Lama Diam, CLS Buka Suara Terkait Gugatan Terhadap Dimaz Muharri
FOOTBALL265.COM - Klub bola basket Yayasan Cahaya Lestari Surabaya (CLS) akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait permasalahan sengketa hukum dengan mantan pemainnya, Dimaz Muharri yang menyedot perhatian publik beberapa waktu terakhir.
CLS yang diwakili oleh kuasa hukumnya Michael Sugijanto dan Anthonius Adhi, didampingi eks managing partner tim bola basket CLS Knights Surabaya, Christopher Tanuwidjaja secara resmi menyatakan akan menghentikan proses pengadilan.
Beberapa waktu lalu, gugatan perdata yang dilayangkan CLS Knights ke Dimaz Muharri ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Meski punya dasar kuat untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur (Jatim), CLS memilih untuk tidak melanjutkan proses tersebut.
"Klien kami tidak akan memperbaharui perkara gugatan kepada saudara Dimaz Muharri di Pengadilan Negeri Surabaya. Yang perlu digaris bawahi dan diklarifikasi disini, bahwa Pengadilan Negeri Surabaya tidak menolak gugatan klien kami, namun Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan agar kami memperbaharui gugatan," kata Michael Sugijanto.
"Setelah kami berdiskusi dengan pihak Yayasan CLS, justru saudara Christopher Tanuwidjaja lah yang meminta untuk tidak melanjutkan gugatan hukum kepada Dimaz,” lanjutnya dalam konferensi pers sore tadi, Selasa (02/11/21).
Christopher Tanuwidjaja menyatakan, sebenarnya masalah dengan Dimaz bukan merupakan masalah yang besar. Tetapi, secara etika kedua belah pihak harus saling menghormati kesepakatan yang tertulis dan dituangkan dalam legalitas perjanjian bersama yang sudah disepakati sebelumnya.
1. Lama Bungkam
CLS lama bungkam soal kasus Dimaz Muharri karena ada alasan kuat yang melatarbelakangi sikap tersebut. Christopher mengaku mereka sudah mencoba melakukan mediasi karena menganggap kasus ini masalah internal yang sebenarnya mudah diselesaikan.
"Dari awal saya sudah katakan baik kepada lawyer kami, maupun kepada pihak Perbasi yang saat itu menjadi mediator dalam proses mediasi, bahwa kasus ini sebenarnya bukan permasalah uang yang menjadi perkara utama, melainkan disini kami menyayangkan etika Dimaz terhadap apa yang sudah disepakati dan didasari oleh legalitas hukum yang kuat dan sah," jelas Ito, sapaan Christopher.
"Permasalahan ini awalnya terjadi karena Dimaz melanggar kesepakatan yang ada tulis dan ditandatangi bersama. Buat saya pribadi, semua itu bisa dibicarakan dan diselesaikan secara kekeluargaan, tapi Dimaz tidak menunjukan itikad baik, dia selalu menghindar untuk membicarakan hal tersebut, sehingga kami memutuskan untuk meminta tolong ke para Kuasa Hukum kami ini untuk memanggil Dimaz untuk membicarakan penyelesaian kesepakatan tersebut," lanjutnya.
"Namun sikap Dimaz berlanjut, selalu menghindar sehingga akhirnya kami putuskan untuk masuk ke jalur pengadilan dengan harapan bukan untuk menghukum Dimaz, karena kami sudah berniat sejak awal untuk menghapus semua kewajiban Dimaz saat dia beritikad baik dan membicarakan hal tersebut kepada para pemimpin Yayasan CLS," sambung Ito.
CLS mengonfirmasi bahwa Dimaz sudah membayar sejumlah uang saat memutuskan berhenti, tapi yang dibayarkan adalah hutang pribadi. Karena CLS memberikan special treatment yang tidak pernah diberikan kepada atlit lain.
Menurut Christopher Tanuwidjaja, ada kesepakatan tertulis ketika Dimaz Muharri memutuskan kontrak dengan CLS pada 2015 lalu. Kesepakatan itu dibuat karena CLS merasa telah dirugikan.
"Yang kami pertanyakan adalah kesepakatan Dimaz saat dia memutuskan kontrak secara sepihak, dia mengakui bahwa dengan adanya kondisi tersebut, CLS sangat dirugikan secara materi, karena kehilangan salah satu aset terbaiknya," kata Ito.
“Sebenarnya ini bukan masalah siapa diantara kami atau Dimaz yang akan menang dan kalah. Tapi bagi publik ataupun pihak-pihak yang tidak mengetahui duduk permasalahan ini dari A sampai Z, saya hanya bisa tersenyum saja," lanjutnya.
"Sekali lagi saya tidak mau melanjutkan gugatan baru kepada Dimaz karena yang kami cari bukanlah kalah atas menang. Kami diam bukan berarti kami takut atau sombong atau bahkan tidak manusiawi seperti banyak gambaran yang dilemparkan kepada kami oleh para warga net. Kami memilih diam agar permasalahan ini tidak melebar ke hal – hal lain," tuntasnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Cahaya Lestari Surabaya, Ming Sudarmono lewat keterangan tertulisnya turut menyampaikan pesan agar permasalahan ini bisa menjadi contoh untuk industri olahraga di Indonesia khususnya di cabang basket agar saling menghormati payung hukum yang sudah disepakati bersama.