Evander Holyfield, Lahir dari Ancaman Perang Nuklir Hingga Jadi Legenda Tinju
Bila dibandingkan dengan sepakbola, olahraga tinju mungkin masih kalah pamor. Namun, di balik itu semua, olahraga adu jotos itu tetap mampu mengeluarkan nama-nama yang pamornya tidak kalah dengan pesepakbola top.
Sejumlah legenda pun telah mengibarkan namanya di dunia tinju. Hebatnya, di antara mereka bahkan ada yang namanya masih dikenal hingga sekarang.
Perlu contoh? Sebut saja legenda tinju asal Amerika Serikat, Muhammad Ali. Orang yang tidak menyukai olahraga tinju saja pasti pernah mendengar nama pria kelahiran 17 Januari 1942 tersebut.
Selain Ali, terdapat satu legenda tinju lagi yang namanya terus dikenal hingga sekarang. Dia adalah Evander Holyfield.
Di ulang tahunnya yang ke-54 ini, INDOSPORT pun coba menyajikan beberapa peristiwa penting yang mengiringi perjalanan Evander hingga pada akhirnya dikenal sebagai salah satu petinju terbaik yang pernah dimiliki dunia.
1. Lahir di Tengah Krisis Perang Nuklir
Perang dingin antara dua negara adikuasa, Amerika Serikat dan Uni Soviet sempat memanas pada Oktober 1962. Kala itu, dunia terancam mengalami perang nuklir, setelah Uni Soviet membangun proyek pembuatan misil di wilayah Kuba, yang berdekatan dengan Amerika.
Namun, di balik prahara dua negara tersebut, seorang wanita bernama Annie Laura melahirkan seorang bocah laki-laki, di sebuah kota kecil, Almore, Amerika Serikat, pada 19 Oktober. Bocah itulah yang nantinya dikenal sebagai Evander Holyfield.
Ada cerita menarik mengenai nama yang disandang oleh Evander. Terlepas dari ayahnya yang bernama Isom Coley, Evander memiliki nama belakang Hollyfield yang merupakan mantan suami ibunya terdahulu. Hal itu tidak lepas dari kenyataan sejak kecil, ayah kandung Evander pergi meninggalkan ibu dan saudara-saudaranya yang lain.
Menjadi yang paling muda di antara delapan saudara lainnya, membuat Evander kerap merasa terkucilkan. Apalagi saat itu, banyak saudaranya yang sudah bekerja demi membantu kondisi keungan keluarga mereka yang sulit.
"Hidup dengan delapan saudara membuat setiap harinya seperti kompetisi bagi saya, sebab mereka seperti menaklukkan saya dalam segala hal. Itu membuat saya punya cita-cita untuk menjadi lebih baik dari mereka ketika kecil," ungkap Evander seperti dilansir Guardian.
2. Perkenalan dengan Tinju
Menginjak usia empat tahun, Evander dan keluarganya pindah ke Atalanta yang merupakan kota kelahiran ibunya. Siapa yang menyangka, bahwa ini merupakan awal pertemuan Evander dengan olahraga tinju yang membesarkan namanya.
Kala itu, di dekat kediaman Evander terdapat sebuah klub olahraga bernama Warren Memorial Boys Club. Evander yang merupakan pecinta olahraga, arkhirnya mendaftarkan diri ke klub tersebut.
Awalnya, ia mendaftarkan diri di klub American football. Secara mengejutkan, terlepas dari postur tubuhnya yang kecil, Evander sukses meraih dua penghargaan MVP.
Di sela-sela latihannya, Evander kecil sering mengunjungi dan melihat jauh sasana latihan tinju. Di sinilah ketertarikannya terhadap olahraga pertarungan itu mulai muncul.
Sampai suatu ketika, ia melihat dan berpapasan dengan pelatih tinju di sana, Carter Morgan. Evander pun bertanya apakah ia diperbolehkan untuk berlatih di sana.
Kala itu, Morgan yang melihat tubuh kecil Evander yang baru berusia delapan tahun, menggelengkan kepalanya saat menanggapi pertanyaan Evander.
Bukannya berhenti, Evander justru semakin berusaha agar dirinya diterima. Setelah satu pekan membujuk Morgan, Evander akhirnya diperbolehkan berlatih.
Sejak saat itu, hingga berusia 11 tahun, Evander tidak pernah terkalahkan saat berlatih tanding maupun ketika mengikuti pertandingan. Hingga ketika usianya 15 tahun, Evander menjadi juara Southeastern Regional Champion dan mendapat penghargaan Best Boxer Award.
Kehebatan Evander pun membuat dirinya terpilih mewakili tim Amerika Serikat di Olimpiade 1984, padahal saat itu ia baru berusia 20 tahun.
3. Kenangan Pahit Olimpiade
Nama Evander sebagai seorang petinju pertama kali dikenal kala ia mewakili Amerika Serikat pada Olimpiade 1984 di Los Angeles.
Ia menjadi sorotan lantaran ketika itu Evander merupakan petinju light heavyweight tak bernama, ditambah usianya yang masih 20 tahun. Sejumlah pihak pun meragukan dirinya dapat tampil lama di ajang multi-event empat tahunan itu.
Namun, seolah ingin membungkam komentar miring, Evander tampil seperti binatang buas pada pertandingan pertamanya. Petinju asal Ghana, Taju Akay ia singkirkan lewat technical knockout atau biasa disingkat TKO, setelah Evander mampu menjatuhkannya sebanyak tiga kali.
Tidak berhenti di situ, pada pertandingan kedua, Evander kembali sukses menumbangkan lawannya, Ismail Salman dari Irak lewat dua ronde. Kemenangan itu pun membuatnya bertemu dengan wakil Kenya, Sylvanus Okello, yang ia buat knockout (KO) di ronde pertama.
Pada babak semifinal, Evander bertemu dengan wakil Selandia Baru, Kevin Barry. Pertarungan keduanya pun berlangsung sengit dengan aksi saling pukul.
Akan tetapi, enam detik sebelum berakhirnya ronde kedua, sebuah insiden terjadi. Kala itu, Evander tengah melayangkan pukulan bertubi-tubi yang membuat Barry terjatuh ke lantai.
Namun, secara mengejutkan, wasit pertandigan, Gligorije Novicic mengeluarkan keputusan yang tidak hanya menggetarkan Evander, namun juga seluruh warga Amerika Serikat.
Evander didiskualifikasi dari pertandingan karena dinilai tetap memukul lawannya, meski bel tanda berakhirnya ronde telah dibunyikan. Harapan Evander untuk mempersembahkan medali emas bagi negaranya pun pupus.
Ketika upacara penyerahan medali, sebuah aksi mengharukan terjadi. Petinju asal Yugoslavia, Anton Josipovic yang meraih medali emas, mengajak Evander untuk berdiri bersama dirinya di podium teratas, sebagai bentuk penghargaan.
Sejak saat itu, nama Evander pun mulai dikenal banyak orang, terlepas dari kenyataan bahwa dirinya gagal meraih medali emas Olimpiade.
4. Insiden Gigitan Kuping Mike Tyson
Sebagai seorang petinju profesional, Evander tentunya sudah melakoni banyak pertandingan sepanjang kariernya. Diantara banyaknya pertandingan tersebut, mungkin laga tertanggal 28 Juni 1997 akan selalu dikenang.
Dalam pertandingan itu, Evander sendiri menghadapi Mike Tyson. Pertemuan keduanya pun sempat dijuluki 'Fight of the Century', sama ketika Floyd Mayweather menghadapi Manny Pacquiao pada Mei 2015 lalu.
Bagi Mike Tyson, pertemuannya dengan Evander ini bisa disebut sebagai ajang balas dendam. Pasalnya, di tahun sebelumnya ia kehilangan gelar juara Heavyweight di tangan Evander.
Sebelum pertarungan, mantan pelatih Tyson, Teddy Atlas menyebut mantan anak asuhnya itu akan melakukan tindakan nekat apabila tidak mampu menyudutkan Evander.
"Mike akan mencoba keberuntunganya. Namun, bila ia tidak bisa menundukan Evander di ronde awal, ia pasti akan berusaha agar dirinya didiskualifikasi," ujar Atlas seperti dilansir CBS Local.
Benar saja, Evander yang dua tahun lebih tua dari Tyson menampilkan permainan yang mendominasi dan membuat Tyson mulai kewalahan.
Emosi tak terhankan Tyson pun memuncak dan membuatnya melakukan tindakan tidak sportif dengan menggigit telinga sebelah kanan Evander hingga robek. Tyson bahkan sempat terlihat meludah ke lantai untuk mengeluarkan potongan kuping Evander yang ada di mulutnya.
Pertandingan pun sempat dihentikan sementara, namun dilanjutkan kembali setelah pihak medis menilai Evander yang kupingnya bersimbah darah masih bisa melanjutkan laga.
Tyson pun kembali mencoba mencederai kuping Evander dengan gigitannya. Beruntung bagi Evander gigitan Tyson hanya melukai sedikit telinga kirinya.
Kejadian itu pun memaksa laga dihentikan. MC pertandingan, Jimmy Lennon Jr. melalui pengeras suara mengumumkan bahwa Tyson didiskualifikasi dari pertandingan setelah terbukti dua kali menggigit telinga Evander.
Kejadian itu sendiri membuat hubungan kedua petinju yang sebelumnya bersahabat berubah menjadi konflik. Keduanya bahkan kerap menjelek-jelekan satu sama lain.
Barulah pada 16 Oktober 2009, dalam sebuah acara talkshow, Tyson menyatakan permintaan maaf atas perbuatannya. Evander pun menerima permohonan maaf tersebut.
5. 11 Anak dan Kebangkrutan
Tidak hanya aksi-aksi Evander di atas ring tinju saja yang membuatnya kerap menjadi sorotan publik. Kehidupan pribadinya di luar ring kerap juga menjadi bahan pembicaraan.
Hingga kini, Evander tercatat telah memiliki 11 anak dari lima orang wanita yang pernah mengisi kehidupannya. Dari lima wanita tersebut, hanya tiga yang pernah berstatus istri sahnya.
Kenyataan Evander yang memiliki banyak anak tersebut pun sempat membuat petinju berjuluk The Real Deal tersebut dikabarkan mengalami kebangkrutan.
Pada 2008 lalu, Evander bahkan sampai harus menjual rumah mewah miliknya di Atalanta seharga Rp47 miliar. Tidak hanya itu, sejumlah benda bersejarah miliknya pun harus ia lelang, di antaranya sabuk juara WBC, WBA, dan IBF.
Meski harus kehilangan banyak uang karena mengurus anak-anaknya, Evander mengaku tidak menyesal. Ia justru bersyukur karena Tuhan mempercayakan dirinya memiliki banyak keturunan.
"Itu merupakan berkat Tuhan. Bila melihat dari sudut pandang saya, memiliki banyak anak akan membuat saya tidak perlu khawatir sendirian ketika tua nanti. Mereka nantinya akan bergantian menjaga saya," ungkap Evander seperti pernah dilansir Guardian.