'Ronaldo' di El Clasico dari Timur Itu Bernama Ahmad Junaidi
FOOTBALL265.COM – Final turnamen pramusim Piala Presiden 2019 terasa lebih menarik tatkala mempertemukan dua tim asal Jawa Timur (Jatim) yang syarat akan sejarah.
Final ini kerap disindir sebagai final Piala Gubernur Jatim karena melibatkan dua klub besar asal Pulau Jawa bagian timur, yakni Persebaya Surabaya dan Arema FC.
Pertarungan kedua tim selalu menyuguhkan tontonan yang menarik, baik di dalam lapangan maupun di luar arena pertandingan.
Rivalitas Persebaya dan Arema disebut sekelas dengan El Clasico, Der Klassiker, atau Derby della Madonnina, meski derbi besar di Indonesia lebih sering disandarkan ke laga final Perserikatan 1984/85 antara Persib Bandung vs PSMS Medan di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Persaingan Bajul Ijo dan Singo Edan, julukan masing-masing klub Persebaya dan Arema, juga tercermin dari militansi kedua suporter.
Bonek dan Aremania menjadi patron bagi suporter klub sepak bola Indonesia tentang bagaimana mencintai timnya sepenuh hati.
Final Piala Presiden 2019 antara Persebaya vs Arema kembali menghadirkan rivalitas dalam tensi tinggi meski kompetisi yang sesungguhnya belum kunjung dimulai.
Rivalitas ini patut disikapi dengan adem ayem sewajarnya manusia. Sosok Ahmad Junaidi pernah merasakannya sebagai seorang pemain sepak bola.
Ahmad Junaidi tahu betul terbelah rivalitas dan mengadu nyali dengan berkostum Persebaya serta Arema bahkan merasakan membobol gawang dua mantan klubnya tersebut.
1. 'Pelerai' di Tengah Rivalitas
Ahmad Junaidi lahir di kota yang bersahaja bernama Probolinggo. Tak pernah terbayang sebelumnya ia akan membela dua klub sepak bola dengan rivalitas besar di Indonesia.
Pengalaman unik dialami oleh Ahmad Junaidi sepanjang kariernya sebagai pemain sepak bola. Ia terlebih dahulu membela Persebaya pada pertengahan era 90-an.
Pada pertandingan Persebaya Surabaya vs Arema Malang, 28 Juli 1996, Ahmad Junaidi berhasil mencetak gol ke gawang Arema saat Bajul Ijo menang 3-0.
Besar bersama Bajul Ijo, Ahmad Junaidi lantas membela Arema di tengah situasi sulit yang dialami oleh Singo Edan. Ia terbiasa mengumpulkan uang bonus yang berupa kumpulan uang receh hasil penjualan tiket pertandingan.
Masa-masa indah Ahmad Junaidi hanya berlangsung satu musim pada tahun 2001. Ia berhasil meraih gelar top skor dengan raihan 15 gol.
Menariknya, Ahmad Junaidi sempat bertemu Persebaya di Liga Indonesia 2001 pada 7 Juli 2001. Ia menjadi pahlawan kemenangan Arema atas Persebaya.
Kala itu, Ahmad Junaidi mencetak gol semata wayang kemenangan Arema dengan skor 1-0 yang berlangsung di Stadion Gajayana dengan kehadiran penonton kurang lebih sebesar 20.000.
Meski setelah itu kembali ke Persebaya, Ahmad Junaidi menuturkan bahwa Arema merupakan klub yang paling membuatnya berkesan.
“(Berkesan mana bela Arema atau Persebaya) Arema. Saya awal karier di Persebaya, terus pindah Arema, terus balik Persebaya lagi.”
“Tapi dua-duanya tim idola saya,” kata Ahmad Junaidi saat dihubungi awak media INDOSPORT, Minggu (07/04/19), via pesan WhatsApp.
Ahmad Junaidi telah merasakan lebih dari sekadar merinding ketika berseragam Persebaya dan Arema dalam sekali hidupnya.
“Yang jelas ini (Persebaya vs Arema) pertandingan klasik dan panas. Itu sudah terjadi mulai saya jadi pemain,” ungkapnya.
Ahmad Junaidi bisa menjadi ‘pelerai’ yang baik di tengah rivalitas panas kedua tim. Ia tetap bisa merasakan rivalitas sewajarnya manusia dan itulah sebenar-benarnya persaingan.
2. Ahmad Junaidi Adalah Ronaldo di Barcelona dan Real Madrid?
Ahmad Junaidi mengingatkan kita dengan Ronaldo Nazario de Lima. Kemiripan keduanya bukan dari potongan rambut nyentrik atau gelontoran prestasi.
Kesamaan Ahmad Junaidi dan Ronaldo lebih kepada nasib yang mengantarkan mereka berada di dua kubu yang berseteru. Ahmad Junaidi di Persebaya dan Arema, sementara Ronaldo di Barcelona dan Real Madrid.
Ahmad Junaidi memang tidak seberprestasi Ronaldo yang mampu meraih juara Copa del Rey, Piala Super Spanyol, dan UEFA Cup Winners bersama Barcelona dan dua gelar La Liga, Intercontinental Cup, dan Piala Super Spanyol bersama Real Madrid.
Akan tetapi, Ahmad Junaidi bisa tahu caranya menempatkan diri sebagai pemain Arema dan mantan pemain Persebaya, atau sebaliknya.
Ia tidak pernah membuat gaduh dan Bonek serta Aremania tidak mempermasalahkan kepindahan Ahmad Junaidi. Kisah yang sama pun turut dialami oleh Ronaldo.
Yang lebih mencolok hanya soal prestasi, yang tidak sepantasnya dipermasalahkan otomatis terkubur dalam-dalam bersama luka lama.
Ahmad Junaidi adalah Ronaldo kita bersama. Ia menjadi ikon pemersatu di tengah rivalitas yang seharusnya disikapi sewajarnya manusia.
Ikuti Terus Berita Sepak Bola Indonesia dan Olahraga Lainnya di FOOTBALL265.COM