x

3 Kerugian yang Bisa Didapat Sepak Bola Indonesia dari Proses Naturalisasi Egwuatu Ouseloka

Kamis, 17 Januari 2019 13:59 WIB
Penulis: Petrus Tomy Wijanarko | Editor: Cosmas Bayu Agung Sadhewo

FOOTBALL265.COM - Induk sepak bola Indonesia, PSSI belakangan sedang disibukan dengan proses naturalisasi pemain berkebangsaan Nigeria, Godstime Egwuatu Ouseloka.

Jika terwujud, kebijakan naturalisasi ini bisa menimbulkan kerugian bagi sepak bola Indonesia.

Ya, Egwuatu Ouseloka atau yang akrab dipanggil Olisa, nampaknya tak lama lagi akan segera mendapat perubahan status terkait kewarganegaraannya. Ia dalam waktu dekat akan menjalani proses naturalisasi sebagai warga negara Indonesia.

Hal itu diketahui dari rilisan Kemenpora ketika menggelar rapat dengan Komisi X DPR RI pada Senin (14/01/19) kemarin.

Dalam rilisan itu disebutkan bahwa salah satu agenda kerja PSSI tahun ini adalah melakukan proses naturalisasi terhadap seorang pemain sepak bola bernama Egwuatu Ouseloka.

Baca Juga

"Rapat ini untuk menyiapkan bahan-bahan sebelum kita rapat dengan DPR RI minggu ini tentang evaluasi penyelenggaraan Asian Games, Asian Para Games, serta rencana naturalisasi kewarganegaraan pemain sepak bola Egwuatu Godstime Ouseloka dari Nigeria," ujar Menpora Imam Nahrawi dikutip dari rilis yang diterima portal berita olahraga INDOSPORT.

Jika proses naturalisasi Olisa jadi benar-benar terwujud, PSSI sekiranya harus mempertimbangkannya dengan sebaik mungkin. Pasalnya, naturalisasi Olisa bisa berpotensi menimbulkan kerugian tersendiri bagi sepak bola Indonesia.

Lalu, kira-kira apa saja kerugian yang muncul dari program naturalisasi Olisa tersebut? INDOSPORT mencoba merangkumnya ke dalam ulasan singkat berikut ini.


1. Kualitasnya Belum Terbukti

Egwuatu Ouseloka (kanan) saat dikenalkan oleh Aceh United.

Nama Olisa mungkin terdengar masih begitu asing bagi publik sepak bola Indonesia. Maklum saja, Olisa lebih banyak menghabiskan karier di klub-klub kasta kedua.

Lewat reputasinya yang seperti itu, secara tak langsung menggambarkan kalau kualitas Olisa belum benar-benar terbukti sebagai pemain top. Ia belum mampu bersaing dan membuktikan kualitasnya di kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia.

Baca Juga

Musim lalu Olisa bermain untuk klub Liga 2, Aceh United. Prestasi terbaiknya mungkin dengan menjadikan Persebaya Surabaya DU menjuarai Divisi Utama (Liga 2) pada 2013 lalu.


2. Menghambat Potensi Pemain Lokal

Penggawa Timnas Indonesia U-19 tertunduk lesu usai kalah dari Jepang U-19.

Banyak negara khususnya di Asia Tenggara yang gencar melakukan proses naturalisasi untuk pemain sepak bola. Semua dilakukan demi meningkatkan prestasi negaranya di kompetisi internasional.

Namun, kebijakan naturalisasi ternyata ibarat dua sisi mata pisau. Ada pula efek buruk yang muncul, yakni terhambatnya potensi para pemain lokal.

Bila berkaca pada kasus Olisa, tak usah terlalu jauh berbicara ke Timnas Indonesia. Pada level klub saja, jika ada pemain lokal yang posisinya sama dengan Olisa, kemungkinan besar akan terhambat potensinya.

Baca Juga

Sang pelatih diyakini bakal lebih condong untuk memilih Olisa sebagai pemain utama yang menempati posisi itu. Faktor inilah yang akan membuat proses naturalisasi Olisa bisa berpotensi menimbulkan kerugian.


3. Belum Tentu Terpakai di Timnas

Greg Nwakolo di laga melawan Barito Putera.

Sepak bola Indonesia sudah cukup lama menerapkan kebijakan naturalisasi. Alhasil, banyak pemain naturalisasi yang kini menghiasi jagat sepak bola Indonesia.

Namun, tak semua pemain naturalisasi itu terpakai ke dalam Timnas Indonesia. Lihat saja pada gelaran Piala AFF 2018 lalu, sosok Esteban Vizcarra yang baru dinaturalisasi justru tidak dimasukan ke dalam tim.

Baca Juga

Tak hanya Vizcarra, masih ada banyak lagi nama top seperti Victor Igbonefo, Greg Nwakolo, Sergio van Dijk, dan sebagainya. Jika Olisa jadi dinaturalisasi, kemungkinan daftar pemain mubazir ini akan bertambah dan tak terpakai lagi di Timnas Indonesia.

Terus Ikuti Berita Sepak Bola Liga Indonesia Lainnya Hanya di INDOSPORT

PSSILiga IndonesiaTRIVIA

Berita Terkini