Football Institute Tegaskan Kasus Kekerasan oleh Suporter Jangan Ditoleransi Lagi
FOOTBALL265.COM - Kasus kekerasan oleh suporter yang belakang terjadi di sepak bola Indonesia tengah menjadi sorotan banyak khalayak.
Seperti diketahui, penimpukan bus yang dialami oleh tim Arema FC dan Persis Solo oleh sekelompok oknum suporter dalam dua minggu terakhir ini, dinilai sangat memprihatinkan.
Persoalan ini harus menjadi perhatian serius seluruh stakeholder sepakbola nasional, termasuk menjadi fokus prioritas dan tanggungjawab bagi calon Ketua Umum PSSI yang baru.
"Pembenahan persepakbolaan Indonesia harus menyeluruh dan integral," ungkap Founder Football Institute, Budi Setiawan kepada media.
"Bukan hanya perbaikan kualitas klub, kualitas kompetisi, kesejahteraan dan karir pemain, tetapi juga edukasi yang benar dan tegas terhadap supporter maupun komunitas-komunitas yang menyebut dirinya pendukung secara profesional dan berintegritas," tambahnya.
Menurutnya hematnya lagi, kejadian-kejadian seperti ini tentu saja tidak boleh dibiarkan sebagai tindakan infantilisme atau kekanak-kanakan yang dapat ditoleransi atau dimaafkan begitu saja seperti yang sudah-sudah.
Perlu ada tindakan penyelidikan, penyidikan dan proses hukum yang jelas untuk menghukum pihak-pihak yang memang bersalah.
"Jangan kita memberikan ruang bagi pihak yg berlindung di balik nama suporter untuk membenarkan tindakan kriminal yang mereka lakukan," ungkap Budi.
"Penting untuk mengurai siapakah sebenarnya pelaku pengrusakan di kantor arema, itu akan menjadi yurisprudensi dan referensi baik bagi komunitas sepakbola maupun pihak keamanan," jelasnya.
"Semoga ini menjadi perhatian seluruh stakeholder sepakbola khususnya PSSI ke depan agar benar-benar serius memikirkan resolusi atas kejadian-kejadian yang merusak citra sepakbola tanah air ini," tutupnya.
1. Minta Ditindak
Sebelumnya Budi Setiawan menilai, apa yang dialami oleh Arema FC seperti penimpukan bus dan kini perusakan kantor, maka ada beberapa indikator yang dapat kita jadikan pemahaman dan bahan evaluasi.
"Pertama, kekerasan ini mengindikasikan bahwa ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkan Arema dan merusak nama Arema FC atas nama pendukung," katanya.
"Menggunakan alasan PT AABBI atau Arema FC mesti bertanggungjawab dan mengusut tragedi Kanjuruhan sama sekali tidak tepat. Selain mereka bukan penegak hukum, para pengurus dan pemilik klub telah menunjukkan inisiatif yang baik melalui mitigasi korban dan juga pemberian santunan kepada korban," tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa persoalan persepakbolaan kita hari ini ternyata bukan hanya persoalan pemain, pemilik, tetapi juga sikap ketidakdewasaan pendukung atau suporter bola.
Sehingga kejadian seperti Tragedi Kanjuruhan bukan semata-mata kelalaian penyelenggara pertandingan, petugas keamanan, dan klub, tetapi juga sikap brutal dan merusak oknum pendukung yang sering melanggar hukum.
"Pelemparan bis pemain dan kantor klub yang mengakibatkan korban luka merupakan tindakan pidana yang tidak dapat dibiarkan dan justru merusakan citra klub Arema dan Aremania sendiri," jelasnya.
"Peristiwa ini diluar kelaziman, sehingga menurut hemat saya pihak kepolisian perlu menyelidiki lebih jauh mengenai identitas para pelaku, apakah ada kaitan dengan keluarga korban atau tidak. Dan juga apakah ada indikasi settingan atau tidak, sehingga otak pelaku atau dalang dari peristiwa anarkis di kantor arema tersebut dapat terkuak," tutupnya.