x

3 Pelajaran Berharga Pasca Pengakuan FIFA Terkait Tampilnya Indonesia di Piala Dunia

Senin, 29 Januari 2018 18:25 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Ivan Reinhard Manurung

Negara-negara kuat Asia seperti  Iran, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, dan Australia tentu sudah tidak asing dengan keikutsertaan di Piala Dunia. Akan tetapi federasi sepakbola dunia atau FIFA baru-baru ini mengungkapkan fakta jika Indonesia adalah negara Asia pertama yang tampil di kejuaraan empat tahunan tersebut.

Rupanya FIFA meninjau keikutsertaan Hindia Belanda (nama Indonesia saat itu) di Piala Dunia 1938 yang merupakan edisi ketiga yang digelar dari tanggal 5 Juni hingga 19 Juni 1938 di Prancis. Ketika itu, Hindia Belanda menggantikan Jepang yang mengundurkan diri.

Baca Juga

Dalam kiprahnya, Hindia Belanda terpaksa takluk dengan skor 6-0 dari Hungaria di laga perdana. Hal itu sekaligus menghentikan langkah Mo Heng Tan dan rekan-rekan menuju babak utama.

Meski demikian, setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa diambil sepakbola Indonesia seiring dengan pengakuan FIFA tersebut. Apa saja hal yang bisa diambil untuk meningkatkan kualitas sepakbola Tanah Air? berikut INDOSPORT menjabarkannya untuk anda.


1. Motivasi bagi Pemain Muda

Egy Maulana Vikri tengah duduk di lapangan hijau.

Salah satu pandit sepakbola nasional, Mohamad Kusnaeni atau biasa dikenal dengan Bung Kus menyatakan pengakuan FIFA tersebut seharusnya mendorong pemain muda untuk lebih bekerja keras dan tekun berlatih. Dengan pengakuan itu pula secara tidak langsung FIFA telah memberikan perhatian untuk sepakbola Indonesia.

"Pengaruhnya tentu ada, walaupun secara tidak langsung. Soalnya kan itu Hindia Belanda bukan Indonesia. Kemudian dahulu kan belum mengenal kualifikasi yang rumit seperti sekarang," buka Bung Kus. 

"Tetapi setidaknya ini bisa menjadi pendorong semangat bagi pemain muda bahwa Indonesia pernah ada jejak sejarah di Piala Dunia," sambungnya.

Tak hanya soal motivasi, pemain di era 1930-an juga mengajarkan mengenai perjuangan dan sikap rela berkorban demi mengharumkan nama bangsa. Bayangkan saja, para pemain saat itu dilaporkan meninggalkan keluarnya hingga berbulan-bulan lamanya. Keadaan itu tidak lain disebabkan perjalanan antar benua yang tidak semudah saat ini. 

Hal itu tentunya harus menjadi pelecut semangat bagi pemain muda potensial seperti Egy Maulana Vikri yang dilaporkan dilirik klub Eropa. Apalagi pemain Timnas U-19 itu secara tegas telah mengatakan ia ingin membuktikan jika pesepakbola Tanah Air juga bisa merumput di kancah dunia.

"Saya ingin main di Eropa biar orang luar negeri juga tau kalau orang Indonesia juga bisa main bola," tegasnya.


2. Cambukan bagi PSSI

Edy Rahmayadi saat membuka Kongres PSSI

Selain membangkitkan semangat pemain muda, setidaknya pengakuan FIFA harusnya menjadi cambukan bagi federasi sepakbola Indonesia, PSSI untuk berkerja lebih giat. Pasalnya, Indonesia sudah cukup lama tidak berprestasi bahkan untuk di kawasan Asia Tenggara. 

Pandit sepakbola nasional, Supriyono Prima mengatakan Indonesia harus mulai memperhatikan terkait pentingnya infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), kompetisi, pembinaan dan lainnya untuk memajukan sepakbola Tanah Air. 

"Seharusnya ini (pengakuan FIFA) menjadi motivasi dan momentum kebangkitan sepakbola Indonesia bahwa kita juga sebenarnya punya potensi. Namun tentu bukan hanya sekedar motivasi tapi jadi pelecut bagi pihak terkait untuk menyiapkan wadah pembinaan yang berjenjang dan berkesinambungan," ujarnya.

"Perlu SDM, infrastruktur, sistem dan konsep untuk bisa mengembalikan kejayaan sepakbola Indonesia di kawasan Asia dan Dunia. Perlu kompetisi yang sehat," sambungnya.

Apa yang disapaikan di atas memang benar adanya, pasalnya sepakbola Indonesia belum juga memberikan prestasi prestisius belakangan meski punya euforia yang luar biasa. Terakhir kali Timnas senior Indonesia harus puas sebagai runner up pada Piala AFF 2016 lalu.

Keadaan ini harusnya menjadi pekerjaan rumah bagi PSSI pasca dicabutnya sanski FIFA pada 2015 lalu. Apalagi pada 2018 ini, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah Asian Games, Piala AFF hingga Piala AFC.


3. Mengajarkan Keberagaman

Timnas Indonesia Pada Piala Dunia 1938.

Timnas Indonesia atau tepatnya Hindia Belanda pada tahun 1938 selain mengajarkan mengenai kerja keras tetapi juga soal keberagaman di Indonesia. Jika diperhatikan secara detail, pemain yang dibawa ke kualifikasi Piala Dunia saat itu berasal dari berbagai kalangan seperti suku Jawa, Maluku, Tionghoa, dan Indo-Belanda.

Mereka adalah Mo Heng Tan (HCTNH Malang), Jack Samuels (Hercules Batavia) di posisi penjaga gawang, kemudian ada  Frans G. Hu Kon (Sparta Bandung), Dorst, J. Harting Houdt Braaf Stand (HBS Soerabaja), Teilherber (Djocoja Djogjakarta) sebagai pemain belakang. 

Selanjutnya ada  Frans Alfred Meeng (SVBB Batavia), Achmad Nawir (HBS Soerabaja), Anwar Sutan (VIOS Batavia),  G.H.V.L. Faulhaber (Djocoja Djogjakarta), G. Van den Burgh (SVV Semarang) di posisi tengah serta di lini depan dihuni oleh nama-nama seperti Suvarte Soedarmadji (HBS Soerabaja), Tan Hong Djien (Tiong Hoa Soerabaja), Tan See Han (HBS Soerabaja), Herman Zomers (Hercules Batavia), Isaac 'Tjaak' Pattiwael (VV Jong Ambon Tjimahi), M.J. Hans Taihuttu (VV Jong Ambon Tjimahi), R. Telwe (HBS Soerabaja).

Keberagaman tersebut juga seharusnya tidak hanya berlaku di Timnas Indonesia, namun diharapkan merambah ke luar lapangan terutama pada ranah suporter. Pasalnya pada kompetisi sepakbola Tanah Air kerap terjadi kekacauan yang bahkan berujung kematian akibat perbedaan ideologi dari setiap pendukung klub.

Memasuki musim baru Liga Indonesia, seharusnya segala kekacauan antar suporter bisa dihindari dan mulai dihilangkan jika ingin Indonesia lebih banyak dilirik dunia.

FIFAPSSITimnas IndonesiaLiga IndonesiaEgy Maulana Vikri

Berita Terkini