Musim Kacau Schalke 04, '1001' Sebab Kejatuhan Raja Biru dari Gelsenkirchen
FOOTBALL265.COM - Babak belur sepanjang musim, apa penyebab kejatuhan klub Schalke 04 di kompetisi Bundesliga Jerman musim 2020-2021 ini?
Kekacauan di tim Schalke 04 sudah kelewat batas. Sampai pekan ke-26 Bundesliga, Schalke masih terbenam di dasar klasemen liga dengan hanya koleksi 10 poin.
Royal Blue cuma bisa mencatatkan satu kemenangan saja di Bundesliga sepanjang musim ini. Sementara sisanya berakhir dengan 7 imbang dan 18 kali kekalahan.
Schalke kini resmi menjadi tim dengan performa paling buruk dalam sejarah Bundesliga. Bukan cuma poin yang sangat sedikit, Schalke musim ini juga sudah kebobolan 69 gol di liga.
Jumlah itu hanya bisa dibalas dengan 16 gol. Itu artinya selisih gol mereka saat ini menyentuh angka minus 53 gol. Ini adalah salah satu jumlah selisih gol terburuk yang dialami sebuah tim di Bundesliga.
Kondisi ini terbilang sangat memprihatinkan mengingat reputasi Schalke 04 sebagai salah satu tim langganan papan atas Bundesliga Jerman. Untuk pertama kalinya Schalke akan terdegradasi setelah terakhir kali pada 1998.
Dalam perjalanannya, penderitaan Schalke 04 memang begitu total. Sebanyak tujuh kali mereka dibantai musim ini dengan jumlah kebobolan empat gol atau lebih. Kekalahan itu termasuk saat dicukur habis Bayern Munchen 8-0 dan disikat Wolfsburg 5-0.
Melihat permainan Schalke, Matthew Hoppe dkk tak mencerminkan sebagai tim kasta atas. Sebetulnya, apa masalah yang terjadi di tim pemilik tujuh gelar Bundesliga ini sampai-sampai mereka harus babak belur sepanjang musim?
Sembarangan Bergonta-ganti Pelatih
Musim ini Schalke sudah dibesut oleh lima pelatih, Dengan kata lain, mereka telah memecat empat pelatih sepanjang penyelenggaraan Bundesliga musim ini.
Hal tersebut merupakan rekor baru di Liga Jerman. Tim kebanggaan masyarakat Gelsenkrichen itu total sudah memberhentikan David Wagner, Manuel Baum, Huub Stevens, dan Christian Gross.
Meski begitu, tak ada satu pun dari nama pelatih di atas yang bisa mengangkat performa tim. Teranyar mereka baru memecat Christian Gross usai dibantai 1-5 oleh Stuttgart di tanggal 1 Maret.
Saat ini Schalke dibesut oleh pelatih Yunani berusia 42 tahun, Dimitrios Grammozis. Grammozis ditunjuk mengisi posisi kepala Schalke kurang dari empat hari setelah pemecatan Gross.
Namun, masa kepelatihan Grammozis di kursi pelatih Schalke juga diyakini hanya seumur jagung. Sebab dari tiga pertandingan yang ia lakoni bersama Schalke, Granmozis cuma meraih 1 hasil imbang dan menderita 2 kekalahan.
Situasi ini memang sangat memprihatinkan. Sebab, di sisi lain pergantian pelatih mengakibatkan permainan Schalke semakin kacau.
Hampir tiap dua bulan mereka bermain dengan taktik dan strategi baru dengan pemilihan pemain yang berbeda. Hal ini sebagai konsekuensi dari lima pelatih yang menukangi tim dalam 26 pekan.
Pergantian pelatih memang dibutuhkan, namun manajemen Schalke gagal memilih pelatih yang tepat untuk tim. Seperti diketahui, musim ini Schalke tidak dibesut oleh pelatih dengan rekam jejak bagus.
Ibaratnya, Schalke hanya bergonta-ganti dari satu pelatih medioker ke pelatih medioker lainnya. Hal ini jadi salah satu penyebab mengapa performa mereka tak bisa benar-benar terangkat.
Padahal, jika melihat skuad yang ada, Schalke sejatinya diperkuat oleh pemain-pemain ternama seperti Matthew Hope, Shkodran Mustafi, Ozan Kabak (putaran pertama), Klass-Jan Huntelaar, dan Kolasinac.
Meski begitu, pergantian pelatih yang sembarangan sejatinya bukanlah hal mengejutkan sebab ini adalah buah dari amburadulnya manajemen tim.
1. Krisis di Dalam dan Luar Lapangan
Meski masih memiliki beberapa nama beken di dalam susunan tim, namun manajemen Schalke telah melakukan kesalahan besar dalam penjualan pemain yang menyebabkan mereka berada di titik terendah dalam keikusertaan di Bundesliga.
Schalke sejatinya menyandang status klub papan atas Jerman. Schalke sejak lama menjadi salah satu kekuatan utama sepak bola Jerman. Sebanyak 7 gelar Liga Jerman dan 5 DFB Pokal menjadi buktinya.
Namun, kejatuhan yang mereka rasakan musim ini tak terlepas dari keputusan klub menjual pemain-pemain potensial dalam hampir satu dekade terakhir.
Berbeda dengan Munchen dan Dortmund yang bisa mempertahankan bintang-bintang mereka dalam waktu lama, Schalke dengan mudah melepas bintang-bintang masa depan mereka sendiri.
Sebut saja nama-nama seperti Joel Matip, Leroy Sane, Julian Draxler, Breel Embolo, Leon Goretzka, dan Jan Thilo Kehrer. Mereka dilepas dengan harga murah dan kini telah bersinar bersama klub masing-masing.
Terlepas dari strategi penjualan pemain yang sembrono, Schalke juga memang tengah krisis di luar lapangan dalam aspek ekonomi dan moral.
“Kami menghancurkan diri kami sendiri,” demikian ucapan Jochen Schneider yang pernah menjabat direktur olahraga di tim Schalke.
Schalke tengah timpang dengan berbagai keputusan pemecatan di internal manajemen tim. Direktur teknik, Michael Reschke, diberhentikan dari tugas setelah hanya menjabat selama 18 bulan. Padahal Reschke adalah sosok yang berpengalaman.
Dalam waktu bersamaan sejumlah pemain Schalke juga membuat masalah. Nabil Bentaleb dan Amine Harit adalah dua nama pemain yang harus diskors Schalke.
Bahkan salah satu pemain mereka, Vedad Ibisevic, harus dipecat karena terlibat perkelahian dengan asisten pelatih, Naldo, pada sesi latihan musim ini.
Bisa dibilang, Schalke sudah sangat frustasi dengan kekacauan yang terjadi di internal tim mereka. Hal ini diperparah dengan kondisi ekonomi klub yang amburadul. Schalke adalah satu dari 13 tim Bundesliga yang dikabarkan bangkrut karena pandemi COVID-19.
Akhir musim 2018/19, Royal Blues sudah memiliki utang sebesar 200 juta euro, dan utang tersebut dikabarkan naik menjadi 250 juta euro.
Schalke terpaksa melakukan penghematan dengan tidak merekrut pemain bintang di awal musim. Hal ini bahkan sempat memancing amarah Ultras Gelsenkirchen yang menyebut tim telah mengabaikan nilai-nilai klub.
Schalke bahkan saat ini tengah menyusun perubahan struktural mendasar dengan mengubah model kepemilikan klub menjadi 100 persen milik pemodal eskternal. Dengan kata lain, para pemegang saham saat ini telah menyerah dan akan menyerahkan klub kepada investor eksternal, sesuatu yang cukup tabu di Bundesliga Jerman.
Meski begitu, segala rencana itu lagi-lagi bergantung kepada performa mereka di lapangan. Sayangnya, hal itu tak sesuai harapan karena kefrustasian juga menular kepada permainan tm di lapangan. Kini Schalke 04 bak tim yang hilang kepercayaan dan harapan.