PSSI Belum Mampu, Seberapa Sulit VAR Diterapkan di Liga 1?
FOOTBALL265.COM - Wacana mengenai penggunaan Video Assistant Referee (VAR) di Liga 1 2019 terus bergulir seiring keinginan klub untuk jalannya kompetisi yang jujur dan fair.
VAR terus menemukan momentumnya setelah begitu banyak manfaat yang bisa didapatkan.
Di Eropa, VAR kini sudah menjadi perangkat wajib untuk diterapkan di kompetisi liga, misalnya saja Serie A dan LaLiga. Bahkan, Liga Champions juga menggunakannya tahun ini.
Manfaatnya pun nyata adanya. Statistik menunjukkan penerapan VAR sanggup memangkas jumlah kesalahan ofisial di lapangan.
Tak perlu jauh-jauh ke Eropa, di ASEAN sendiri VAR sudah mulai digunakan. Tercatat ada dua liga yang sudah menggunakan, yakni Thailand, Vietnam. Sementara Liga Malaysia dipastikan akan menggunakannya pada kompetisi tahun 2020.
Lalu pertanyaannya, kapan Indonesia menggunakan VAR?
Jika bicara soal urgensi, sejatinya Liga 1 sangat membutuhkan VAR. Skandal match fixing yang mendera persepakbolaan tanah air sudah lebih dari cukup sebagai landasan penggunaan VAR.
Wasit, seperti yang kita tahu, memegang tanggung jawab besar dalam menentukan jalannya pertandingan.
Dengan begitu banyak kesalahan yang dibuat wasit Indonesia serta masalah match fixing yang mendera, VAR pun semestinya menjadi sebuah keharusan.
Bahkan, sejumlah klub rela patungan untuk pengadaan VAR di Liga 1 musim ini.
Sayangnya, gayung tak bersambut. PSSI sebagai induk sepak bola tertinggi Indonesia tak menyanggupi permintaan klub-klub dan suporter di Tanah Air.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh PSSI. Pertama, PSSI masih terkendala peralatan kamera yang memadai untuk VAR di setiap pertandingan.
Kedua, menurut PSSI, tidak semua wasit di Indonesia kompeten dalam penggunaan teknologi VAR dan mesti dilakukan pelatihan.
Terakhir, tidak semua pertandingan di Liga 1 sanggup dilaksanakan secara live.
Sebenarnya, jika kita menilik standar dan peraturan dalam penggunaan VAR, seberapa sulit teknologi tersebut diterapkan di Liga 1?
Tata Cara Penggunaan VAR
Mari kita menilik terlebih dahulu pada peraturan standar VAR yang ditetapkan FIFA. Standar ini sebatas digunakan di kompetisi Piala Dunia dan diadopsi pada sejumlah liga di Eropa.
Cara kerjanya, FIFA ataupun federasi sepak bola akan memilih 13 wasit sebagai video assistant yang duduk di sebuah ruangan khusus.
Dari dalam ruangan khusus itu, para wasit VAR akan menyaksikan dengan seksama siaran langsung pertandingan dengan akses semua kamera yang terletak di dalam stadion pertandingan, termasuk slow motion.
Dari situlah wasit VAR menghubungi wasit di lapangan jika ada sesuatu keputusan yang keliru atau kejadian yang luput dari perhatian wasit.
Tentunya tiap wasit di lapangan (termasuk hakim garis) harus menggunakan alat komunikasi berupa earpiece.
Jika melihat standar Piala Dunia atau kompetisi di liga top Eropa, dibutuhkan sekiranya 20 kamera dalam satu pertandingan.
Kameramen yang mengoperasikan pun tak bisa sembarangan. Mereka harus orang terlatih yang juga paham standar broadcasting untuk sebuah siaran televisi.
Sebab, tiap tayangan kamera VAR harus layak untuk disaksikan di televisi dalam sebuah tayangan live.
1. Seberapa Sulit VAR Diterapkan di Indonesia?
Jika ditanya apakah Liga 1 2019 sudah siap menerapkan teknologi VAR seperti yang dijelaskan di atas? Maka jawabannya adalah tidak.
Bahkan hampir mustahil untuk diterapkan setidaknya dalam beberapa tahun ke depan.
Bagaimana tidak, saat ini untuk menyediakan delapan kamera di stadion saja penyelenggara pertandingan kerap menemukan kesulitan. Bagaimana jika harus menaruh 20 kamera sekaligus.
Selain itu, dibutuhkan sumber daya baru yakni para kameramen yang mengoperasikan kamera. Biaya pun tentunya akan bertambah dengan pengadaan kamera-kamera baru.
Namun begitu, bukan berarti VAR tidak bisa diterapkan di Indonesia. Bahkan, jika memang disikapi dengan serius, sejatinya PSSI bisa menerapkan VAR di Liga 1 2019.
Harap dicatat, sampai saat ini VAR masih belum masuk ke dalam Laws of the Game, tetapi penggunaannya sebatas diuji coba oleh International Football Association Board di beberapa turnamen.
Selain itu, FIFA sendiri belum menerapkan standar pasti dalam penggunaan VAR. Penggunaan VAR di tiap liga pun bisa berbeda-beda.
Di sinilah celah yang bisa dimanfaatkan. Faktanya, hanya dengan delapan kamera saja VAR sudah bisa diterapkan dalam sebuah pertandingan.
Pekerjaan rumah PSSI adalah menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk penggunaan VAR. Seperti wasit VAR dan alat penghubung (earpiece) untuk wasit dan hakim garis di lapangan.
Namun, kebutuhan itu pun bisa diminimalisir. Ambil contoh kompetisi Bandung Premier League (BPL).
Walau sebatas kompetisi amatir, namun BPL sudah menggunakan VAR dan terbukti memberikan manfaat nyata.
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, pernah menanyakan perihal biaya yang dibutuhkan BPL untuk menggunakan VAR di tiap pertandingan.
Angkanya mencengangkan, yakni hanya 25 juta rupiah. Tentunya ini sangat terjangkau.
Tak perlu PSSI memasang standar tinggi seperti liga di Eropa. Nyatanya, tidak ada prasyarat wajib dari FIFA soal VAR.
Maka dari itu, sesederhana apapun VAR diterapkan, pastinya akan tetap memberikan manfaat, karena VAR ini bertujuan untuk membantu wasit.
Hanya dengan kamera saat ini pun, sebenarnya wasit sudah bisa melihat apa yang terjadi melalui tayangan ulang.
Kebanyakan dari kekeliruan keputusan wasit pun dapat terlihat gamblang hanya dari tayangan ulang yang ditampilkan di stasiun televisi dalam sebuah penyiaran biasa.
Bahkan, jika memang ingin menekan biaya, VAR cukup digunakan di laga-laga krusial seperti pertandingan big match atau penentu juara.
Hal ini sudah dilakukan di Vietnam di mana hanya laga-laga tertentu yang menggunakan VAR.
Akhir kata, semua kembali lagi kepada niat dan keseriusan untuk memperbaiki sepak bola Indonesia.
VAR lambat laun menjadi sebuah keharusan. Indonesia kini sudah darurat VAR. Jangan sampai lagi ada insiden-insiden yang merugikan klub-klub hanya karena keteledoran wasit atau pun permainan para mafia bola.
Sayangnya, pejabat tertinggi PSSI belum sepenuhnya sejalan dengan hal ini.
Mengutip perkataan Iwan Budianto dalam artikel Tirto, 19 juni 2018, baginya, keberadaan VAR dapat merusak keanggunan dalam sepak bola.
“Keanggunan dalam sepakbola itu jadi hilang. Sepakbola sebenarnya itu menjadi menarik karena dipimpin oleh wasit yang manusia. Itu salah satu sisi menariknya sepakbola sehingga ada emosi, ada kontroversi,”
Terus Ikuti Perkembangan Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di FOOTBALL265.COM