Sepenggal Kisah Iskandar, Legenda Persija Berjuluk Rui Costa dari Menteng
FOOTBALL265.COM - Dekade 1990-an adalah masa-masa suram Persija Jakarta. Klub yang sempat merajai kompetisi Perserikatan ini tenggelam di bawah bayang-bayang rival seperti Persib Bandung, Persebaya Surabaya, dan PSM Makassar.Â
Persija bahkan akrab dengan papan bawah, terutama setelah PSSI melebur Perserikatan-Galatama demi melahirkan era profesional pada 1994. Mereka hanya sebatas penonton saat Persib, Bandung Raya, serta Persebaya Surabaya bergantian meraih titel juara Liga Indonesia (sekarang Liga 1) I, II, dan III.Â
Namun, Persija kala itu tak sepenuhnya identik dengan catatan minor. Satu pemain mampu mencuri perhatian pada musim pertama kompetisi sepak bola profesional Indonesia yang jamak dikenal dengan nama Liga Dunhill (1994-1995).
Dialah Iskandar, gelandang serang Persija Jakarta yang dikenang akan kebolehannya mengeksekusi bola mati, entah itu tendangan bebas atau penalti. Dia berpredikat pemain tertajam tim berkat koleksi 15 gol semusim di Liga Indonesia 1994-1995.
Iskandar waktu itu masih tergolong pemain muda bersama Miro Baldo Bento, Maman Suryaman, dan Vennard Hutabarat. Mereka berkolaborasi dengan senior-senior semacam Rahmad Darmawan, Patar Tambunan, dan Kamarudin Betay, plus ditangani pelatih legendaris Sugih Handarto.
"Persija di LI I memang terpuruk di papan bawah, tapi kami sangat solid. Bantuan dari pemain-pemain senior membuat saya bisa tampil memukau musim itu," kata Iskandar seperti dikutip dari Tabloid BOLA edisi 2.873 (Jumat, 25 Mei 2018).
Total Iskandar membela Persija selama tiga musim (1993-1996). Dia melakoni debut pada musim terakhir Perserikatan (1993-1994), di mana sang legenda membawa Macan Kemayoran menembus semifinal sebelum keok dari Persib via drama adu penalti.
Iskandar bercerita sedikit soal pengalaman bertanding di semifinal menghadapi Persib Bandung. Usianya masih 20 tahun, namun sudah dipercaya mengisi susunan starter bareng senior-senior.
Pertandingan berakhir imbang 1-1 selama 120 menit. Persija melakukan pergantian pemain menjelang akhir waktu normal demi mengantisipasi adu penalti. Tony Tanamal masuk, Miro keluar.
"Alasannya tidak lain karena bang Tony yang berlabel senior dianggap lebih tenang dalam menjalani adu penalti. Dia memang disiapkan sebagai penendang terakhir," ujar Iskandar.
"Tapi, yang terjadi justru bang Tony gagal menceploskan bola sehingga kami kalah 3-4. Bang Patar, RD, dan saya berhasil menjalankan tugas. Yang gagal itu Maman Suryaman dan bang Tony," cetusnya.
1. Cerita Iskandar Kena Bogem Mentah Bobotoh
Di LI I, Persija Jakarta menutup musim dengan menempati peringkat ke-13 wilayah barat. Bukan prestasi yang dapat dibanggakan, tapi Iskandar dkk. menyimpan satu memori manis ketika menghadapi rival abadi sekaligus juara musim itu, Persib.
Momen itu terjadi pada 16 April 1995. Tajuknya adalah laga el clasico pertama di era profesional. Persija yang terbilang inferior dalam urusan materi pemain mampu menahan imbang Persib di Stadion Menteng.
Sebuah prestasi istimewa mengingat Persib amat mendominasi dan keluar sebagai jawara LI I. Persija menjadi satu-satunya tim papan bawah yang bisa mencuri satu poin dari Maung Bandung di musim tersebut.
Iskandar bahkan menorehkan rekor abadi sebagai pencetak gol pertama di laga el clasico era profesional. Dia menggetarkan gawang Aries Rinaldi, kiper Persib era itu, lewat tendangan jarak jauh pada menit ke-37 sebelum disamakan Sutiono pada menit ke-65.
"Ceritanya bisa dikatakan unik waktu itu. Semula pertandingan dijadwalkan berlangsung di Senayan, tapi tiba-tiba diubah H-1 ke Menteng. Bobotoh tidak tahu dan sudah terlanjur berangkat ke Senayan. Setelah sadar, mereka berbondong-bondong jalan kaki ke Menteng," tutur Iskandar.
Menurut Iskandar, Stadion Menteng masih sepi di babak pertama sehingga pemain Persija bisa bermain tanpa tekanan dan unggul terlebih dulu. Baru di babak kedua Bobotoh yang telah sampai tujuan mulai memadati tribun penonton.
Sekadar mengingatkan, Persija di musim-musim awal LI belum mempunyai basis suporter yang besar lantaran The Jakmania baru berdiri pada kepemimpinan Sutiyoso selaku ketua umum, yakni pengujung 1997.
"Itulah titik balik laga. Kami berada di bawah tekanan dan Persib bisa menyamakan kedudukan. Wajah saya sempat terkena bogem mentah salah satu Bobotoh. Mereka mengincar saya karena tahu saya yang mencetak gol untuk Persija," ujar Iskandar.
LI II (1995-1996) menjadi musim terakhir Iskandar berseragam Persija. Posisi Macan Kemayoran semakin anjlok di klasemen, bahkan nyaris turun kasta karena cuma tepaut satu tingkat di atas zona degradasi (peringkat ke-14 wilayah barat).