Mengenang Dynamic Duo Chelsea, Jimmy Floyd Hasselbaink dan Eidur Gudjohnsen
FOOTBALL265.COM – Banyak anggapan bahwa Chelsea adalah tim biasa-biasa saja tanpa adanya bintang sebelum Roman Abramovich datang. Anggapan itu salah besar jika menilih nama Jimmy Floyd Hasselbaink dan Eidur Gudjohnsen.
Chelsea dianggap sebagai tim besar sejak diakuisisi Abramovich. Bahkan, status sebagai tim papan atas The Blues didapatkan pada musim 2004/05 kala menjuarai Liga Inggris.
Chelsea menjuarai Liga Inggris dengan suntikan dana ratusa juta poundsterling untuk mendatangkan pemain-pemain ternama.
Wajar jika suntikan dana itu membuat Chelsea dijuluki tim instan, berbeda dengan tim tradisional lainnya yang sarat gelar juara semacam Manchester United, Liverpool, dan Arsenal.
Namun, anggapan bahwa Chelsea tim instan adalah salah besar. Jauh sebelum era Roman Abramovich, The Blues di tangan Ken Bates mulai bangkit di era 90 hingga awal 2000 an.
Sebagai bukti, di era 90 hingga 2000 an awal, Chelsea memiliki sederet pemain bernama besar seperti George Weah, Ruud Gullit, Gianluca Vialli, dan Gianfranco Zola.
Namun, nama-nama besar itu kerap dilupakan karena membela Chelsea saat melewati masa jayanya. Apalagi, nama-nama besar itu membela tim ‘kecil’ dari London Barat.
Tak salah menyebut Chelsea tim instan karena kedatangan konglomerat sekelas Abramovich untuk mendominasi liga Inggris. Namun, melabeli bahwa The Blues tak punya pemain legendaris adalah kesalahan.
Pasalnya, jauh sebelum Abramovich tiba, Chelsea memiliki duet mematikan pada sosok Jimmy Floyd Hasselbaink dan Eidur Gudjonhsen. Dua penyerang dengan karakter bak api dan air namun bisa bersatu dan menjadi duet menarik di Liga Inggris.
1. Bak Air dan Api
Liga Inggris punya duet mentereng di era 90 dan awal 2000 an. Sebut saja duet Andy Cole dan Dwight Yorke atau Dennis Bergkamp dan Thierry Henry.
Tak mau kalah, Chelsea memiliki duet menarik pula pada sosok Hasselbaink dan Gudjohnsen. Perbedaan keduanya dengan dua duet di atas mungkin hanyalah gelar kolektif secara tim. Namun dari segi pandang duet, keduanya setara.
Hasselbaink datang dari Atletico Madrid setelah menjalani musim yang kurang menyenangkan di Spanyol karena Los Rojiblancos terdegradasi. Ia datang ke Chelsea dengan embel-embel mantan bintang rival The Blues, yakni Leeds United.
Hasselbaink datang ke Inggris pertama kali dengan membela Leeds United di tahun 1997 usai diboyong Boavista. Dua musim setelahnya, pada 1999, ia dilepas ke Atletico Madrid.
Usai Atletico terdegradasi, Hasselbaink pun diboyong Chelsea oleh Ken Bates dengan mahar 20 juta poundsterling pada tahun 2000. Angka tersebut terbilang besar namun ia bayar tuntas selama empat tahun di Stamford Bridge.
Berbarengan dengan Hasselbaink, datang pula Eidur Gudjohnsen dengan mahar 5 juta poundsterling dari Bolton Wanderers, tim yang ia bela sejak 1998.
Di awal kedatangan keduanya, banyak yang menduga keduanya akan kesulitan berduet. Apalagi secara karakter, Hasselbaink berapi-api dan Gudjohnsen tenang layaknya air.
Namun, anggapan itu dipatahkan keduanya yang ternyata saling melengkapi satu sama lain sebagai penyerang. Hal ini diakui oleh Hasselbaink.
“saya membutuhkan Eidur (Gudjohnsen). Saya tak begitu teknikal sebagai pemain. Saya membutuhkan orang sepertinya, saya tahu bagaimana berlari dan membuat ruang, saya butuh menghadap ke gawang,” tutur Hasselbaink.
Saat bermain, Hasselbaink menjadi pemain bernomor 9 yakni penyerang yang berfungsi mencetak gol dengan kecepatan dan fisik kuatnya untuk berduel dengan lawan.
Gudjonhsen yang lebih teknikal dan memiliki visi apik layaknya playmaker berperan sebagai pemain nomor 10 yang menyokong Hasselbaink, mengingat sebagai striker Gudjohnsen tak terlalu tajam sejak bersama Bolton.
Namun, keduanya baru bisa klik pada musim kedua atau musim 2001/02 kala Hasselbaink mencetak 23 gol di liga sedangkan Gudjohnsen mencetak 14 gol di liga.
Keduanya telah bermain bersama sebanyak 121 kali di segala ajang. Meski hanya saling tolong menolong lewat 10 gol saja, tapi Hasselbaink menyebut Gudjohnsen sebagai duet terbaiknya dalam bermain sepak bola.
“Dia (Gudjohnsen) adalah partner favoritku. Dia dan diriku adalah teman baik di lapangan dan luar lapangan. Saya pikir, hal terpenting adalah ketika kami bermain bersama dan kami masing-masing menginginkan satu dan lainnya melakukan yang terbaik,” tutur Hasselbaink.