Liga China Jadi Peti Berlapis Emas untuk Pemain Bintang
Ramires, Alexandre Pato, Carlos Tevez, Oscar, Hulk, dan masih banyak lagi merupakan sejumlah nama yang pernah bermain di level tingkat tinggi Eropa.
Sebagian besar di antara mereka ada yang memang ingin mencoba peruntungan di benua Asia dan tidak sedikit juga yang ingin mendapatkan gaji besar atau dengan kata lain karena faktor uang.
Tentu tidak ada yang salah, jika sang pemain memilih untuk bermain bukan di Eropa, melainkan di benua Asia karena ingin mendapatkan pendapatan yang lebih. Karena pastinya setiap manusia memiliki pilihan masing-masing.
Namun dalam dunia sepakbola, tentunya ada sedikit yang menjadi perbedaan jika sang pemain bermain di level yang dapat dikatakan kurang mentereng hanya demi mendapatkan gaji besar.
Dengan kata lain, maka kompetisi Chinese Super League (CSL) bisa saja menjadi peti berlapis emas bagi para pemain bintang. Artinya adalah mereka rela kehilangan nama baik mereka demi mendapatkan emas alias gaji fantastis.
Lalu mengapa CSL dapat menjadi peti berlapis emas untuk pemain bintang? Berikut ini INDOSPORT memberikan alasannya:
1. Nama Besar Pemain Meredup
Bagi pencinta sepakbola sejati, siapa yang tidak kenal dengan nama Alexandre Pato? Hulk? Gervinho? Oscar? Fredy Guarin? Jackson Martinez? Carlos Tevez? Graziano Pelle? Dan sejumlah nama beken lainnya?
Nama-nama di atas merupakan contoh nama sebagian pesepakbola bintang yang pernah menjadi andalan dan rebutan klub-klub elite di Eropa.
Namun, nama-nama tersebut secara perlahan mulai berkurang, bahkan tidak muncul lagi dari pemberitaan atau pembicaraan dikarenakan mereka tengah berjibaku di CSL, kompetisi yang tentunya dinilai jauh jika dibandingkan dengan kompetisi elite di Eropa.
Tidak ada yang salah memang, hanya saja nama baik mereka di dunia sepakbola kini telah meredup. Lihat saja di jendela transfer musim panas ini, tidak ada klub-klub elite Eropa, bahkan klub semenjana di Eropa sekalipun yang berminat untuk memboyong mereka.
Salah satu alasannya adalah karena klub Eropa tersebut merasa kesulitan untuk mengimbangi atau melebihi gaji yang didapat di klub yang dibela sang pemain.
Tidak hanya itu, karena jarangnya mendapat pemberitaan membuat beberapa klub Eropa pun pastinya tidak sedikit yang memantau perkembangan pemain tersebut, sehingga mereka lebih memilih untuk mencari pemain lainnya yang bermain di Eropa atau Brasil.
Mari kita tengok nama striker yang sempat menjadi rebutan klub elite Eropa, seperti Manchester United, Chelsea, Arsenal, Real Madrid, dan Bayern Munchen, yakni Jackson Martinez.
Striker yang mencuat bersama FC Porto dari tahun 2012 hingga 2015 ini akhirnya sempat memilih bermain di Atletico Madrid pada musim 2015/16. Karena kurang cocok bermain di bawah arahan Diego Simeone membuat Martinez harus dilepas ke klub lain.
Uniknya, pemain asal Kolombia ini justru memilih ke CSL untuk bermain di Guangzhou Evergrande. Kini, ia pun tidak lagi menjadi rebutan klub elite Eropa.
Martinez merupakan salah satu pemain yang telah disebutkan di atas, di mana mereka telah menjadi incaran sejumlah klub elite Eropa.
2. Nama Baik Pesepakbola Brasil Berkurang
Harus diakui, jika Brasil benar-benar mampu menciptakan atau melahirkan pemain bintang sepakbola. Rasanya tidaklah berlebihan, jika menyebut Negeri Samba itu ladangnya para pesepakbola dunia.
Hampir di setiap tahunnya Negara Brasil selalu memunculkan nama-nama bintang sepakbola yang menjadi buruan klub elite Eropa.
Nah, kompetisi CSL sendiri memang lebih banyak mendatangkan pemain berdarah Brasil ketimbang pemain Eropa, Amerika, atau pun Afrika.
Sayangnya, nama baik pesepakbola Brasil seakan menjadi berkurang jika melihat beberapa pemain mereka melakukan hal yang seharusnya jarang terjadi bagi pemain Brasil, apalagi mereka yang memiliki label bintang.
Adalah dua penggawa Shanghai SIPG, Oscar dan Hulk, serta striker Tianjin Quanjian, Alexandre Pato yang gagal mengeksekusi penalti dalam laga yang dimainkan mereka.
Tidak hanya itu, mantan gelandang Chelsea, Ramires juga pernah mendapatkan kartu merah yang sempat menghebohkan kompetisi CSL. Dilansir DailyMail, Ramires tidak menerima keputusan wasit yang memberikannya kartu merah karena melakukan pelanggaran ringan.
Tak ayal, ia pun harus ditahan seluruh rekan dan staff timnya karena ingin menyerang wasit tersebut. Berikut ini adalah cuplikan-cuplikan videonya:
Oscar
Hulk:
Pato:
Ramires:
3. Kualitas Permainan Berkurang
Beda kompetisi, beda negara, beda benua, tentunya memiliki perbedaan yang sangat jelas dalam gaya bermain di masing-masing liga domestik.
Ambil contoh pada tiga liga elite Eropa tertinggi, Liga Primer Inggris dikenal dengan gaya bermain mereka yang keras dan cepat, La Liga Spanyol mengutamakan teknik permainan yang rapi dan kekompakan tim, sementara Serie A Italia memiliki gaya bermain yang lebih sabar dalam membangun serangan, tetapi memiliki pertahanan yang kuat.
Lalu bagaimana dibandingkan dengan kompetisi di Asia, terutama di CSL? Percaya atau tidak, pastinya gaya bermain CSL jika dibandingkan dengan tiga liga elite Eropa tersebut memiliki kualitas di bawahnya.
Beberapa contohnya adalah duel fisik, jika di Eropa mungkin duel fisik seperti sentuhan badan (body contact) tidak terlalu dianggap sebagai pelanggaran, jika di CSL bisa saja dianggap pelanggaran.
Selain itu, faktor cuaca dan arah angin yang dapat memengaruhi kualitas sang pemain. Kondisi ini tentunya dapat mengurangi kualitas permainan si pemain.
Mereka yang sudah terbiasa bermain keras atau memiliki tendangan yang akurat di Eropa, belum tentu mereka dapat melakukannya di CSL. Situasi ini tentu membuat mereka harus beradaptasi lagi dengan keadaan tersebut.
Tentu akan menjadi sebuah masalah, jika nantinya mereka akan kembali di Eropa. Kualitas mereka pastinya akan berkurang, jika dibandingkan saat mereka masih menjadi rebutan klub-klub elite tersebut.