPORT sajikan kepada pembaca setia:
1. Kisah awal menjadi agen pemain sepakbola
Dokter Tika masih ingat betul ketika sewaktu pertama kali memilih terjun sebagai agen pemain asing pesepakbola. Bermula ketika dirinya terlanjur ‘bosan’ dengan pekerjaan sebagai dokter yang membuatnya sulit untuk berpergian.
“Jadi agen pemain sepakbola sejak 2005, saya suka challenge. Saya orangnya pantang mundur. Saya berusaha maksimal sampai saya tidak bisa. Tahun 2005 juga menjadi awalan saya menjual pemain di Indonesia. Tahun kedua atau 2006, saya mulai menjual pemain di luar negeri. Hingga sekarang, lebih dari 100 pemain yang saya jual,” kata dr. Tika.
Ketika ditanyai soal pemain asing pertamanya yang dibawa ke Indonesia, dr. Tika dengan semangat menceritakan terkait hal itu. Kata pertama yang diucapkannya adalah: Edie!
“Pemain pertama yang saya bawa ke Indonesia itu Boakay Edie Foday. Dia pertama kali main di Indonesia, dan dia juga menjadi pemain pertama saya sebagai agen,” seloroh dr. Tika.
Foday merupakan salah satu legiun asing yang namanya cukup harum di kancah persepakbolaan nasional. Mengawali karier sepakbola di Tanah Air bersama Persiwa Wamena, Foday juga pernah memperkuat tim besar mulai dari Persija Jakarta hingga Persipura Jayapura.
2. Melebarkan sayap ke negara Asia lainnya
Selain di Indonesia, dr. Tika mengaku telah melebarkan sayapnya hingga beberapa negara Asia lainnya. Ia berterus terang telah menjual hingga ratusan pemain menuju empat negara Asia Tenggara, dan satu di Timur Asia.
“Saya jadi agen pemain tidak hanya di Indonesia. Sampai Singapura, Malaysia, Vietnam, China, dan Myanmar. Mayoritas memang di Asia Tenggara,” ucap dr. Tika.
Dilihat dari pengakuan dr. Tika menjual pemain hingga Negeri Tirai Bambu, menarik untuk ditelusuri bagaimana pola kerja dr. Tika sampai dapat menembus glamornya Liga China. Ia bercerita, tidak gampang bekerja pada liga sepakbola negara lain. Apalagi, regulasi soal pemain asing kerap berubah pada tiap musimnya.
“Menjual pemain di China memangnya mudah? Kan susah sekali. Apalagi regulasi di seluruh dunia untuk pemain asing, kecuali Inggris saya pikir, itu restruksi jumlah pemain. Contohnya Liga Indonesia soal pemain asing. Dulu level 1 dan 2 pemain asing boleh lima. Habis itu 3+2, setelahnya 3+1. Sekarang menjadi 2+1+1. Di Singapura, dulu lima, sekarang tiga. Di Vietnam, lebih drastis. Dulu top level dan second level boleh 5 pemain asing. Bebas negara,” ucap dr. Tika.
Menurutnya, gampang-gampang susah menjadi agen pemain sepakbola. Praktis, dirinya mesti pintar-pintar menyiasati regulasi pemain asing di negara yang terdapat pemain yang diageninya.
“Tiga tahun yang lalu, masih di Vietnam, menurun jadi tiga pemain asing, itu pun hanya di top level. Kemudian, tiga tahun belakangan, itu hanya dua asing di top level. Sementara di kasta kedua tidak boleh lagi gunakan pemain asing, seperti di Liga Indonesia. Betapa susahnya kalau kita tidak punya quality player dan tidak punya good relationship dengan klub,” tukasnya.
3. Harapan terhadap sepakbola wanita di Indonesia
Sebagai wanita, meskipun berkecimpung di olahraga yang mayoritas dimainkan oleh pria, tetap membuat dr. Mustika berkeinginan untuk memajukan sepakbola kaum perempuan di Indonesia. Bahkan, dirinya berujar tidak akan menolak kalau ada tawaran datang untuk mengurusi sepakbola wanita.
“Saya pikir, karena saya suka olahraga. Kalau ada yang menyuruh saya mengurus sepakbola wanita, I will do my best. Karena apa? Saya lihat pemain sepakbola wanita mana yang berhasil. Pemain sepakbola wanita di Amerika Serikat saya pikir tidak kalah kualitasnya dengan pesepakbola pria di Asia,” ujar dr. Tika.
“Saya kan kepingin seperti itu. Indonesia paling enggak, bisa berkembang di Asia Tenggara. Itu kan mudah, tidak terlalu susah. Karena saingan kita juga tidak begitu maju sepakbolanya. Tapi kita kan harus serius, sepakbola ini complicated," lanjutnya.
Dr. Tika mencontohkan, sepakbola itu tidak semudah yang dibayangkan. Mesti ada pembelajaran sejak awal meniti karier sebagai pesepakbola. Mulai dari cara berlatih, basic bermain bola, hingga mengatur pola makanan.
“Misalnya, mulai dari kecil, dia sejak umur 6-7 tahun, kan harus ada pelatihnya yang benar-benar mengajari dengan teori yang benar. Karena cara menendang bola, cara lari segala ini kan sepakbola khas. Cara posisi badannya, cara menendangnya, antara bek, gelandang, penyerang, sayap, semua lain caranya. Tendang bola juga lain,” tutur dr. Tika.
“Jadi selain pelatih yang bagus sejak dini, makanan harus diperhatikan. Ini kan ada hidrat arang, lemak, protein, air, mineral, dan vitamin harus diperhatikan dan seimbang. Karena, pengeluaran kita ini kalorinya berapa, pemasukannya berapa. Jangan kita cuma makan karbohidrat, kalo kita makan itu saja, kita main 20-30 menit pasti sudah selesai. Jadi kan protein semua kita perlu perhatikan, tidak boleh sembarangan. Ini kalau kita mau benar-benar bagus ya,” sambungnya.
Selain itu, hal yang paling kecil dalam aktivitas manusia pun harus diperhatikan. Setidaknya, mesti menjadi orang yang disiplin sebelum bermimpi sebagai pesepakbola luar biasa.
“Jam tidur, schedule yang disiplin. Terus sepakbola wanita saya pikir harus dibuat dengan serius. Paling nggak, kompetisinya dibuat seperti laki-laki. Harus serius ditangani kalau kita mau bersungguh-sungguh. Karena negara lain pun sekarang mulai serius, kalau nggak, kita ketinggalan lagi, dan bakal susah untuk mengejar,” imbuh dr. Tika.