Hati-hati Manchester United, Paul Mitchell Pernah Gagal Bangun Mega Proyek Tim Muda di AS Monaco
FOOTBALL265.COM - Paul Mitchell bakal menjadi salah satu petinggi di jajaran divisi olahraga klub Liga Inggris, Manchester United sebagai calon kepala rekrutmen untuk menjaring bakat muda. Tetapi sepak terjangnya tak begitu mulus.
Isu perekrutan Paul Mitchell sendiri berhembus setelah Sir Jim Ratcliffe berencana membeli saham Manchester United dari tangan Keluarga Glazer.
Sir Jim Ratcliffe kini jadi satu-satunya kandidat paling kuat untuk untuk menjadi investor The Red Devils, julukan Manchester United.
Hal tersebut terjadi setelah Sheikh Jassim yang awalnya paling ngotot untuk membeli Manchester United, memutuskan untuk menarik diri dari segala negosiasi.
Padahal, Sheikh Jassim sebelumnya telah menawarkan 6,9 miliar euro, atau setara Rp 114 triliun, untuk membeli Manchester United dari keluarga Glazer.
Kini setelah Sheikh Jassim mundur, kabarnya Sir Jim Radcliffe bakal maju untuk membeli 25 persen saham Manchester United dari keluarga Glazer.
Melansir Caught Offside, Sir Jim Ratcliffe berencana memboyong Direktur Olahraga Paul Mitchell sebagai orang yang bertanggung jawab dalam segala aktivitas transfer Manchester United.
Dalam kariernya, Paul Mitchell pernah jadi sosok penting dalam proses perekrutan pemain untuk tim Southampton, RB Leipzig, Tottenham Hotspur dan AS Monaco.
Berbekal pengalaman dan kejeliannya mencari pemain muda potensial, kehadiran Paul Mitchell diprediksi bisa membuat skuat Manchester United jauh lebih bertaji.
Tetapi sepak terjangnya dalam menjaring bakat-bakat muda tidak selalu mulus. Ia pernah gagal membangun mega proyek pemain muda di klub Liga Prancis, AS Monaco.
1. Gagal di AS Monaco
Paul Mitchell adalah mantan pesepakbola yang pensiun pada 2007 lalu di MK Dons, akibat cedera kambuhan yang akhirnya mengganggu performanya di lapangan.
Usai pensiun Mitchell tidak bisa jauh-jauh dari sepak bola. Ia memutuskan untuk tetap berada di industri ini tetapi tidak sebagai pelatih, melainkan di luar lapangan.
Kariernya sebagai eksekutif sepak bola dimulai ketika ia mendapat jabatan sebagai staff khusus di tim utama MK Dons.
Pekerjaan ini membuat Mitchell belajar banyak aspek, mulai dari yang berkaitan hingga yang tidak ada hubungannya dengan sepak bola.
Dari banyak tugas yang dijalani, satu tugas yang paling menarik perhatiannya adalah rekrutmen, dan akhirnya Mitchell diangkat sebagai kepala rekrutmen di MK Dons.
Pekerjaan itu nampaknya sangat cocok untuk Mitchell. Mata elangnya bekerja cukup baik untuk MK Dons, karena ia berhasil menemukan bakat-bakat terbaik yang kemudian jadi kunci permainan tim.
Setelahnya, ia berhasil memberikan tiket playoff dalam dua musim secara beruntun untuk promosi ke Championship atau kasta kedua Liga Inggris.
Kejeniusannya kemudian membuat salah satu tim Liga Inggris, Southampton merayunya untuk bergabung pada musim 2013/14. Di sana, Mitchell lagi-lagi bekerja dengan baik.
Ia membantu Southampton menjaring bakat-bakat potensial yang menjadi tulang punggung tim, hingga akhirnya finis di peringkat ke-8. Beberapa nama temuannya adalah Dejan Lovren, Nathanael Clyne, Jay Rodriguez, dan Artur Boruc.
Bakat mereka kemudian menarik tim besar Liga Inggris dan akhirnya pindah. Begitu juga dengan masa depan Mitchell, ia juga memutuskan hijrah ke Tottenham Hotspur.
Di sana mata elangnya berhasil menemukan bakat hebat, di antaranya Dele Alli dan Son Heung-min dianggap jadi prestasi terbaik Mitchell di White Hart Lane.
“Merekrut pemain seperti membeli rumah,” kata Mitchell kepada The Athletic.
“Sebelum membeli rumah, Anda harus mengecek semua. Kami mengumpulkan data semua pemain yang diincar, kami membandingkan mereka, dan menganalisis sebelum membuat keputusan.”
Hanya beberapa musim, Mitchell kemudian hijrah dari Spurs menuju RB Leipzig. Padaha saat itu di musim 2017 ia mendapat tawaran dari dua klub besar, Manchester United dan Paris Saint-Germain.
Mitchell masuk ke Leipzig bersamaan dengan revitalisasi tim usia muda yang dilakukan oleh Ralf Rangnick saat itu.
Ketika itu, Ragnick menilai tim usia muda Leipzig jadi yang paling buruk sejak mereka berdiri pada 2009.
Satu cara yang dilakukan oleh Leipzig adalah merekrut beberapa pemain untuk tim U17 dan U19.
Sejak cara tersebut diterapkan, mereka berhasil mendapatkan total tiga gelar untuk kompetisi U19 dan enam gelar pada kelas U17.
Gagal di AS Monaco
Sukses di RB Leipzig, Mitchell kemudian mencari tantangan baru lagi. Investasi besar Monaco untuk pengembangan muda ternyata menarik perhatiannya.
Kegagalan menjuarai Ligue 1 serta kian sedikitnya pemain muda yang moncer dari akademi membuat mereka berani memberi proyek ini ke Mitchell.
Mitchell diberi keleluasaan oleh Monaco; mulai dari pembangunan fasilitas pemain muda kelas state-of-the-art hingga mengurusi segala detail pemain dari usia muda sampai tim senior. Semua harus sesuai dengan keinginan Mitchell.
Dengan segala yang sudah diberikan kepada Mitchell, Monaco ternyata belum membaik. Dalam hampir dua musim di sana, hanya sedikit pemain baru yang langsung nyetel dengan tim.
Demikian pula dengan pemain akademi yang tidak mendapatkan tempat. Di satu sisi, Monaco menghabiskan rata-rata 48,2 juta euro dalam dua musim terakhir.
Angka tersebut meneruskan pengeluaran gila-gilaan Monaco dalam sembilan tahun terakhir yang tidak sebanding dengan prestasi di lapangan. Kendati demikian, ia tetap berada di jajaran petinggi AS Monaco hingga saat ini.