In-depth

The Queen's Gambit, Fiksi namun Nyata Gambarkan Seksisme yang Dialami Atlet Catur Wanita

Jumat, 6 November 2020 16:26 WIB
Editor: Lanjar Wiratri
© chessdailynews.com
Ilustrasi 'endgame' dalam olahraga catur. Copyright: © chessdailynews.com
Ilustrasi 'endgame' dalam olahraga catur.
Perjuangan Atlet Catur Wanita Lawan Seksisme

Dilansir dari Esquire, meskipun Beth sendiri mungkin tidak nyata, perjuangan beratnya melawan seksisme yang melekat dalam dunia catur kompetitif sangat akurat. Di awal series, kita melihat penyelenggara turnamen mencibir Beth yang masih remaja dan berusaha mencegahnya untuk berkompetisi.

Dalam pertandingan pertamanya di Kentucky State Championship, Beth diadu melawan satu-satunya lawan wanita lainnya, yang menjelaskan bahwa wanita harus bersaing satu sama lain sebelum diizinkan untuk bersaing dengan pria. 
 
Sikap seksis tersebut ada di mana-mana pada saat itu, bahkan di tingkat atas federasi olahraga catur sendiri, dengan tokoh-tokoh catur terkemuka bersikeras bahwa wanita tidak akan pernah mencapai ketinggian yang sama dengan pria.

Pada tahun 1966, hadiah Kejuaraan Wanita Amerika Serikat adalah USD600, sedangkan pria Kejuaraan catur pria menawarkan hadiah 10 kali lipat dari jumlah itu yakni sebesar  USD6000. 

Sampai hari ini, perbedaan gaji tetap tidak berubah, dengan juara pria terus membawa pulang 10 kali lipat hadiah uang yang diberikan kepada juara wanita.

Hingga Kejuaraan Catur Dunia 1986, ketika atlet catur wanita, Susan Polgar, berjuang untuk lolos dan menghilangkan kata 'laki-laki' dari gelar, kejuaraan itu tetap hanya terbuka untuk laki-laki.

Lebih dari tiga dekade kemudian, hanya satu wanita yang pernah berkompetisi untuk memperebutkan gelar juara yakni Judit Polgar, yang secara luas dianggap sebagai atlet catur wanita terbaik yang pernah bermain.

Pada tahun 2005 ia berkompetisi dengan gagah berani tetapi gagal untuk menjadi juara. 

Secara keseluruhan, meskipun The Queen’s Gambit tidak menggambarkan perjuangan Beth untuk mengatasi seksisme yang melekat pada olahraga tersebut, hal itu juga menyatakan bahwa juara wanita dapat dicintai di seluruh dunia.

Beth menjadi idola para penggemar yang bersemangat di seluruh dunia mulai dari Paris hingga Moskow. Dalam menulis novel, Tevis membayangkan masa depan yang lebih cerah untuk catur, di mana kesetaraan dan rasa hormat dapat diberikan kepada atlet wanita.