FOOTBALL265.COM - Pernah mendengar istilah pemain sepak bola angkat koper usai kalah bertanding? Mungkin kita pernah mendengar hal itu sebagai makna kiasan. Namun kali ini tidak di SEA Games Filipina.
Dalam sebuah pertandingan antara Brunei Darussalam menghadapi Vietnam, para pemain Brunei kedapatan harus menenteng dan meletakkan kopernya sendiri di tepi lapangan.
Dilansir dari Asean Futbol, pemandangan memalukan itu terjadi lantaran ruang ganti para pemain di stadion tempat mereka bertanding masih dalam tahap pengerjaan.
Tim Brunei akhirnya harus menyerah 0-6 dari Vietnam dan tentu saja mesti mengangkat koper mereka yang terserak di tepi lapangan.
SEA Games Filipina mengundang banyak sorotan dari publik internasional. Belum juga resmi dibuka, sejumlah keluhan sudah bermunculan.
Bukan cuma soal koper, hampir selusin keluhan unik nan menggelitik juga menghiasi hari-hari menjelang pembukaan ajang multi-event terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Stadion Rizal Memorial misalnya. Stadion legendaris yang terletak di Manila ini memiliki cerita mengenaskannya sendiri.
Diproyeksikan sebagai stadion utama dalam penyelenggaraan cabang sepak bola, stadion ini ternyata belum siap 100 persen.
Selain kondisi toiletnya yang belum layak, ruangan konferensi pers di Stadion Rizal Memorial juga terlihat cukup menyedihkan. Tampak temboknya belum disemen dan tidak bercat dengan dilengkapi kursi plastik ala kadarnya.
Ruangan konferensi pers yang lebih mirip gudang itu menjadi bukti kalau Stadion Rizal Memorial sesungguhnya belum siap untuk menyelenggarakan ajang sebesar SEA Games 2019.
Bukan hanya soal venue olahraga, fasilitas penunjang atlet pun mendapat sorotan tajam. Atlet sebagai tamu terpenting dalam pesta olahraga justru jadi pihak paling dirugikan.
Sebagai cabang yang mulai lebih awal, sepak bola adalah yang paling kena imbas. Mulai dari pemain sampai ofisial mengeluhkan ketidaksiapan Filipina menyelenggarakan SEA Games 2019.
Timnas Thailand misalnya. Fox Sports Asia melaporkan karena jauhnya jarak hotel dengan lokasi latihan, pelatih Thailand, Akira Nishino, terpaksa meminta anak asuhnya memulai latihan di lapangan pinggir jalan.
Kejadian kurang mengenakkan juga dirasakan oleh Timnas Timor Leste. Selain jarak hotel dan tempat latihan yang jauh, Timnas Timor Leste juga sempat terlantar berjam-jam karena bus panitia mengantarkan mereka ke hotel yang salah.
Hal lebih mengenaskan bahkan dirasakan oleh pemain Timnas Kamboja. Dilansir dari South China Morning Post, para pemain Kamboja terpaksa harus tidur di lantai hotel karena hotel yang mereka tempati belum siap.
Pihak panitia penyelenggara (PHISGOC) beralasan telah terjadi miss komunikasi karena Kamboja tidak memberitahukan kedatangan mereka yang lebih awal.
Apapun itu, tetap saja sebagai tuan rumah seharusnya PHISGOC harus lebih siap mengantisipasi segala hal termasuk adanya kontingen yang datang lebih awal.
PHISGOC pun melontarkan permintaan maaf atas hal ini. Apalagi setelah sejumlah kejadian memalukan ini viral di media sosial twitter.
"Kami benar-benar meminta maaf atas apa yang menimpa tamu-tamu dari Timor Leste, Myanmar, khususnya Kamboja yang membuat para atlet dan ofisial kebingungan,” demikian siaran PHISGOC dalam pernyataan tertulis.
Tak cuma soal fasilitas fisik, panitia juga teledor dalam menyiapkan makanan bagi atlet. Tidak adanya label yang memisahkan makanan halal dan non-halal membuat sejumlah atlet serta ofisial muslim tak sengaja memakan makanan non-halal.
Sederet kekacauan yang terjadi jelang pembukaan SEA Games 2019 ini semakin menguatkan dugaan bahwa Filipina memang selama ini tidak pernah siap sebagai tuan rumah.
Aroma Kekacauan Sudah Tercium Sejak Awal
Jangan kaget jika SEA Games 2019 ini amburadul. Sebab, Filipina sendiri ternyata sudah berulangkali menyatakan ketidaksanggupannya menjadi tuan rumah.
Filipina pertama kali ditunjuk menjadi tuan rumah pada 2015 silam. Majunya Filipina sebagai host terjadi setelah dua negara lain, yakni Brunei dan Vietnam, menolak.
Namun dalam prosesnya, banyak peristiwa yang menguji kesiapan mereka sebagai tuan rumah.
Pada 2017 silam Filipina pernah mengundurkan diri sebagai tuan rumah SEA Games. Pernyataan ini diajukan resmi oleh Ketua Komisi Olahraga Filipina, William Ramirez, kepada Komite Olimpiade Filipina.
Kondisi keamanan yang mengkhawatirkan di Pulau Mindanao, Filipina Selatan, menjadi alasan utama. Namun, seiring dengan kondisi yang berangsur kondusif, Filipina pun membatalkan niatan ini.
Akan tetapi, pada pertengahan Maret 2019 atau sekitar 8 bulan sebelum gelaran, kabar mengejutkan kembali datang mengenai persiapan mereka menggelar SEA Games 2019.
Menurut kabar dari The Daily Tribune, pesta olahraga terbesar di kawasan Asia Tenggara ke-30 itu terancam batal digelar.
Kali ini bukan masalah keamanan, melainkan terdapat sejumlah masalah internal di Filipina. Mulai dari tak disetujuinya anggaran untuk penyelenggaraan, polemik penunjukan ketua panitia, hingga pemangkasan anggaran sebesar 33 persen.
Sederet masalah internal ini membuat pembangunan sejumlah infrastruktur untuk venue pertandingan dan persiapan menjadi terhambat. Padahal waktu pelaksanaan saat itu tinggal 8 bulan lagi.
Situasi ini sempat membuat Dewan Federasi Olimpiade Asia Tenggara memantau persiapan Filipina dengan ketat. Jika tidak ada perubahan situasi, Dewan Federasi Olimpiade Asia Tenggara mengancam akan mencoret Filipina dari tuan rumah SEA Games 2019.
Akan tetapi, beberapa hari setelah tersiarnya kabar ini, pemerintah Filipina buru-buru mengklarifikasinya melalui Ketua PHISGOC, Alan Peter Cayetano.
“Kita tahu bahwa keterbatasan anggaran adalah faktor utama. Tetapi keinginan kuat kami untuk menyelenggarakan SEA Games terbaik dalam sejarah demi para atlet kami dan orang-orang Filipina lebih besar daripada masalah lain yang dihadapi kami hari ini,” ujar Alan Peter Cayetano dikutip dari Philstar.com.
Politikus Saling Tuding dan Amarah Absurd Duterte
Filipina tentunya malu citra negaranya harus tercoreng dengan banyaknya kekurangan di SEA Games 2019 ini.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, pun mulai gerah dan mengambil tindakan. Juru bicara kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, menyatakan bahwa Duterte tidak senang usai mengetahui atlet-atlet asing mendapat perlakuan kurang maksimal selama di negara eks jajahan Spanyol tersebut.
Duterte beserta jajarannya akan mengambil tindakan yang salah satunya adalah menyelidiki dugaan korupsi kepada semua penyelenggara termasuk Ketua DPR sekaligus Ketua PHISGOC, Alan Cayetano.
"Ada tuduhan korupsi yang muncul di koran-koran, dan dia tidak suka itu. Dia ingin menginvestigasi itu. Dia tak menoleransi korupsi," ujar Panelo kepada Philippine Star, Rabu (27/11/19).
Presiden Duterte memang terkenal dengan ketegasannya dalam pemberantasan korupsi di Filipina. Kali ini pun, Duterte kembali memamerkan ketegasannya memberantas korupsi dalam persoalan penyelenggaraan SEA Games 2019.
Akan tetapi, 'amarah' Duterte kali sejatinya terbilang absurd. Mengapa? karena sebelum lebih jauh menyinggung masalah korupsi, semestinya pemerintah Filipina lebih dulu mengintropeksi kesiapan mereka dalam menyiapkan SEA Games 2019 ini.
Pasalnya, penyelenggaraan SEA Games 2019 sudah kacau sedari awal. Para pejabat terkait saling lempar kesalahan.
Pemerintah Filipina diketahui tidak menyetujui anggaran yang diajukan oleh Panitia Penyelenggara SEA Games Filipina (PHISGOC).
PHISGOC awalnya mengajukan dana sebesar 7,5 miliar peso atau setara Rp2 triliun. Namun dana ini tak kunjung disetujui senat.
Penundaan keputusan oleh anggota dewan pun membuat anggaran terlambat cair yang tentu saja berimbas pada persiapan secara keseluruhan
Pemerintah Filipina pada akhirnya hanya mampu menyanggupi pencairan sebesar 5,1 miliar peso atau senilai Rp1,3 triliun.
Pemotongan anggaran sebesar 33 persen ini dilakukan delapan bulan sebelum SEA Games 2019 dibuka. Jelas panitia kelimpungan.
Senator di Filipina menilai dana yang diajukan PHISGOC terlalu besar mengingat ada masalah lainnya yang membutuhkan dana besar seperti pemulihan infrastruktur pascakonflik Mindanao.
Ketua PHISGOC, Alan Peter Cayetano, menyindir keputusan senat. “Anggaran sebelumnya mencapai 7,5 miliar peso, tapi senat mengkritiknya. Ingin rasanya aku memaki mereka, tapi tentu aku harus menurut pada senat," sindir Cayetano.
Drilon menyalahkan kebijakan Presiden Duterte yang kurang tepat dalam pengalokasian anggaran. Salah satunya adalah dengan mencurigai adanya praktik korupsi di balik pembangunan Kaldero (tempat pesta pembukaan) yang dinilai memakan dana terlalu besar.