Chelsea vs Liverpool: Duel Taktik Revolusioner Sarrismo vs Gegenpressing
FOOTBALL265.COM - Pekan ke-7 Premier League 2018/19 kembali akan mempertandingkan laga big match antara Chelsea vs Liverpool pada Sabtu (29/09/18) WIB. Laga yang berlangsung di Stamford Bridge dipastikan akan berjalan sengan sangat menarik.
Laga kali ini menjadi sangat spesial karena kedua tim berada di posisi pertama untuk Liverpool dan Chelsea berada 2 strip dibawah si merah. Si biru pasti akan termotivasi memberi noda bagi armada Anfield Genk yang hingga saat ini menjadi satu-satunya tim di Inggris meraih rekor 100% kemenangan di kancah liga.
Sayangnya, Liverpool patut waspada karena di bentrok terakhir di ajang Piala Liga Inggris, skuat asuhan Jurgen Klopp dipaksa menyerah 1-2 di rumah sendiri. Lebih ironis lagi, kemenangan Eden Hazard dan kawan-kawan diraih setelah tertinggal terlebih dahulu A.K.A comeback style.
Liverpool unggul lebih dulu lewat sepakan akrobatik mantan pemain Chelsea, Daniel Sturridge 13 menit interval kedua baru dimulai. Chelsea yang tetap bermain tenang di tengah tekanan suporter Liverpool itu mampu menunjukkan kapasitasnya dengan gol Emerson Palmieri dan Eden Hazard.
Meski kalah, Jurgen Klopp masih ada kesempatan balas dendam atas kekalahannya dari juru taktik The Blues, Maurizio Sarri di ajang Liga. Pertarungan antara filosofi sepak bola menyerang yang kerap diterapkan oleh kedua tim seyogyanya akan mensuguhi permainan yang menghibur bagi fans netral.
Uniknya, baik Sarri ataupun Klopp, memiliki banyak kesamaan dalam hal filosofi sepakbola menyerang yang mereka anut. Sadar atau tidak Sarrismo ala Sarri dan Gegenpressing ala Klopp telah membawa banyak perubahan dari Chelsea maupun Liverpool.
1. Revolusi yang Terjadi di Liverpool
Sebelum Jurgen Klopp menduduki kursi kepelatihan The Kops, Liverpool telah memiliki sejumlah pelatih yang bisa dikatakan gagal karena belum berhasil mengangkat peforma Liverpool secara signifikan. Sejak Rafael Benitez dipecat, Liverpool telah memiliki 3 manajer yang duduk di kursi panas itu.
Dimulai Roy Hodgson hingga Brendan Rodgers, tidak ada yang bisa dikatakan sukses. Hanya Kenny Dalglish yang meraih gelar juara di Piala Liga tapi dengan gaya permainan yang sangat kuno yaitu kick n' rush.
Brendan Rodgers adalah pelatih yang berpedoman pada penguasaan bola yang tinggi. Sayangnya, gaya permainan ini dianggap membosankan karena terlalu bertele-tele dan tidak langsung menyerang ke pertahanan lawan. Hingga saat dirinya dilengserkan, Rodgers tak mampu mempersembahkan satu gelarpun bagi Liverpudlian.
Gegenpressing ala Klopp
Mantan pelatih Borussia Dortmund datang ke Anfield dengan filosofi permainan Gegenpressing yang terbukti sukses besar di Jerman. Gegenpressing, jika diartikan ke dalam frasa Inggris, menjadi Counter-pressing merupakan gaya permainan menyerang yang diyakini Klopp mampu memutus puasa gelar liga sejak 1989/1990.
Pada hakikatnya, gegenpressing merupakan permainan yang menghambat serangan balik lawan. Ketika kehingalan bola, Liverpool layaknya bermain dengan 10 pemain bertahan yang harus aktif merebut bola. Klopp meyakini transisi suatu tim dari bertahan ke menyerang maupun sebaliknya merupakan celah yang bisa dimanfaatkan.
Jika Liverpool berhasil merebut bola di daerah lini pertahanan, akan membuat serangan yang dibangun menjadi sangat berbahaya karena defence tim lawan belum siap untuk melakukan transisi ke bertahan.
Pada pertandingan melawan Paris Saint-Germain, ketika Thiago Silva memegang bola, para pemain Liverpool sudah siap diposisinya untuk menekan dan memotong jalur umpan Silva.
Daniel Sturridge bertugas dalam menekan duet bek tengah Paris Saint-Germain. Sedangkan, Sadio Mane dan Mohamed Salah bersiap memotong jalur operan ke 2 bek sayap. Para gelandang Lliverpool seperti James Milner dan Georginio Wijnaldum juga fokus mengawal Adrien Rabiot dan Di Maria.
Pada intinya 5 pemain Liverpool bertugas untuk mengawal ketat 7 pemain PSG yang membuat Neymar dan kawan-kawan sulit untuk mengembangkan permainan. Anak-anak Thomas Tuchel terpaksa lebih banyak melakukan backpass ke kiper untuk menetralisir permainan kejar-kejaran setan yang diusung Klopp.
Serangan Liverpool akan menjadi sangat berbahaya jika mampu mendapatkan bola di daerah pertahanan lawan. Kecepatan dan operan yang presisi ketika mampu merebut bola adalah inti dari gegenpressing.
Revolusi permainan penguasaan bola yang bertele-tele dari Rodgers diubah menjadi serangan balik yang sangat heavy metal ala Klopp. Satu lagi perubahan besar ada di mental pemain yang sanggup mengejar ketertinggalan gol dari lawan.
2. Revolusi di Chelsea
Pada musim ini, Roman Abramovich melakukan sebuah kebijakan yang tidak biasa dari kebiasaanya. Jika dulu taipan asal Rusia lebih suka merekrut pelatih yang bermain pragmatis untuk menang macam Jose Mourinho hingga Antonio Conte.
Supaya tujuan bermain menang tercapai, pelatih-pelatih itu tak segan-segan bermain cenderung bertahan dengan kemenangan tipis. Tak perlu main cantik, yang penting menang dan berujung pada gelar juara.
Di masa Mourinho, bahkan Chelsea identik dengan permainan yang menumpuk banyak pemain di lini bertahan sambil menunggu untuk merebut bola dari lawan yang kemudian langsung melakukan counter attack kilat. Guyonan yang beredar di media sosial bahkan menyebut Chelsea dengan Tayo Fc yang menggambarkan taktik parkir bus.
Conte yang memiliki beberapa variasi dalam menyerang juga pada akhirnya tetap mengedepankan hasil permainan. Gaya bermain Juventus yang cenderung bertahan juga ikut dibawanya saat melatih Chelsea.
Sarrismo ala Sarri
Namun, di musim ini ada rasa berbeda dari apa yang terjadi dengan Chelsea. Maurizio Sarri datang ke Stamford Bridge dengan filosofi Sarrismo. Gaya main yang dibangun dari belakang dengan mengandalkan kerja sama tim ini merupakan permainan yang sangat menghibur
Mantan pegawai bank itu memang lebih mengutamakan permainan cantik ketimbang hasil. Pep Guardiola sendiri pernah menyebut jika Napoli yang dilatih Sarri adalah salah satu tim tersulit yang pernah dikalahkannya.
Sebenarnya Sarri-ball dengan tiki-taka Guardiola hampir mirip karena pada prinsipnya menekan lawan dengan penguasaan bola. Namun ada dua inovasi yang dibawa oleh pelatih berkaca mata itu.
Yang pertama adalah coming from behind yang dilakukan oleh seorang gelandang bertahan. Baik di Chelsea dan Napoli, peran itu diberikan ke Jorginho. Pergerakannya yang dapat muncul tiba-tiba diantara penyerang dan gelandang membuat penguasaan bola di sepertiga lapangan akhir dapat dipertahankan berkat kehadirannya.
Kedua adalah keunggulan jumlah pemain yang membuat mental pemain lawan menjadi ciut. Kehadiran Jorginho yang dapat bergerak mobile membuat Chelsea selalu kelihatan jumlah pemain dari setiap operan cepat segitiga yang dimainkan.
Saking krusilanya peran Jorginho di gelandang bertahan membuat N'golo Kante terpaksa bergeser ke gelandang tengah. Idenya mengubah posisi Kante juga brilian karena dirinya mampu merebut bola sedini mungkin serta memungkinkan Kante semakin aktif membuka ruang bagi pemain lain saat menyerang.
Pada dasarnya, sarrismo berfokus pada penguasaan bola yang tinggi, pergerakan cair dari trio penyerang, serta mengalirkan bola dengan cepat. Jorginho adalah otak permainan yang mampu menerjemahkan apa yang diinginkan oleh pelatih yang tidak bisa lepas dari rokok itu untuk mengubah mental bertahan Chelsea menjadi lebih menyerang.
3. Pembuktian di Stamford Bridge
Laga yang terjadi akhir pekan ini adalah ajang pembuktian filosofi permainan menyerang manakah yang lebih baik. 3 poin juga dapat berarti kans meraih gelar liga semakin besar karena mampu kalahkan salah satu pesaing utama.
Untuk sementara Sarri unggul setelah singkirkan Salah dan kawan-kawan di Piala Liga. Akan tetapi, di ajang itu kedua tim tidak menurunkan pemain terbaiknya guna dapat mengistirahatkan pemain inti di ajang liga.
Ada satu jawaban mengapa Chelsea lebih unggul di tengah pekan, alasannya terletak pada kedalaman skuat. Alberto Moreno yang menggantikan peran Andy Robertson tidak mampu tampil sebaik bek kiri Chelsea, Emerson yang mampu cetak gol.
Sekedar informasi, Emerson Palmieri adalah pelapis bagi Marcos Alonso. Kedalaman skuat Chelsea yang lebih baik memungkinkan cadangannya lebih baik dari Liverpool.
Untuk kamu yang tidak ingin menonton sendiri pertandingan di malam minggu, jangan galau karena INDOSPORT mengadakan nonton bareng di Cilandak Townsquare (Citos), Jakarta Selatan, Sabtu (29/09/19) mulai pukul 21.00 s/d 02.00 WIB.
Tak hanya menonton saja. INDOSPORT juga sudah menyiapkan berbagai hiburan yang pastinya bisa menambah keseruan menonton pertandingan adu taktik antara gegenpressing vs sarrismo. Jadilah saksi pertandingan bigmatch penentu juara liga bersama INDOSPORT.
Terus ikuti berita sepak bola dan berita olahraga lainnya di FOOTBALL265.COM