Bom, Duka Manchester United, dan Trauma dari Jakarta
Cinta Berujung Duka
Rabu (24/05/17) malam, Jakarta kembali mendapat duka. Sebuah ledakan terjadi di terminal bus Kampung Melayu.
Malam sibuk di lokasi yang berada di timur Jakarta ini, sontak saja mengejutkan politik nasional. Seperti dilansir dari Detik.com, tidak kurang 5 orang, di mana 3 di antaranya anggota kepolisian meninggal dunia.
Kejadian tersebut juga membuat 11 orang lainnya harus mendapatkan perawatan intensif karena ikut tersasar sebagai korban. Kejadian ini juga hanya berjarak kurang dari 48 jam dari bom yang meledak di kawasan Manchester.
Dua kejadian ini erat dengan Manchester United, yang kala itu tengah bersiap melakoni laga final Liga Europa 2017 melawan Ajax Amsterdam. Meski akan menjalani laga di Stockholm, Swedia, namun dua teror ini cukup mengganggu persiapan Paul Pogba dan kawan-kawan.
Seperti informasi dari Goal.com, teror di Manchester sempat membuat latihan Setan Merah dibatalkan. Pasalnya, teror tersebut dilakukan oleh salah satu orang yang mengaku sebagai Manchurian, julukan bagi para penggemar Man United.
Menurut informasi yang digali dari The Guardian, Salman Abedi, pelaku bom di Manchester adalah seorang fans berat Man United. Salman diketahui tumbuh besar di Manchester dan mencintai klub yang kini diasuh Jose Mourinho tersebut.
Beruntung, rentetan teror tak membuat mental bermain Paul Pogba dan kawan-kawan surut. Pada partai final, Man United sukses menggulung Ajax 2-0 untuk meraih gelar Liga Europa.
Paul Pogba sendiri mengatakan bahwa gelar tersebut didedikasikan bagi para korban teror bom. Hal ini disampaikan Pogba usai laga.
"Kami bermain untuk Inggris, kami bermain untuk Manchester, dan kami bermain untuk orang-orang yang telah meninggal," ujar Pogba seperti dikutip dari Antara.
Jakarta dan Trauma Setan Merah
Bagi Man United sendiri, teror bom dan Indonesia bukan kali pertama mereka rasakan. Menarik mundur delapan tahun silam, Wayne Rooney dan kolega juga sempat ketar-ketir karena bom yang terjadi di Jakarta.
Saat itu, Setan Merah tengah menjalani tur pramusim ke Asia Tenggara. Indonesia menjadi salah satu destinasi tur mereka pada tahun 2009 silam.
Sebuah rencana matang sudah disiapkan Man United sejak 24 Januari 2009 terkait kunjungan mereka ke Jakarta pada tanggal 24 Juli 2009.
Nahas, 17 Juli 2009 dua ledakan bom terjadi di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton. Seperti dilansir dari Goal.com, lokasi pertama merupakan tempat di mana Skuat Setan Merah direncanakan akan menginap.
Beruntung, rombongan skuat merah putih belum tiba di Jakarta saat itu. Padahal, Timnas Indonesia All Star yang bakal lawan tanding mereka sudah mulai berlatih di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) jelang laga uji coba ini.
Teror bom ini pun membuat sejumlah tim Eropa sempat berpikir ulang untuk melakoni laga uji coba di Tanah Air. Klub pertama yang singgah ke Indonesia justru adalah LA Galaxy bersama David Beckham-nya pada tahun 2011.
Klub tersebut merupakan salah satu peserta Major League Soccer (MLS), sebuah kompetisi sepakbola papan atas asal Amerika Serikat. Kedatangan La Galaxy ini kemudian menjadi jalan bagi klub lain untuk beruji coba ke Indonesia.
Menyusul Inter Milan setahun kemudian, lalu ada Arsenal dan Liverpool pada tahun 2013. Agenda uji coba klub Eropa pun mulai rutin sejak saat itu untuk melakoni laga persahabatan di Indonesia.
Kisah Serupa Usai Duka yang Sama
Menilik dari dekatnya Man United dan teror bom di Indonesia menjadi salah satu pilu tersendiri. Usai dua kejadian tersebut, Man United sama-sama gagal menjadi juara di Liga Primer Inggris.
Pada tahun 2009, usai digagalkan teror bom Kuningan, anak asuh Sir Alex Ferguson hanya mampu mengakhiri musim sebagai runner up. Sementara tahun ini, Man United baru saja mengakhiri musim di posisi keenam Liga Primer Inggris.
Bedanya, Man United sukses meraih Liga Europa setelah kejadian bom Kampung Melayu. Tapi satu hal yang pasti, Setan Merah dan Indonesia dilekatkan oleh teror bom pada akhirnya.
Sebagai salah satu olahraga yang populer di seluruh belahan dunia, sepakbola memang rentan menjadi sasaran teror. Aksi brutal ini memang bertujuan untuk menyaput perhatian dunia melalui cara tak manusiawi.
Di luar klenik atau pun kisah pilu usai perbuatan yang menyisakan duka, teror bom di dalam maupun di luar sepakbola mestinya harus segera dihentikan. Bagaimanapun juga, kemanusiaan perlu menjadi acuan dalam berbagai bentuk aksi atas ketidakpuasan berbagai kelompok di dunia.