Kisah Tenerife: Klub Semenjana Liga Spanyol yang Dicintai Barcelona, Tapi Dibenci Real Madrid
INDOSPORT. COM - Tenerife berdiri sebagai klub sepak bola di Liga Spanyol sejak tahun 1912 silam. Sepintas, tidak ada faktor spesial yang dimiliki Tenerife.
Kiprah mereka sampai sekarang sebagian besar dilalui di kompetisi kasta kedua. Mereka juga belum pernah sekalipun mengecap manisnya gelar juara LaLiga Spanyol ataupun Copa del Rey.
Namun sejarah Tenerife patut diberi sorotan lebih, khususnya sepanjang periode antara tahun 1990 sampai 1999. Pada masa itu, Tenerife mampu 10 musim beruntun bermain di kasta tertinggi Liga Spanyol alias Liga Spanyol.
Prestasi terbaik Tenerife adalah menduduki peringkat lima klasemenn akhir musim 1992/92 dan 1995/96. Pencapaian yang ikut membuat Tenerife berhak berlaga di ajang Piala UEFA.
Rekam jejak Tenerife di Piala UEFA sejatinya tak terlalu mengecewakan untuk ukuran klub semenjana seperti mereka. Piala UEFA 1993/94, langkah Tenerife terhenti sampai babak 16 besar akibat kalah dari raksasa Serie A Italia, Juventus.
Sementara pada Piala UEFA 1996/97, Tenerife lumayan membuat kejutan lantaran lolos sampai semifinal, menyingkirkan tim top seperti Lazio dan Feyenoord, sebelum akhirnya dikandaskan Schalke lewat agregat 1-2.
Selain segala catatan tersebut, reputasi Tenerife aslinya punya kedekatan emosional dengan dua penguasa Liga Spanyol, Barcelona dan Real Madrid. Menariknya, hubungan ini tertera melalui perasaan yang berbeda.
Barcelona cenderung ramah, hingga menganggap Tenerife bak pahlawan. Sedangkan Real Madrid tampaknya begitu trauma terhadap Tenerife, ibarat mimpi buruk yang amat kelam.
Kalian mungkin bingung, bagaimana kedekatan emosional Tenerife dengan Barcelona dan Real Madrid dapat tercipta? Mari simak jawabannya lewat penjabaran kisah Tenerife pada musim 1991/92 dan 1992/93 berikut.
1. Peta Kekuatan Barcelona dan Real Madrid Sebelum Musim 1991/92
Membedah hubungan emosional Tenerife dengan Barcelona dan Real Madrid, haruslah merunut agak panjang sebelum musim 1991/92. Singkat cerita, Real Madrid begitu menguasai pentas LaLiga Spanyol sepanjang akhir periode 1980-an.
Lima musim beruntun, mulai 1985/86 sampai 1989/90, kompetisi kasta tertinggi sepak bola Negeri Matador selalu memunculkan Los Blancos sebagai juara.
Real Madrid begitu berkuasa dengan komposisi skuat super, La Quinta del Buitre, yang dimotori Hugo Sanchez, Manuel Sanchis, Martin Vazquez, Michel, Miguel Pardeza dan Emilio Butragueno.
Bahkan Real Madrid mampu melewati dua musim beruntun dengan prestasi begitu manis, merajai ajang Piala UEFA, musim 1984/85 dan 1985/86.
El Real menjadi klub yang dominan di Eropa masa itu, bersama raksasa AC Milan lewat trio Belandanya, Ruud Gullit, Marco van Basten dan Frank Rijkaard.
Sedangkan Barcelona, kiprahnya selalu ada di bawah bayang-bayang gemerlap prestasi Real Madrid. Blaugrana yang sepanjang akhir periode 1980-an dilatih Terry Venables dan Luis Aragones, sangatlah minim prestasi.
Sebenarnya tetap lumayan. Selama lima musim (1985/86 sampai 1989/90) yang mana Real Madrid juara LaLiga Spanyol beruntun, Barcelona tiga kali finish runner-up.
Skuat Catalan yang waktu itu memiliki trio Inggris, Gary Lineker, Mark Hughes, dan Steve Archibald, sempat pula merajai ajang Piala Winners pada 1988/89.
Namun Presiden Barcelona, Josep Luis Nunez adalah tipe orang yang tak bisa diam bila timnya hanya sampai kata lumayan. Josep Luis Nunez pun merancang revolusi besar agar Barcelona dapat mematahkan dominasi Real Madrid.
Inisiatif Josep Luis Nunez dimulai dengan menunjuk pelatih baru pada awal musim 1988/89. Josep Luis Nunez mempercayakan kursi kepelatihan kepada sosok legenda klub asal Belanda yang eksis di era 1970-an, Johan Cruyff.
Penunjukkan Johan Cruyff langsung menuai hasil positif sejak musim perdananya membesut Barcelona. Selain gelar juara Piala Winners, Johan Cruyff mengantarkan Barcelona menempati urutan dua, serta membangun pelan-pelan pondasi tim.
Musim berikutnya, agak sedikit menurun memang, Barcelona mengakhiri kompetisi LaLiga Spanyol 1989/90 di urutan tiga.
Namun Johan Cruyff sudah berhasil memadukan Ronald Koeman dengan Pep Guardiola muda yang perannya sangat krusial di barisan tengah.
Menyambut musim 1990/91, Johan Cruyff coba melakukan perbaikan kualitas tim lewat kebijakan merekrut pemain asal Bulgaria, Hristo Stoichkov.
Peran Hristo Stoichkov sepanjang LaLiga 1990/91 sanggup menghasilkan 14 gol. sekaligus mengantarkan Barcelona kali perdana keluar menjuarai kompetisi. Barcelona memutus tren luar biasa Real Madrid yang finish ketiga.
Masih pada musim yang sama, Tenerife yang menjalani tahun kedua pasca promosi 1989, finish di urutan 14 klasemen. Tenerife cuma berjarak dua poin di atas jurang degradasi.
2. Aksi Gemilang Tenerife Menghancurkan Real Madrid
Real Madrid mengusung misi balas dendam atas kegagalan yang didapat musim 1990/91. El Real mendatangkan Robert Prosinecki dan Luis Enrique demi menambah kualitas kekuatan tim.
13 pekan pertama LaLiga Spanyol 1991/92, laju Real Madrid begitu ngebut. Real Madrid sanggup menorehkan 12 kemenangan serta hanya sekali imbang 1-1 (kontra Barcelona).
Masuk menuju 13 pekan berikutnya, langkah Real Madrid mulai terseok-seok. Los Blancos cuma meraih empat kemenangan dan malah menderita lima kekalahan. Sementara di fase yang sama, Barcelona cuma kalah sekali.
Bulan April, Barcelona bertandang ke markas Tenerife. Blaugrana selaku juara bertahan tak berdaya kalah 1-2 akibat aksi pemain Tenerife, Juan Pizzi yang mencetak brace.
Singkat cerita, sampai pekan ke-37, Real Madrid ada di pucuk klasemen, unggul sepoin saja dari Barcelona yang menempati urutan dua. Artinya, peraih gelar juara harus ditentukan sampai pekan terakhir kompetisi.
Jadwal pekan ke-38, Barcelona bersua Athletic Bilbao di markas sendiri. Kalau Real Madrid harus bertandang ke Tenerife yang diracik Jorge Valdano.
Tenerife tak mengawali laga dengan baik. Belum genap setengah jam laga berjalan, Tenerife sudah kejebolan dua gol akibat aksi Fernando Hierro (8') dan Gheorghe Hagi (28').
Barulah menit ke-36, Tenerife bisa memperkecil ketertinggalan. Quique Estebaranz menjebol gawang Madrid lewat sepakan kaki kirinya.
Skor 2-1 untuk keunggulan Real Madrid menutup paruh pertama laga di Tenerife. Momen yang sama, Barcelona mengakhiri babak pertama dengan keunggulan 1-0 atas Bilbao.
Babak kedua dimulai, Tenerife coba menyerang lebih intens guna menyamakan kedudukan. Penalti didapat Tenerife pada menit ke-69 setelah pemain Real Madrid, Villaroya, melakukan pelanggaran di kotak terlarang. Villaroya juga dihukum keluar lapangan lantaran menerima kartu kuning kedua.
Sayang sekali, eksekusi penalti Tenerife gagal membuahkan gol. Tenerife membuang-buang kesempatan menyamakan kedudukan.
Barcelona sementara itu sudah menambah keunggulan menjadi 2-0 atas Bilbao. Gol kedua Barcelona tercipta pada menit ke-49.
Serangan Tenerife yang tak kenal lelah, akhirnya berbuah manis pada menit ke-77. Pemain Real Madrid, Ricardo Rocha, salah mengantisipasi bola dan lahirlah gol bunuh diri.
Semenit kemudian, Tenerife bahkan berhasil membalikkan keadaan. Pemain pengganti yang baru masuk pada menit ke-64, Pier, jadi aktor pencetak gol.
Waktu normal tersisa 12 menit, Real Madrid membutuhkan dua gol lagi supaya bisa mempertahankan posisi puncak klasemen. Namun apa daya, hingga peluit bubar, Real Madrid gagal mengejar Tenerife yang melakukan epic comeback luar biasa.
Barcelona yang laga pekan ke-38 miliknya selesai lebih dulu dengan hasil kemenangan 2-0, langsung menyambut sukacita keberhasilan Tenerife menghancurkan Real Madrid.
Berkat bantuan dan aksi hebat Tenerife, Barcelona bisa menyalip Madrid di laga pekan terakhir, sekaligus menjuarai LaLiga Spanyol 1991/92.