FOOTBALL265.COM – Kemajuan dunia olahraga sebuah negara tentu tidak bisa datang secara instan. Diperlukan perencanaan dan anggaran yang matang, sayangnya hal itu masih belum tercermin di Indonesia.
Upaya peningkatan prestasi olahraga tak lepas dari berbagai sebab. Pasalnya faktor-faktor lain juga bisa menentukan apa yang bakal dipetik pada ajang kejuaraan dunia nantinya.
Faktor-faktor yang dimaksud mulai dari mempersiapkan sarana dan pra sarana, pengembangan bakat atlet, hingga masalah anggaran alias dana yang begitu krusial.
Anggaran dalam memajukan olahraga tentu tidak sedikit. Karena mencakup berbagai sektor yang dapat menunjang para atlet untuk bisa menggapai target sebuah bangsa.
Maka dari itu pemerintah suatu negara memiliki peran begitu andil dalam menyiapkan anggaran kepada masyarakatnya yang ingin menjadi atlet profesional di kancah dunia.
Saat ini Indonesia, lewat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, berharap prestasi olahraga Tanah Air bisa menjadi Macan Dunia, bukan lagi Macan Asia.
Hal itu diutarakan Imam Nahrawi dalam acara halal bi halal bersama keluarga besar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Auditorium Wisma Kemenpora, Jakarta, Juni 2019.
Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat Tanah Air untuk menyatukan langkah maju raih prestasi di pentas dunia saat pagelaran Asian Games 2018 lalu.
“Ini jadi momentum kebangkitan olahraga Indonesia,” isi unggahan foto di akun media sosial Instagram resmi @jokowi, September 2018.
Tentunya harapan tersebut mesti didukung dengan anggaran olahraga yang setimpal agar nantinya para atlet yang berlaga di pentas dunia bisa meraih hasil tinggi.
Mengingat prestasi dan sokongan dana menjadi dua hal yang bersinergi dan tak bisa dipisahkan. Prestasi akan hadir jika pemerintah efektif memberi dukungan dana memadai.
Anggaran Dana Olahraga Indonesia
Pemerintah Indonesia sejauh ini masih belum berani memberikan anggaran dana olaraga yang sangat besar. Padahal atlet dituntut selalu berprestasi setiap ajang yang diikuti.
Pada 2015, Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui RAPBN-P Kemenpora sebesar Rp3,03 triliun. Anggaran tersebut sebagian disiapkan untuk melakoni SEA Games 2015 di Singapura (Rp1,3 triliun untuk Program Pembinaan Olahraga Prestasi).
Tahun berikutnya Kemenpora mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,12 triliun dan untuk Program Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga mencapai Rp1,2 triliun.
APBN Kemenpora 2017 pun menembus Rp3,14 triliun yang didalamnya berisi dana persiapan Asian Games 2018 sebesar Rp1,3 triliun usai disetujui Komisi X DPR Republik Indonesia.
Di 2018, barulah Kemenpora jor-joran dalam APBN yang mana mendapatkan nilai sebesar Rp5,03 triliun. Namun kembali dibagi untuk INASGOC Asian Games 2018 sebesar Rp1,79 triliun, INAPGOC seniilai Rp826,3 miliar, peningkatan prestasi olahraga nasional mencapai Rp735 miliar.
2019, APBN Kemenpora hanya tembus sebesar Rp1,95 triliun pasca disetujui Komisi X DPR RI. Sementara itu, sebesar Rp986 miliar dialokasikan untuk Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga.
Sedangkan pagu anggaran Kemenpora untuk 2020 ialah Rp1,4 triliun atau bisa dikatakan semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Kemenpora pun mengajukan penambahan anggaran senilai Rp555 miliar.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian (fraksi Golkar) menyerukan kalau penurunan ini tak mencerminkan komitmen dalam mempertahankan prestasi olahraga dan pemuda.
“Maka dari itu kami dan Kemenpora bakal terus berjuang menaikan anggaran ini. Serta untuk pengembangan bakat dan prestasi pemuda yang belum tersentuh untuk memajukan bangsa,” ujar Hetifah dalam situs resmi DPR di Jakarta, Rabu (18/06/19).
Paling Minim dari Negara Lain
Masalah anggaran yang minim sudah berulang kali terjadi dialami oleh Kemenpora dalam mendukung atlet untuk berprestasi di level internasional.
Kondisi seperti ini bagai mengulang sejarah kelam olahraga di era 70-an. Laporan majalah Tempo (terbitan 10 Maret 1989) menuliskan kalau persoalan dana olahraga menjadi masalah klasik yang tak terselesaikan tiap tahun.
Laporan tersebut menjelaskan pada sidang paripurna Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Ketum KONI kala itu), bertutur kalau sulit mencari dana untuk persiapan SEA Games.
Saat itu kontingen Indonesia hanya mendapat alokasi anggaran sebesar Rp700 ribu untuk cabang olahraga (cabor) beregu dan Rp30 ribu untuk perorangan.
Pada Februari 2017, Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto sempat mengeluhkan dana olahraga yang begitu minim. Bahkan nilainya sangat kecil dibandingkan dengan negara Asia Tenggara seperti Filipina.
“Anggaran (olahraga) kita paling buruk se-Asia Tenggara dengan angka Rp235 miliar. Itu lebih buruk dari Filipina yang bisa dapat Rp244 miliar. Jadi bagaimana prestasi mau lebih bagus,” papar Gatot ditemui awak media di Jakarta.
Berkaca pada apa yang diutarakan Sesmenpora ternyata masuk akal. Pasalnya ditahun yang sama negara tetangga, yakni Malaysia tanpa ragu menaikan anggaran olahraga untuk SEA Games Kuala Lumpur.
Pemerintah Malaysia mengucurkan dana olahraga hingga 1 miliar ringgit (sekitar Rp3,5 triliun). Hasilnya, Malaysia sukses menjadi juara umum SEA Games dengan mendulang 145 emas, 92 perak, dan 86 perunggu. Sedangkan Indonesia ada diurutan kelima (38 emas, 63 perak, dan 90 perunggu).
Bergeser lagi, pada 2016 dana olahraga Thailand menembus Rp1,7 triliun dan setahun kemudian naik menjadi Rp2 triliun. Sedangkan Singapura pada 2016-2017 masih stabil, yaitu Rp1,8 triliun.
Vietnam saja dana olahraganya mencapai Rp1 triliun, pada 2016. Dari dana olahraga negara tetangga tadi membuat Indonesia sedikit tertinggal dalam fokus prestasi olahraga di level internasional.
Anggaran Minim dari Beragam Faktor
Anggaran minim yang diterima Kemenpora ternyata bisa dari beragam faktor yang mempengaruhi. Sebab gejolak keuangan dunia yang tak bisa ditebak setiap waktunya.
Seperti dalam pagu indikatif anggaran Kemenpora 2020 atau ditahun-tahun sebelumnya menurut anggota Komisi X DPR RI Yayuk Basuki (fraksi PAN) tergantung dari kondisi keuangan negara.
“Ini semua kan turun dari Kemenkeu dan Bappenas lalu digodok ke DPR,” kata Yayuk saat dihubungi redaksi berita olahraga INDOSPORT, Senin (12/08/19).
Mantan ratu tenis Indonesia ini juga menjelaskan kalau penambahan anggaran yang diajukan Kemenpora harus ada sesi pendalamannya. Sesuai dengan kebutuhan atau tidak.
“Kalau kebutuhan itu banyak sekali lalu program-program tak sesuai jalur maka saya salah satu yang paling keras dalam hal menyoroti anggaran Kemenpora, terus terang saja,” sambung Yayuk.
Sedangkan menurut pandangan pengamat olahraga Anton Sanjoyo Indonesia sampai ini masih banyak prioritas. Skala prioritasnya memang bukan di olahraga.
Maka dari itu dirinya dengan tegas menjelaskan kalau anggaran Kemenpora sejauh ini bisa dibilang pasti tidak cukup untuk membangun olahraga Indonesia.
“Bahkan Rp5 triliun saja karena ada Asian Games urusan kita hanya membangun infrastruktur dan memperbaiki yang ada. Tapi untuk membangun olahraga sendiri tidak cukup,” ujar Anton kepada awak redaksi berita olahraga INDOSPORT, Rabu (21/08/19).
Penambahan dana olahraga Kemenpora juga mendapat sorotan dari atlet lompat jangkit wanita Indonesia, Maria Natalia Londa. Dirinya berharap anggaran olahraga bisa meningkat.
“Karena prestasi itu bukan hanya tentang daya juang tapi juga soal kesehatan, asupan nutrisi, sarana dan prasarana, serta semua itu butuh dana (lebih),” imbuh Maria saat berbincang dengan INDOSPORT, Kamis (22/08/19).