On This Day: Laga Mike Tyson vs Evander Holyfield yang 2 Kali Nyaris Batal
FOOTBALL265.COM - 24 tahun yang lalu, tepatnya 9 November 1996 terjadi pertarungan dua sosok monster di dunia tinju, yakni Mike Tyson vs Evander Holyfied.
Mike Tyson dan Evander Holyfield rasanya tak perlu dipertanyakan lagi kualitasnya sebagai seorang petinju kelas berat. Berbagai sabuk juara sudah pernah diraih dua petinju yang sama-sama punya gaya Orthodox itu.
Sejak memutuskan menjadi petinju profesional dan memulai debut pada 1985 silam melawan Hector Mercedes, Mike Tyson sudah melakoni 58 pertandingan
Sebanyak 50 kemenangan pun sudah pernah dirasakan petinju kelahiran 30 Juni 1966 itu. Hebatnya, 44 di antaranya berhasil diraih dengan cara membuat lawannya KO dan juga ia memiliki rekor 37 kemenangan beruntun.
Tak jauh berbeda dengan Mike Tyson, Evander Holyfield juga punya catatan yang impresif selama menjajal pertarungan tinju di atas ring sebagai seorang profesional.
Memulai petualangannya dengan kemenangan atas Lionel Byarm pada 15 November 1984 silam, Evander yang memiliki julukan The Real Deal sudah melakoni 57 aksi saling tukar pukulan.
Sepanjang 27 tahun berkarier sebagai petinju, Evander 44 kali berhasil membuat lawannya kalah. 29 kali petinju asal Amerika Serikat itu berhasil membuat lawannya tersungkur dan tidak bisa lagi melanjutkan laga.
Memiliki statistik pertarungan yang sama-sama mentereng sejak memulai debut, dua sosok yang pernah bersama-sama di pelatnas tinju Amerika untuk Olimpiade itu sangat diharapkan untuk bisa saling bertanding.
Beruntunglah para pencinta tinju di seluruh dunia karena pada akhirnya, Mike Tyson dan Evander Holyfield nyatanya pernah bertemu dan saling bertukar tinju di atas ring.
Ya, bertempat di MGM Grand, Las Vegas, Amerika Serikat, pada 9 November 1996 silam, kedua petinju kelas berat terbaik dunia itu akhirnya bertarung dan menghadirkan sebuah kejadian yang jadi awal kebencian.
2 Kali Nyaris Batal
Meski akhirnya resmi bertarung pada 9 November 1996, Mike Tyson dan Evander Holyfield sejatinya lebih awal dijadwalkan lebih awal untuk saling bertarung.
Dilansir dari Boxrec, 18 Juni 1990 sebelumnya dipilih jadi tanggal pertarungan Mike Tyson vs Evander Holyfield. Atlantic City pun dipilih menjadi venue pertandingan yang akan memperebutkan sabuk juara dunia kelas berat.
Sayang, rencana itu batal terlaksana lantaran pada 11 Februari 1990 terjadi sebuah kejadian yang mengejutkan dunia. Tyson yang punya rekor tak terkalahkan, tanpa diduga takluk saat berhadapan dengan James Douglas.
Ya, Tokyo Dome yang jadi venue pertandingan menjadi saksi bisu saat Tyson pertama kali merasakan rasanya bersandar di kanvas ring, sekaligus moment ia kehilangan sabuk juara dunia.
Akibat kejadian itu, pertarungan antara Tyson dan Holyfield dijadwal ulang menjadi 8 November 1991 di Caesars Palace. Sialnya, lagi-lagi pertarungan kedua petinju itu batal karena Tyson tersandung kasus kriminal dan harus mendekam di penjara.
Setelah mengalami dua kali penundaan, akhirya Tyson dan Evander benar-benar sepakat menggelar pertarungan pada 9 November 1991. Dari pertarungan itu, Tyson mendapat jaminan 30 juta USD (sekitar Rp424 miliar), sementara Evander mendapat 12 juta USD (sekitar Rp169 miliar).
Ketika laga dimulai, Tyson mengambil inisiatif serangan-serangan cepatnya. Beruntung bagi Evander, ketekunannya mempelajari gaya pertarungan Tyson membuathkan hasil. Berkali-kali ia berhasil menghalau dan mengindari pukulan Tyson.
Saat memasuki ronde keenam, Evander menyerudukTyson dengan kepalanya (dianggap tak sengaja oleh wasit). Aksi itu berdampak pada luka di bagian mata kiri Tyson dan membuatnya mulai sulit menjaga fokus.
Mendekati detik-detik berakhirnya ronde ke-10, Evander melihat celat di pertahanan Tyson. Tanpa membuang waktu, ia langsung melancarkan serangan bertubi-tubi. Tyson sendiri akhirnya selamat karena bunyi bel.
Setelahnya, Evander langsung mengawali ronde ke 11 dengan pukulan keras yang membuat Tyson tersungkur ke tali pembatas ring. Wasit Micth Halpern pun mengambil keputusan menghentikan laga dan menyatakan Evander sebagai pemenang.