Hampir tak sulit menemukan lapangan futsal di setiap sudut kota dan desa di negeri ini. Namun ramainya antusias futsal di Indonesia tidak sebanding dengan prestasi di kancah luar negeri, termasuk di tingkat Asia Tenggara, di mana Garuda Jaya tidak pernah lepas dari hegemoni negara tetangga Thailand.
Lalu, apa yang menjadi kekurangan futsal Indonesia? Kekurangan bakat pemain futsal? Kekurangan sarana lapangan futsal? Atau kekurangan tenaga profesional yang menanganinya?
Pertanyaan-pertanyaan itu seolah menjadi fatamorgana klarifikasi pembenaran saja. Indonesia mempunyai lapangan futsal lebih banyak dibandingkan Thailand, juga masyarakat sepakbola yang merujuk pada terciptanya sumber daya pemain futsal berpotensi pun bisa lebih banyak dilahirkan.
Memang futsal Indonesia sempat menjadi juara turnamen AFF Futsal 2010, dan seperti menjadi pengobat luka manakala pesaing Thailand tidka hadir dalam perhelatan kali itu. Setelah itu futsal Indonesia seperti hanya menjadi pelengkap dan sekedar turut meramaikan kompetisi dengan jargon embel-embel sponsor.
Oleh karena itu PSSI membentuk Asosiasi Futsal Indonesia (AFI) untuk membenahi pembinaan futsal, dan dengan bergulirnya konsep liga futsal Indonesia di beberapa kota besar Indonesia, seperti Bandung dan Makassar, yang ternyata sukses melahirkan atlet-atlet berbakat untuk masa depan.
Salah satunya adalah Bambang Bayu Saptaji, yang memulai kariernya bersama tim Electric PLN sejak 2011. Setelah tampil gemilang bersama Timnas Futsal Indonesia, di berbagai macam kompetisi, pemain yang biasa disapa Bayu itu direkrut klub liga futsal China, Dalian Yuan Dynasty, di mana klub tersebut sukses menjadi juara pada 2015.
Berikut hasil wawancara INDOSPORT dengan Bambang Bayu Saptaji: