Menakar Untung Rugi Bila PSIS Terus Berkandang di Magelang
FOOTBALL265.COM – Klub sepak bola asal Ibukota Jawa Tengah PSIS Semarang saat ini menjadi tim musafir untuk bermain di kompetisi Shopee Liga 1 2019.
Hal ini dikarenakan Stadion Jatidiri yang menjadi markas asli mereka masih dalam tahap renovasi besar-besaran untuk menjadi salah satu venue sepak bola bertaraf internasional.
Sudah hampir dua tahun Laskar Mahesa Jenar bermain di Kota Getuk sejak stadion legendaris mereka direnovasi pada tahun 2017.
Pertandingan pertama kandang PSIS di Stadion Moch Soebroto ditandai saat Hari Nur Yulianto dan kolega menjamu Persibat Batang pada babak 16 besar kompetisi Liga 2 tahun 2017. Sejak saat itu, klub yang berdiri pada tahun 1932 ini terus menggunakan Stadion Moch Soebroto hingga sekarang.
Bahkan sekarang tim tersebut sudah menyewa mess pemain, pelatih, dan official di Kota Magelang. Sebelumnya mereka ke kota tersebut hanya saat mendekati hari pertandingan.
Membengkaknya Dana Operasional
Hampir dua tahun jauh dari kota asal membuat PSIS mau tidak mau, suka tidak suka harus menerima kenyataan ini. Jika berbicara untung rugi pun, pihak manajemen klub mengutarakan banyak kerugian yang harus didapat saat home base bukan di Semarang.
“Jika berbicara untung rugi, kami bermain di Magelang tidak ada keuntungan. Manajemen setiap tahun harus menutup biaya pengeluaran hingga Rp15 Miliar."
"Biaya itu terdiri dari operasional tim selama di sana, untuk sewa stadion, mess pemain, serta hotel untuk pemain asing,” ujar Chief Executive Officer (CEO) PSIS Yoyok Sukawi kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT.
“Belum lagi pajak di sana cukup besar bila dibandingkan dengan daerah kota lain, namun kami tetap bersyukur bisa bermain di Moch. Soebroto yang jaraknya masih terjangkau oleh para suporter,” jelas pria yang juga anggota DPRD Jawa Tengah ini.
Pajak di Kota Magelang memang cukup tinggi, 35 persen pendapatan PSIS saat menggelar laga kandang harus dibayarkan ke pihak terkait karena memang itu sudah diatur di dalam peraturan daerah kota yang diapit beberapa gunung tersebut. Hal ini semakin memperberat manajemen dalam mengelola keuangan klub.
Walaupun belum bisa mendapatkan keuntungan bagi timnya, Yoyok Sukawi tetap bersyukur dengan adanya PSIS di kota tersebut bisa menumbuhkan ekonomi kota dan masyarakat sekitar stadion. Ia bisa bertutur seperti itu setelah mendapat laporan dari Walikota Magelang Ir. H. Sigit Widyonindito, M.T.
“Pak Walikota bercerita ke saya bahwa setelah PSIS main di Magelang bisa menumbuhkan ekonomi dengan warung-warung makan semakin ramai, hotel penuh saat hari pertandingan hingga warga sekitar stadion yang bisa membuka lahan parkir saat kami bermain, itu cukup bagus untuk pertumbuhan ekonomi,” jelas Yoyok.
Bahkan Sigit sebagai orang nomor satu di Kota Magelang juga turut menjadi sponsor PSIS dengan adanya adboard dari dirinya di pinggir stadion saat anak asuh Jafri Sastra bertanding.
1. Aspek Psikologis Pemain
Berbicara menjadi tim musafir tak hanya soal masalah pendanaan yang membengkak serta hal yang berkaitan dengan keuangan, namun juga aspek psikologis para pemain dan suporter yang harus bermain tidak di rumahnya sendiri.
Yoyok sebagai orang nomor satu di PSIS juga bercerita bahwa beberapa pemain asing harus jauh dari keluarganya karena fasilitas di Kota Magelang yang belum bisa menunjang kebutuhan beberapa pemain sepak blasal luar negeri ini.
“Sebagai contoh Wallace Costa, karena tidak adanya sekolah internasional yang cocok untuk anaknya di Magelang, maka anak dan istrinya harus tinggal di Semarang."
"Jauh dari keluarga kan juga mempengaruhi kondisi pemain walaupun saya yakin mereka sangat profesional,” tandas Yoyok.
Selain pemain asal Brasil tersebut, pemain asing asal Jepang Shohei Matsunaga juga tidak bisa memboyong istri dan anaknya ke Magelang. Hal ini karena sang istri kesulitan mencari makanan yang cocok dengan lidahnya jika tinggal di kota sejuta bunga.
Akhirnya mereka memutuskan tinggal di Yogyakarta yang jaraknya lebih dekat dari Magelang. Padahal jika PSIS bermain di Semarang, maka makanan khas Jepang tak sulit ditemukan karena telah banyak outlet makanan Negeri Sakura di kota yang identik dengan bangunan Lawang Sewu ini.
Tak hanya pemain asing, beberapa pemain lokal juga mengutarakan jika bermain di Stadion Jatidiri mungkin lebih membakar semangat mereka saat berjuang selama 90 menit.
“Tetap beda ya, bermain di Stadion Jatidiri bisa tambah semangat karena suporter lebih banyak untuk berbondong-bondong ke stadion,” ujar bek kiri Safrudin Tahar yang sudah merasakan membela PSIS bermain di stadion yang terletak di daerah Karangrejo, Semarang ini.
Begitu pun dengan rekrutan baru Septian David Maulana, ia juga sempat curhat bahwa bermain di Semarang akan lebih menambah semangatnya apalagi bermain di kota kelahiran.
“Mungkin lebih enak karena dekat dengan keluarga, hal-hal seperti ini bisa menambah semangat dan saya mungkin tinggal di rumah. Tetapi saya tetap harus profesional, bermain di mana pun untuk PSIS selalu siap dan memberikan terbaik,” ucap pemain bernomor punggung 29 ini.
Walaupun cukup banyak mengalami kerugian dari segi keuangan dan psikologis, namun pihak PSIS tetap bersyukur masih bisa bermain di stadion yang satu provinsi dengan kota asal mereka. Sebab beberapa klub harus mengungsi cukup jauh seperti Persija Jakarta pada musim 2018 serta Kalteng Putra pada kompetisi Shopee Liga 1 2019.
Bermain di Stadion Moch Soebroto, Magelang adalah solusi terbaik sembari menunggu Stadion Jatidiri siap digunakan. Jarak sekitar 70 km dari Semarang masih bisa dijangkau oleh suporter untuk mendukung klub kebanggannya dan para pemain yang jauh dari keluarganya masih bisa menyempatkan diri untuk pulang saat ada libur 1 – 2 hari.
Stadion Jatidiri sendiri kemungkinan besar bisa mulai digunakan pada awal musim kompetisi 2020 karena pada akhir tahun nanti pengerjaan fungsional sebesar 85 persen ditargetkan selesai.