Dihajar Thailand, Ini 5 Kesalahan yang Perlu Dibenahi Timnas U-23
FOOTBALL265.COM - Bak petir di siang bolong yang menyambar Stadion My Dinh National Stadium, Vietnam. Tim nasional Indonesia U-23 babak belur dihajar Thailand dengan skor telak 0-4 di laga pembuka Grup K Kualifikasi Piala Asia U-23 2020, Jumat (22/3/19).
Padahal, Indonesia U-23 sempat merasakan euforia dengan mengalahkan lawan yang sama di final Piala AFF sebulan yang lalu. Euforia itu seketika berubah menjadi sedih, kecewa, rasa geram, dari para suporter Indonesia U-23.
Berondongan empat gol Thailand yang berasal dari brace Supachai, Shinnaphat, dan Supachok, sudah lebih dari cukup untuk membuat suporter timnas U-23 patah hati. Permainan kelas juara Piala AFF U-22 sudah tak terlihat lagi semalam.
Terdapat banyak penjelasan mengapa Indonesia U-23 bermain kurang greget melawan Thailand. Setidaknya ada lima kesalahan yang mungkin dapat menjelaskan mengapa pasukan Indra Sjafri tampil begitu buruk di laga perdana Kualifikasi Piala Asia 2020.
Berikut INDOSPORT coba mengulas lima kesalahan yang perlu dibenahi oleh timnas Indonesia U-23.
Kurang Tenang
Kesalahan pertama yang sangat terlihat jelas adalah kurang tenangnya para penggawa Indonesia U-23 di atas lapangan. Seringkali para pemain melakukan pelanggaran yang tidak perlu.
Pelanggaran demi pelanggaran dilakukan karena mereka cenderung tidak sabar untuk segera merebut bola dari kaki pemain Thailand. Personel yang selama ini dikenal paling tenang, Luthfi Kamal, bahkan sempat menerima kartu kuning.
Rasa frustasi, kecerobohan, dan gugup bercampur aduk membuat timnas U-23 terus bermain di bawah tekanan Thailand. Puncaknya, pelanggaran Rachmat Irianto di kotak terlarang yang memaksa wasit menghadiahkan penalti kepada Thailand sekaligus membunuh semangat bertanding Indonesia.
1. Banyak Buang Peluang
Sejatinya, timnas U-23 memiliki kesempatan membuka skor terlebih dulu ketika Osvaldo Haay mendapatkan bola di dalam kotak penalti pada menit ke-5. Entah apa yang terjadi, umpan matang Saddil Ramdani tak mampu dikontrol dengan baik olehnya sehingga bola terlepas.
Padahal, mental bertanding akan meningkat sekaligus mengusir rasa gugup laga perdana jika Osvaldo mampu mencetak gol di kesempatan itu. Tak hanya sekali, tercatat ada dua peluang bersih yang diperoleh Indonesia U-23 selanjutnya.
Pertama ketika Osvaldo lagi-lagi berhadapan satu lawan satu dengan kiper, lalu Dimas Drajad yang menggetarkan gawang, tapi dianulir karena tertangkap offside. Praktis hanya ada tiga peluang bersih dan mereka tidak efektif memaksimalkannya.
Kurang Melakukan Pressing
Jika melihat kembali rekaman pertandingan kontra Thailand, sangat jelas ada perbedaan saat melakukan pressing. Acap kali ketika Indonesia U-23 membangun serangan, pemain lawan segera melakukan pressing sejak di tengah lapangan.
Lain halnya ketika para pemain Thailand gantian membangun serangan. Barisan pertahanan Indonesia U-23 justru langsung turun ke belakang dan baru pressing ketika lawan sudah memasuki kotak penalti, tidak seketat yang dilakukan kubu Gajah Perang.
Gaya bertahan yang cenderung menunggu itu menimbulkan tanda tanya karena Timnas U-23 sedang tertinggal dan butuh gol cepat untuk membalas. Pertahanan dengan zona marking justru membuat Thailand semakin nyaman memainkan bola di tengah dan mengulur waktu.
2. Terlalu Individualis
Permainan sepak bola diciptakan dengan aturan satu tim berisi 11 orang yang mengandalkan semangat kolektivitas. Akan tetapi, Indonesia U-23 seakan mengabaikan fakta tersebut dengan bermain terlalu individualistis.
Timnas U-23 membangun serangan dengan cara menggiring bola terlalu lama. Ada satu momen di mana Asnawi Mangkualam melewati tiga pemain Thailand, tapi setelah itu kebingungan karena tak ada rekan yang mendekatinya sehingga peluang tim terbuang sia-sia.
Tak hanya menyerang, ketika bertahan pun Timnas U-23 tidak melakukan pressing secara berkelompok, melainkan sendiri-sendiri saja. Berbeda jauh dengan Thailand yang melakukan pressing secara berkelompok dengan empat atau lima pemain mengepung satu pemain Indonesia.
Jarak Antarpemain Terlalu Jauh
Ada satu penyebab mengapa Indonesia U-23 bermain terlalu individualis, yaitu jarak antarpemain terlalu jauh. Lini tengah yang bertugas mengalirkan bola kepada lini serang harus menggiring bola agak jauh dan sangat berisiko dicegat lawan.
Akibatnya, Marinus Wanewar yang bertindak sebagai penyerang tunggal seperti terisolasi karena tidak mendapat suplai bola yang cukup. Pelatih Indra Sjafri memang sempat menyadari itu dengan memasukan Dimas Drajad sebagai penyerang tambahan untuk menemani Marinus.
Tapi, terobosan itu terlambat karena Thailand sudah unggul terlebih dahulu yang membuat mereka bermain cenderung bertahan. Pada akhirnya kekalahan telak dari Thailand bukanlah akhir dari segalanya karena timnas U-23 masih bisa bangkit di sisa laga dengan syarat mengevaluasi lima kesalahan tersebut.
Terus Ikuti Perkembangan Timnas Indonesia U-23 dan Berita Olahraga Lainnya di INDOSPORT