3 Alasan 'The Big Six' Liga Inggris Tinggalkan European Super League
FOOTBALL265.COM - Ada sejumlah alasan mengapa klub-klub The Big Six Liga Inggris menjadi yang pertama untuk keluar dari Liga Super Eropa.
Gonjang-ganjing terjadi di persepakbolaan Eropa. Sebanyak 12 klub elite benua biru sepakat membentuk Liga Super Eropa (ESL) sebagai tandingan Liga Champions.
Gagasan Liga Super Eropa atau European Super League (ESL) gaungnya kian santer sejak beredarnya informasi per Minggu (18/04/21) di mana belasan tim elite Eropa akan mendeklarasikan bergabung dengan kompetisi ini.
Meski dideklarasikan pada menjelang musim panas 2021, faktanya rencana pendirian ESL sudah tercetus bertahun-tahun lalu. Adalah sosok Florentino Perez (presiden Real Madrid) yang dikabarkan mengingini kompetisi semacam ini pada 2009 silam.
Sebagai informasi, Liga Super Eropa terbentuk lantaran sejumlah besar klub raksasa Eropa (12 tim yang disebutkan tadi dan kini dianggap sebagai pendiri European Super League) percaya bahwa format Liga Champions saat ini masih dianggap kurang menguntungkan.
Namun, ambisi presiden Real Madrid, Florentino Perez, untuk menggelar Liga Super Eropa harus hancur hanya dalam waktu 48 jam saja. Berawal dari Manchester City, disusul Chelsea, enam klub Liga Inggris pun menjadi yang lebih dulu tinggalkan Liga Super Eropa.
Ancaman keras berupa larangan tampil di liga domestik, liga Eropa (Liga Champions dan Liga Europa), hingga Piala Dunia untuk para pemain rupanya menunjukkan hasil. Tak cuma para fans, pelatih, dan pemain pun protes terhadap langkah nekat klub-klubnya.
Namun, itu bukan satu-satunya alasan. Ada sejumlah alasan lain mengapa klub-klub The Big Six menjadi yang pertama untuk keluar dari Liga Super Eropa. Berikut ulasan lengkapnya.
1. Sanski Klub
Alasan pertama yang melatari kembalinya enam klub besar Liga Inggris ke pangkuan UEFA adalah deretan sanksi yang menanti. Seperti diketahui, baik UEFA, FIFA, dan federasi Sepak Bola di negara bersangkutan sama-sama mengecam dan menyiapkan sanksi berat untuk klub peserta European Super League.
Yang pertama adalah didepak dari ajang Liga Champiosn Eropa dan kompetisi Eropa lain. Kedua, klub-klub tidak boleh berkompetisi di liga domestik.
Dan yang ketiga atau yang paling memberatkan adalah ancaman kepada pemain yang berpartisipasi di Liga Super Eropa untuk tidak bisa memperkuat tim nasional.
Itu artinya akan ada banyak sekali pemain-pemain yang tidak bisa tampil di Piala Dunia maupun Euro 2020 jika kompetisi ESL dilanjutkan. Ke-12 klub memang memiliki posisi bargaining yang kuat, namun jika menyangkut nasib pemain, tentu klub tidak bisa berbuat apa-apa.
1. 2. 'Sogokan' dari UEFA
Jika ancaman masih belum ampuh, maka uang akan berbicara. Mungkin itulah yang dipikirkan oleh UEFA ketika membujuk tim-tim Liga Super Eropa agar kembali ke 'jalan yang benar'.
Melansir laman Caughtoffside dinukil dari Mundo Sportivo, organisasi yang dipimpin oleh Ceferin memberikan sejumlah uang yang belum diketahui nominalnya kepada Manchester City, Manchester United, Chelsea, Tottenham, Arsenal, dan Liverpool.
Mundo Deportivo menambahkan bahwa klub dari Spanyol yakni Atletico Madrid, Barcelona, dan tentu saja Real Madrid tak mendapat uang sepeserpun. Alasannya? Sederhana, ketiganya dianggap 'musuh' gara-gara mendukung kompetisi tak rasional tersebut.
Kebahagiaan Federasi Sepak Bola Benua Biru sendiri cukup berdasar setelah European Super League nyaris mengancam pamor mereka. Tak heran gara-gara hal tersebut mereka bersikeras lakukan berbagai cara agar kompetisi pesaing bisa tunduk.
Alasan lain UEFA berikan hadiah untuk 6 klub Liga Inggris saja tak lepas dari fakta Perez yang notebene presiden Real Madrid menjadi ketua Liga Super Eropa. Mereka pun mengancam Los Merengues untuk memecat presidennya jika ingin tampil di Liga Champions.
3. Suara Fans
Dua hari terakhir menjadi waktu yang melelahkan bagi pencinta sepak bola dunia. Para suporter di pelosok dunia dikejutkan dengan pendeklarasian European Super League.
Pro dan kontra mengiringi kompetisi Liga Super Eropa yang diinisiasi oleh 12 klub. Namun, dengan jelas terlihat bahwa mayoritas para suporter di Eropa dan dunia menolak pendeklarasian kompetisi ini.
Mereka merasa bahwa klub telah mengkhianati sejarah sepak bola itu sendiri. Klub-klub dengan egois mementingkan kepentingan sendiri tanpa memedulikan suara pemain dan suporter.
Terlebih lagi, sisi suportivitas dirasa hilang begitu saja ketika Liga Super Eropa dikumandangkan. Suporter dari keenam klub Liga Inggris pun kompak menyuarakan keberatan.
Suporter Arsenal, Chelsea, dan Liverpool bahkan sampai meramaikan stadion untuk menggelar unjuk rasa. Media sosial juga dipenuhi kata-kata protes.
Bahkan, keluhan itu datang dari suporter paling fanatik. Melihat hal ini, tentu klub-klub Liga Inggris peserta Liga Super Eropa tidak tinggal diam.
Mereka sadar bahwa para suporterlah yang membuat klub mereka bisa hidup. Arsenal dan Liverpool secara terbuka mengemukakan permintaan maaf kepada suporter dan seluruh simpatisan klub atas kekhilafan mereka memilih bergabung dengan Liga Super Eropa.