Perjalanan Fidelys Lolobua di Dunia Karate

Jumat, 25 Juli 2014 09:17 WIB
Penulis: Niken Purnamasari | Editor: Raditya Adi Nugraha
© Herry Ibrahim/INDOSPORT
Fidelys Lolobua ketika berlatih di GBK. Copyright: © Herry Ibrahim/INDOSPORT
Fidelys Lolobua ketika berlatih di GBK.

Karateka asal Sulawesi Selatan, Fidelys Loloboa bercerita tentang perjalanan kariernya sebagai karateka profesional Indonesia

Fidelys yang juga bekerja di Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan, mengaku banyak mendapat dukungan untuk mendirikan klub karate dari para senior yang telah malang melintang di dunia karate.

Para senior tersebut mengajarkan kepada Fidelys bahwa kesuksesan karateka bukan hanya dilihat dari prestasi namun keberhasilan membagi ilmu dan mencetak atlet berprestasi.

Fidelys juga berencana untuk pensiun dari karate di usia 35 tahun bersama sang istri yang juga karateka nasional, Ayu Safitri. Mereka akan menjadi pelatih spesial Kata dan Kumite.

INDOSPORT: Bagaimana awalnya bisa terjun ke dunia karate?

Fidelys: Saya mengenal karate ketika masuk Universitas Hasanudin, Jurusan Antropologi pada 2002. Saat itu mahasiswa baru diwajibkan mengambil mata kuliah karate. Olahraga karate adalah olahraga populer di Sulawesi Selatan kala itu sehingga dibuat mata kuliahnya.

Bisa diceritakan bagaimana perjalanan Anda menekuni karate? Kabarnya Anda berlatih sangat keras.

Saya latihan 24 kali dalam satu minggu. Saya kuliah dari jam enam hingga delapan pagi. Lalu dialnjutkan dengan berlatih mulai jam 11-12 siang. Sore hari kembali saya latihan dari pukul 4 hingga 8 malam. Di rumah saya kembali melakukan latihan sendiri mulai pukul 11-12 malam. Saya orang yang sangat ambisius dan tidak bisa beristirahat jika belum memahami teknik yang diajarkan oleh Sensei (pelatih).

Perjalanan profesional pertama Anda hingga ke titik tertinggi dalam karir sendiri bagaimana ceritanya?

Banyak orang yang tidak menyangka dengan prestasi saya yang mampu mengalahkan juara nasional pada POMNAS 2005. Dalam rentang waktu 19 hingga 21 tahun, saya berlatih dengan keras dan intensif. Saya berlatih seperti orang gila karena sangat berambisi untuk menjadi juara. Saat itu orang berpikiran mustahil dan diluar logika seseorang yang baru latihan dan baru mendapat sabuk putih bisa mengalahkan juara nasional. Tapi kerja keras saya akhirnya menjadi pembuktian.

Apa yang Anda raih di luar prestasi mendapatkan piala dari karate?

Saya bertemu dengan Istrinya lewat karate. Ayu (nama istri Fidelys) adalah junior saya tetapi kita berbeda jurusan. Kami satu perguruan dan latihan. Saat latihan kami selalu bersama-sama. Bagi Ayu, saya adalah magnet untuknya. Saya sering mendukung ia untuk terus berlatih giat hingga akhirnya kami sama-sama mewakili tim Sulawesi Selatan. Saya dan Ayu memutuskan untuk menikah usai kami berpacaran selama enam tahun.

Apa rencana setelah pensiun dari dunia karate?

Saya tidak akan jauh-jauh dari dunia karate ketika pensiun nanti. Bersama istri saya sepakat untuk mendirikan klub karate dimana kami menjadi pelatih untuk spesialis nomor Kata dan Kumite,” ujar atlet berusia 31 tahun tersebut.

Apa yang menarik dari rencana pendirian klub karate itu?

Banyak senior saya yang mendukung dan mengatakan bahwa saya belum dibilang atlet sukses kalau saya belum mengalirkan ilmu dan tidak bisa mencetak atlet. Jadi kesuksesan atlet bukan hanya dari prestasi tapi bagaimana ia menurunkan dan membagi ilmu pengetahuannya kepada atlet lain.  Hal itu yang membuat saya mantap mendirikan klub karate bersama istri.

1