In-depth

Sektor Olahraga yang Masih Anak Tiri di Era Jokowi

Senin, 26 Agustus 2019 20:24 WIB
Penulis: Annisa Hardjanti, Tiyo Bayu Nugroho | Editor: Ivan Reinhard Manurung
© Jawa Pos
Presiden Ri, Joko Widodo masih memiliki banyak rapor merah di olahraga Indonesia. Copyright: © Jawa Pos
Presiden Ri, Joko Widodo masih memiliki banyak rapor merah di olahraga Indonesia.

FOOTBALL265.COM - Presiden Joko Widodo boleh berbangga hati, karena di periode pertama pemerintahannya, Asian Games 2018 berhasil mempercantik pencapaiannya di sektor olahraga Indonesia.

Tak cuma di Asian Games, ajang Asian Para Games pun turut melengkapi citra pemerintah yang dianggap mampu memberikan perhatian penuh para atlet disabilitas.

Kepedulian pemerintah terhadap kehidupan para atlet nasional pun tergambar dari bagaimana pundi-pundi hadiah yang cukup besar.

Selain itu, jaminan kesejahteraan pun telah turut disiapkan untuk mereka pasca ajang olahraga akbar tingkat Asia tersebut.

Namun nyatanya, pekerjaan rumah Jokowi dan pemerintah di sektor olahraga tak hanya sekedar sampai pada pencapaian ciamik mereka di ajang Asian Games semata.

Olahraga Indonesia dalam kurun waktu lima tahun pemerintahan Jokowi ternyata masih menyimpan catatan minus tersendiri dalam implementasinya.

Lantas, bagaimana sebenarnya pemerintahan Joko Widodo bisa luput memberi perhatian lebih pada sektor olahraga Indonesia? Atau memang sektor ini masih akan terus menyandang status ‘anak tiri’?

Prestasi Merosot

Pada Asian Games 2018 lalu, Indonesia memang meraih prestasi yang cukup membanggakan usai berhasil mengantongi 31 medali emas, 24 perak, dan 43 perunggu.

Namun, jika kita tengok ke belakang, Indonesia gagal meraih prestasi terbaik di ajang SEA Games 2015 di Singapura, dan SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam ajang SEA Games 2015, Indonesia hanya mampu meraih peringkat lima dari daftar perolehan medali. Di ajang selanjutnya, belum ada perbaikan peringkat posisi dari urutan kelima.

Merosotnya prestasi Indonesia di ajang SEA Games beberapa waktu lalu memang tak lepas dari beragam faktor yang membuntuti di belakangnya.

Pengembangan prestasi bagi para atlet sendiri tak bisa lepas dari ketersediaan sarana prasarana hingga permasalahan anggaran. Namun justru hal-hal itu masih saja luput dari perhatian pemerintah.

Imbasnya, tentu saja raihan positif olahraga Indonesia di kancah internasional tak mengalami perkembangan yang bisa dibilang signifikan.

Problematika Infrastruktur

© Zainal Hasan/INDOSPORT
Kondisi gedung Hambalang. Copyright: Zainal Hasan/INDOSPORTKondisi gedung Hambalang.

Cita-cita pemerintah untuk memajukan olahraga nasional pernah coba ditanamkan lewat proyek pembangunan komplek olahraga Hambalang, Jawa Barat.

Namun kecelakaan politis pun memaksa proyek Hambalang berakhir mangkrak. Padahal, proyek ambisius ini memakan dana mencapai tiga triliun rupiah.

Sebelumnya, Jokowi sendiri punya niatan untuk menyelamatkan Hambalang usai dirinya menilai proyek infrastruktur olahraga ini sebagai sebuah aset bangsa.

“Ini aset bangsa yang berharga. Mari kita selamatkan, tapi jangan sampai seperti dulu,” ujarnya saat meninjau proyek Hambalang pada 2016 lalu.

Sayangnya, hingga kini Hambalang yang dibangun dengan harapan mampu menjadi kunci prestasi olahraga Indonesia masih tak menemui kejelasan nasibnya.

Hambalang menjadi salah satu problematika infrastruktur olahraga yang dihadapi oleh pemerintahan Jokowi periode pertama.

Namun lebih dari sekedar Hambalang, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah turut juga andil dalam problematika infrastruktur olahraga di Tanah Air.

Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifah melihat adanya ketidakjelasan komunikasi dan penempatan tanggung jawab pengelolaan yang dihadapi oleh infrastruktur olahraga Indonesia saat ini.

“Sarana dan prasarana olahraga itu harusnya kerja sama pusat dan daerah. Nah, itu lagi-lagi akhirnya road maps-nya harus jelas,” ujarnya pada awak redaksi berita olahraga INDOSPORT.

Ledia sendiri menekankan soal penempatan tanggungjawab pembiayaan perawatan yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait infrastruktur olahraga.

“Kita lihat seperti Jakabaring itu dikelola oleh Provinsi Sumatera Selatan, terus perawatannya dikelola oleh siapa. Dia nanti dipakai acara nasional atau internasional, itu mekanismenya seperti apa. Harus dibicarakan,” katanya.

Minim Anggaran

© Juni Ady/Indosport
Gatot S Dewabroto Deputi IV Kemenpora Copyright: Juni Ady/IndosportGatot S Dewabroto Deputi IV Kemenpora.

Bagaimana pemerintah masih tampak memandang sebelah mata sektor olahraga Indonesia terlihat dari jumlah anggaran yang dikucurkan di sana.

Pada Februari 2017 lalu, Sesmenpora Gatot S. Dewabroto menggarisbawahi betapa rendahnya angka anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah untuk sektor olahraga.

“Anggaran olahraga kita paling buruk se-Asia Tenggara dengan angka Rp235 miliar. Lebih buruk dari Filipina yang bisa dapat Rp 244 miliar,” ujar Gatot.

Selain Filipina, Malaysia turut menjadi negara di Asia Tenggara yang turut memberikan perhatian lebih pada anggaran di sektor olahraga.

Pemerintah negeri jiran mengucurkan dana hingga Rp3,5 triliun pada 2014, untuk mempersiapkan para atletnya dalam menghadapi SEA Games 2017 lalu.

Indonesia sendiri mengalami penurunan drastis mengenai jumlah anggaran di sektor olahraga. Pada tahun 2018, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp5.03 triliun.

Tahun 2019, sektor olahraga Tanah Air hanya mendapatkan kucuran anggaran sebesar Rp1,95 triliun. Sebanyak Rp986 miliar dialokasikan untuk fokus peningkatan prestasi olahraga.

Sedangkan pada 2020 mendatang, pemerintah hanya akan menurunkan anggaran sebesar Rp1,4 triliun. Tentu saja hal ini mendapatkan sorotan tersendiri Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hatifah Sjaifudian.

“Penurunan ini tak mencerminkan adanya komitmen dalam mempertahankan prestasi di sektor olahraga dan juga pemuda,” ujarnya.

Kondisi ini tentunya memperihatinkan bagi para insan pencinta olahraga di Tanah Air, serta melahirkan pertanyaan tersendiri, apakah memang sektor olahraga masih akan terus menjadi anak tiri di negeri ini?