Persija vs Persib, Rivalitas Tanpa Latar Belakang Panjang dan Berbobot
FOOTBALL265.COM - "Pertandingan Persija Jakarta kontra Persib Bandung itu bukan el clasico-nya Indonesia." Pernyataan ini sempat keluar dari seorang legenda hidup sepak bola Tanah Air yang diketahui kini masih aktif bermain, Bambang Pamungkas.
Bepe, sapaan akrab Bambang, barangkali terpancing mengeluarkan unek-uneknya untuk membantah anggapan sebagian pecinta sepak bola nasional soal laga Persija vs Persib yang kerap disebut sebagai el clasico-nya Liga Indonesia.
El clasico, yang secara harfiah berarti klasik, merupakan istilah sepak bola untuk sebuah pertandingan akbar dalam suatu kompetisi level elite, terutama di daratan Eropa selaku kiblatnya olahraga bal-balan.
Di Spanyol, el clasico berlaku untuk duel Real Madrid vs Barcelona. Beda lagi di Jerman (Bayern Muenchen vs Borussia Dortmund), Italia (Juventus vs Inter Milan), Inggris (Manchester United vs Liverpool), Portugal (FC Porto vs Benfica), Prancis (PSG vs Marseille), serta Belanda (Ajax vs Feyenoord).
Umumnya, rivalitas klasik di Eropa memiliki latar belakang prestasi. Kedua tim yang bertarung pasti terlibat persaingan ketat dalam hal perolehan gelar domestik dan seringkali dipertemukan di fase-fase krusial kompetisi, contohnya final turnamen.
Indikator lain, rivalitas klasik berkaitan erat dengan faktor sejarah di luar sepak bola, seperti el clasico Spanyol. Pendukung Barcelona yang notabene warga Catalan sangat bertentangan dengan suporter Real Madrid yang berasal dari ibu kota Negeri Matador.
Semangat kedaerahan Catalan (anti-kerajaan) berbenturan dengan orang-orang Madrid (pro-kerajaan). Kondisi ini terus mewarnai el clasico, bahkan sampai ada aturan tak tertulis tentang cap judas (pengkhianat) terhadap setiap pemain yang menyeberang, entah dari Barcelona ke Madrid atau sebaliknya.
Mengacu pada penjelasan di atas, sangat wajar bila Bepe gerah dengan sebutan el clasico Indonesia yang kerap disematkan buat laga Persija Jakarta kontra Persib Bandung. Kedua tim mungkin berstatus raksasa di kancah sepak bola nasional, bahkan sejak era Perserikatan (1931-1994).
Namun, satu fakta yang bisa membantah sebutan el clasico Indonesia adalah perjalanan sejarah Persija Jakarta dan Persib Bandung. Kedua tim ini jarang terlibat persaingan langsung dalam perebutan gelar, terlebih laga-laga penentuan juara.
Di era Perserikatan, Persija dan Persib sama sekali tidak pernah bertemu di partai final. Rival Macan Kemayoran yang kerap saling sikut di klimaks kompetisi adalah Persebaya Surabaya (1977/78, 1987/88) dan PSMS Medan (1975, 1978/79), sedangkan musuh sejati Maung Bandung yaitu PSMS (1966/67, 1983, 1985) dan PSM Makassar (1965/66, 1991/92, 1993/94).
"Final Perserikatan 1985 di Stadion Utama Senayan disaksikan sekitar 150.000 penonton. Sebuah rekor paling tinggi sepanjang sejarah. Atas dasar inilah saya kira laga klasik itu ya Persib lawan PSMS, bukan Persija vs Persib," tulis Bepe di situs pribadinya tahun lalu.
1. Era Profesional, Panas Karena Faktor Suporter
Era profesional yang dimulai pada edisi 1994/95 tak lantas membuat Persija dan Persib mendapatkan ring untuk bertarung secara langsung dalam persaingan juara liga. Performa mereka malah kerap bertolak belakang.
Tengok saja ketika Persib menjuarai Liga Indonesia 1994/95, di mana posisi Persija? Macan Kemayoran harus berjuang keras di papan tengah agar tidak terperosok ke papan bawah klasemen, apalagi terdegradasi.
Sebaliknya, ketika Persija memasuki masa kejayaan bersama Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, di awal milenium ketiga (2000-an), Persib justru tengah terpuruk, bahkan nyaris terdegradasi pada 2003 bila tidak memenangi babak play-off melawan PSIM Yogyakarta dan Perseden Denpasar.
Namun, awal milenium ketiga juga menandai kelahiran The Jakmania, kelompok suporter fanatik Persija yang tadinya tak terorganisasi dengan baik di era Perserikatan. Dimulailah tensi panas kedua tim lantaran seringkali terjadi bentrokan antarsuporter.
Berawal dari saling ejek sampai berlanjut kepada bentrokan fisik yang belakangan semakin mengerikan lantaran memakan korban jiwa. Tahun lalu, Save Our Soccer (SOS) merilis data korban bentrokan antarsuporter yang kehilangan nyawa di laga Persija vs Persib.
Diketahui sudah tujuh korban tewas sejak 2012, termasuk Haringga Sirilla pada 2018. Tidak tertutup kemungkinan lebih banyak lagi suporter yang meregang nyawa sebelum 2012 akibat rivalitas semu Persija dan Persib.
Terbilang miris karena di awal-awal pembentukannya, The Jakmania justru punya hubungan harmonis dengan Bobotoh (kelompok suporter Persib). Sebuah fakta yang sempat beberapa kali diakui oleh Ferry Indrasjarief selaku Ketum The Jakmania.
Namun, belakangan kedua suporter kerap terlibat bentrokan, bahkan terkesan saling balas tanpa ujung. Inilah yang kemudian mendasari sebagian orang menyematkan status el clasico untuk pertandingan Persija versus Persib.
Sebuah latar belakang yang bisa dibilang tak berbobot untuk mengukur kadar rivalitas antara dua raksasa tradisional sepak bola Tanah Air. Benar kata Bepe, Persija Jakarta melawan Persib Bandung bukanlah el clasico-nya Indonesia.