Riwayat Pedas Media Inggris dan Otoriternya Pemilik Baru Newcastle United
FOOTBALL265.COM - Sebuah keputusan menghebohkan baru-baru ini terjadi di sepak bola Liga Inggris. Setelah sempat tertunda, kali ini Pangeran Arab Saudi, Mohammed bin Salman akhirnya resmi membeli Newcastle United lewat konsorsium miliknya.
Dilansir dari Sky Sports, pria berusia 35 tahun itu telah mengakuisisi saham Newcastle United sepenuhnya 100 persen, dari tangan pemilik sebelumnya Mike Ashley, dengan nilai penjualan lebih dari 300 juta poundsterling (Rp5,8 triliun).
Harga tersebut sedikit turun dari nominal yang pernah dipatok Ashley pada Januari 2020 lalu, yaitu 340 juta pounds. Namun karena wabah virus corona, dirinya bersedia menurunkan angka kesepakatan.
Ada sedikit perbedaan antara negosiasi bulan Januari dengan saat ini. Kala itu pada awal tahun, The Magpies akan dijual kepada firma PCP Capital Partners pimpinan Amanda Staveley.
PCP berkaloborasi dengan Saudi Public Investment Fund (PIF) pimpinan Pangeran Mohammed Salman. Tapi ketika penjajakan negosiasi yang kedua, PIF tidak dimasukan dalam dokumen legal saat kesepakan terjadi.
Meski begitu, PIF dipercaya ada dibalik pembelian ini dan akan menguasai mayoritas saham Newcastle. Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh pihak klub melalui laman resmi dan sosial media mereka pada Kamis (07/10/21) malam WIB.
"Grup investasi yang dipimpin oleh Public Investment Fund, dan juga terdiri dari PCP Capital Partners dan RB Sports & Media, telah menyelesaikan akuisisi 100% dari Newcastle United Limited dan Newcastle United Football Club Limited dari St. James Holdings Limited," begitu pernyataan resmi yang dikeluarkan Newcastle di media sosial.
Semua persyaratan akuisisi Newcastle United juga telah disetujui oleh otoritas Liga Inggris, Gubernur PIF, Yasir Al-Rumayyan, ditunjuk sebagai Ketua Non-Eksekutif Newcastle.
"Kami sangat bangga menjadi pemilik baru Newcastle United, salah satu klub paling terkenal di sepak bola Inggris. Kami berterima kasih kepada para penggemar Newcastle atas dukungan setia mereka selama bertahun-tahun dan kami senang bekerja sama dengan mereka," kata Al-Rumayyan kepada laman resmi klub.
PIF di bawah pimpinan Pangeran Mohammed bin Salman, bertekad akan membawa Newcastle United menjadi tim yang kembali disegani di Liga Inggris dan Eropa, dengan membawa perubahan dari segi materi pemain maupun pelatih.
Kehadiran pemilik klub dari Arab Saudi ini sekaligus menambah bos-bos asal Timur Tengah yang mengakuisisi klub-klub Eropa.
Setelah sebelumnya ada Manchester City dimiliki Sheikh Mansour, dan Paris Saint-Germain milik pengusaha Qatar, Nasser Al-Khelafi.
1. Sosok Kontroversial
Mohammed bin Salman yang lahir pada 31 Agustus 1985 adalah putra ke-6 dari Raja Salman, penguasa Arab Saudi saatini. Namanya mulai mencuat setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Raja Saud pada 2009 lalu.
Berbekal pendidikan hukum yang sudah ia kenyam, Pangeran Mohammed bin Salman mulai terjun ke dunia politik saat ditunjuk sebagai Penasihat Khusus bidang Intelijen Gubernur Riyadh, mendampingi sang ayah yang saat itu sebagai Gubernurnya
Karier politik Mohammed bin Salman semakin meroket setelah penguasa Arab Saudi, Raja Abdullah turun takhta dan digantikan oleh Raja Salman pada 2015, diiringi pengangkatan sang anak sebagai Menteri Pertahanan.
Dua tahun berselang, Pangeran Mohammed bin Salman diangkat sebagai Putra Mahkota sekaligus menjabat Wakil Perdana Menteri pada 2017.
Di bawah pimpinan wakil Perdana Menteri Mohammed bin Salman, Arab Saudi banyak mengalami perubahan yang sebelumnya dikenal sebagai ultra-konservatif.
Mulai dari membuat kebijakan memperbolehkan perempuan pergi sendiri, mengemudi kendaraan sendiri, hingga mencabut larangan merokok bagi perempuan di ruang publik.
Selain banyak membuat perubahan sistem di negaranya, Mohammed bin Salman juga disebut memiliki sisi otoriter dalam dirinya dan juga anti kritik.
Sikapnya itu membuat ia pernah diselimuti kasus kontroversial. Salah satu yang paling menyita perhatian dunia adalah, tewasnya jurnalis senior Jamal Khashoggi.
Jamal Khashoggi adalah seorang wartawan terkemuka, yang pernah melaporkan berita seperti invasi Soviet ke Afghanistan serta naiknya Osama Bin Laden.
Selama puluhan tahun ia dekat dengan pihak keluarga kerajaan dan menjadi penasehat pemerintah Arab Saudi, tetapi tahun 2017 ia tidak lagi disukai dan dipaksa untuk mengasingkan diri ke Amerika Serikat.
Di Negeri Paman Sam, Khashoggi rajin menulis kolom bulanan di koran The Washington Post, yang isinya lebih banyak mengkiritik kebijakan Mohammed bin Salman atau dikenal dengan sebutan MBS.
Khashoggi mengunjungi konsulat Arab Saudi di Istanbul 28 September untuk meminta dokumen perceraian karena ia bermaksud untuk menikah lagi.
Ia diminta kembali pada tanggal 2 Oktober, dan terakhir kali terlihat di CCTV konsulat hari itu pukul 13.14 waktu setempat. Dari kunjungan ke konsulat itu, ia tak pernah keluar lagi.
Jamal Khashoggi dibunuh oleh agen rahasia Arab Saudi di kompleks Konsulat Arab Saudi pada 2018. Para agen rahasia itu sempat disebut bertindak atas perintah dari Mohammed bin Salman.
Laporan kantor hak asasi manusia Persatuan Bangsa-Bangsa oleh penyelidik Agnes Callamard menyebutkan adanya dugaan keterlibatan Mohammed bin Salman, dan perlu diselidiki lebih lanjut.
"bukti kredibel yang mengharuskan penyelidikan lebih jauh menyangkut tanggung jawab pribadi pejabat-pejabat tingkat tinggi, termasuk putra mahkota," menurut laporan tersebut.
Pihak berwenang Saudi berkeras bahwa mereka tidak berindak atas perintah pangeran Mohammad bin Salman.
Kerajaan Saudi telah menetapkan 11 orang untuk diadili di pengadilan tertutup untuk pembunuhan terhadap Khashoggi dan sedang menuntut lima orang di antaranya dengan hukuman mati.
Tindakan kontroversi lainnya adalah penangkapan terhadap sejumlah anggota kerajaan Arab Saudi sejak bulan Maret lalu, oleh Mohammed bin Salman.
Diantaranya tiga pangeran kerjaan ditangkap dengan tuduhan akan bertindak kudeta terhadap Raja Salman. Mereka adalah Pangeran Ahmed bin Abdulaziz al Saud, Pangeran Mohammed bin Nayef dan Pangeran Nawaf bin Nayef.
Tuduhan kudeta yang dilontarkan oleh Mohammed bin Salman dianggap tak berdasar. Sebuah kabar bahkan menyebut aksi ini dilakukan atas ambisi pribadi Mohammed/
Sebab, dirinya menganggap ketiga orang tersebut adalah lawan politik yang bisa menjegal langkahnya untuk menjadi Raja Arab Saudi, menggantikan sang ayah, Raja Salman.
Akibat tindakan otoriter Mohammed bin Salman itu membuat dia tak bisa mengunjungi istana mewahnya di Prancis, yaitu Kastil Louis XIV yang dia beli seharga lebih dari Rp 5 triliun pada 2015.
Bagaimana Menyikapi Media Inggris yang Pedas
Sedikit catatan merah Mohammed bin Salman di atas tentu akan membuat para pecinta sepak bola di Inggris bertanya-tanya, bagaimana sikap dia terhadap media Inggris yang dikenal pedas dalam melakukan kritikan baik kepada pemilik maupun pelatih klub.
Jose Mourinho adalah salah satu sosok yang menjadi media darling bagi para jurnalis Inggris. Pada musim 2015/16, pria asal Portugal itu tengah menjadi sorotan karena performa Chelsea yang merupakan juara bertahan Liga Inggris tidak maksimal.
Kala itu The Blues baru saja menelan kekalahan keenamnya di liga setelah takluk 1-3 dari Liverpool. Chelsea yang terbenam di peringkat ke-15 pun membuat media-media Inggris meramaikan isu-isu pemecatan dirinya dalam waktu dekat.
Meski Mou selalu mengatakan bahwa ia tak akan mundur meski Chelsea terus menderita hasil negatif, tapi media tetap saja menebar segala isu pemecatan.
Tak hanya manajer klub, para pemain timnas Inggris pun tidak luput dari rundungan pedas mereka. Raheem Sterling misalnya.
Saat turnamen Piala Dunia 2018 akan segera dimulai, The Sun menyerang Sterling dengan mengkritik tatto senjata di kaki kanannya, yang dianggap akan jadi contoh buruk bagi anak-anak kecil yang mengidolkan pemain Manchester City tersebut.
Kritikan tu bahkan sampai level seruan agar pelatih Inggris Gareth Southgate memecat Sterling dan tidak membawanya ke piala dunia.
Padahal ada cerita sedih di balik tatto tersebut yakni pengingat, ayahnya mati karena ditembak saat ia berusia 2 tahun, dan ia tidak akan memegang senjata seumur hidupnya.
Gary Lineker menyebut perlakuan The Sun ini sebagai aneh dan tidak patriotik, menyerang pemain sendiri ketika turnamen akan dimulai.
Selain itu, para media ternama Inggris juga tidak segan-segan akan menghabisi penggawa The Three Lions jika gagal atau tampil buruk di Piala Dunia. Bagi mereka, itu adalah dosa yang tidak terampuni.Dan kalau itu yang terjadi, para pemain Inggris harus siap pulang ke rumah dengan sambutan yang tidak ramah.
Apakah Mohammed bin Salman akan bisa menahan watak otoriter sekaligus kediktatorannya dalam memimpin klub terhadap media Inggris? Menarik ditunggu.