Ni Nengah Widiasih, Mimpi Besar Teruskan Perjuangan Kartini di Atas Kursi Roda

Jumat, 21 April 2017 11:49 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Ramadhan
 Copyright:
Suka Duka jadi Atlet Difabel

Ni Nengah menceritakan bahwa pilihannya untuk menjadi atlet terjadi begitu saja. Kondisi lingkungan dan dorongan semangat dari kakak sulungnya, I Gede Suantaka, yang menjadikannya seperti saat ini.

"Awalnya (ikut angkat beban) dikenalin sama kakak dan teman-teman dan juga lingkungan. Kebetulan juga kakak saya atet, jadi mulai diajak dan coba latihan," kenang Ni Nengah saat berbincang dengan INDOSPORT.

"Sebenarnya jadi seperti sekarang itu bukan pilihan. Saat mulai itu sekitar kelas 6 SD (Sekolah Dasar). Saya juga aktif ikut kejuaraan seperti Popnas (Pekan Olahraga Pelajar Nasional) terus cerdas cermat," sambungnya.

"Untuk angkat berat itu saya mulai kelas 6. Itu bukan pilihan tapi mengalir begitu saja mungkin faktor lingkungan. Saya tidak ada pilihan dan hanya menjalani saja karena saat itu belum paham dunia olahraga itu seperti apa," imbuh anak kedua dari empat bersaudara itu.

Meski menjadi atlet difabel, Ni Nengah bukannya tanpa resiko. Ia mengakui sering kali mendapat cedera di beberapa bagian tubuhnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuatnya patah semangat dan mengalah dengan keadaan.

"Kalau belum cedera itu belum atlet sungguhan. Saya sering cedera dan berulang kali saya rasakan baik saat latihan maupun bertanding," tuturnya seraya tertawan.

"Yang pasti saat cedera yang rawan itu di bahu, siku, pergelangan tangan dan otot leher. Pertama alami cedera itu sedikit shock, tapi seiring berjalannya waktu sudah terbiasa. Paling langsung di massage lalu istirahat dan kembali latihan. Cedera tidak boleh menghalangi kita," tegas Ni Nengah.

Bagi Ni Nengah, salah satu momen paling indah selama menjadi atlet adalah ketika meraih medali perak di Paralympik Games 2016. Bagaimana tidak, prestasinya terbilang langka, pasalnya pada Paralimpiade atau Paralympic 2004 dan 2008 tak satu pun atlet Indonesia yang meraih medali, kecuali saat 2012 lalu saat David Jacobs meraih perunggu di cabang olahraga tenis meja.

"Setiap event yang saya ikuti itu punya cerita dan kesan berbeda karena memang perjuangannya yang tidak mudah. Tetapi, memangyang paling wow itu saat Paralympic kemarin," ungkap wanita 24 tahun itu.

"Tapi, bagi saya itu belum puncak karier, karena saya masih punya mimpi lain," sambung Ni Nengah.

Perjuangan Ni Nengah di Paralympic Games 2016 kemudian mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Ia menerima bonus uang tunai senilai total Rp1 Miliar. Bonus tersebut sama dengan yang diterima oleh Eko Yuli maupun Sri Wahyuni, sebuah apresiasi yang patut diacungi jempol lantaran tidak ada diskriminasi dengan atlet difabel.