FOOTBALL265.COM - Munculnya rencana digelarnya balapan Formula E di Jakarta tahun 2020 memunculkan polemik, mulai dari terkait besar anggaran, proses perencanaannya hingga tujuan apa yang sebenarnya hendak dicapai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku pihak penyelenggara.
Hingga saat ini, memang belum ada penjelasan yang benar-benar rinci sebagai jawaban atas polemik itu semua.
Pemerintah DKI Jakarta lewat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sejauh ini baru mengungkapkan secara umum bahwa gelaran Formula E Jakarta bisa menghadirkan keuntungan ekonomi hingga Rp1,2 triliun, bisa meningkatkan pariwisata Jakarta, hingga bisa digunakan sebagai kampanye mobil listrik di Ibu Kota.
Belum jelasnnya tujuan itu tuga terlihat dari proses penganggaran yang sebelumnya berawal dari dinas Pariwisata untuk commitment fee ke Formula E, dan kemudian kini berpindah ke Dinas Olahraga untuk pendanaan acara.
"Keanehan pertama, ini kan pertama dianggarkan di Dinas Pariwisata, tetapi sekarang ada di Dinas Olahraga. Terus pelaksanaanya diserahkan ke Jakpro. Jadi ini rencana strategisnya seperti apa, arahnya mau ke mana," anggota DPD DKI Jakarta 2019-2024, Idris Ahmad mempertanyakan.
Tourism Sports
Sementara itu di luar polemik, beberapa kalangan otomotif dengan yakin sudah menjelaskan bahwa sudah selayaknya gelaran Formula E Jakarta nanti dianggap sebagai rencana strategis bidang pariwisata.
Seperti yang dijelaskan Irawan Sucahyono, Desainer Sirkuit non-permanen yang juga aktif menjadi Project Officer beberapa gelaran balap di Indonesia.
"Formula E ini sama dengan event-event otomotif lainnya, lebih ke arah tourism sports. Balap mobil jangan dianggap sebagai sports saja, padahal ini tourism sport. Itu membuat indonesia ketinggalan dari kesempatan yang ada. Ini adalah tourism sports, kita harus berpikir ke arah tourism-nya," jelas Irawan kepada INDOSPORT.
Dengan asumsi itu, besarnya dana yang dibutuhkan untuk menggelar Formula E di Jakarta, dinilai Irawan akan menjadi masuk akal.
"Sekarang kalau pendekatannya tourism, kenapa negara-negara (lain) mau ambil dengan harga mahal, bagaimana hitungannya, apa benefitnya, keluar masuknya berapa. Itu yang harus dipikirkan."
Maka dari itu jika sudut pandangnya sudah jelas ke arah tourism sport, Irawan meyakini sudah seharusnya gelaran Formula E Jakarta sebaiknya berada di bawah Dinas Pariwisata Jakarta. Selayaknya gelaran F1 di Singapura dan negara lain yang di bawah pengelolaan tourism board masing-masing negara.
"Harus di Dinas Pariwisata, bukan dinas olahraga," tegas Irawan.
Seberapa Siap Jakarta Ambil Untung
Sejalan dengan Irawan Sucahyono, Seketais Jendral (Sekjen) Ikatan Moto Indonesia (IMI), Jeffry JP juga menilai sudah selayaknya Formula E dianggap sebagai tourism sports, selayaknya balapan lainnya yang nilai utamanya akan berpengaruh di sektor pariwisata.
Menurutnya, jika dilihat dari sudut pandang pariwisata, berlangsungnya balapan level dunia di Jakarta akan lebih efektif jika dibandingkan dengan pemasangan iklan di berbagai media internasional.
"Selain itu efek dominonya (gelaran Formula E Jakarta) juga besar. Promosi Indonesia lewat olahraga otomotif baik sekali, efektif juga," kata Jeffry JP kepada INDOSPORT.
Tetapi pada akhinya menentukan Formula E sebagai tourism sports di bawah pengelolaan Dinas Pariwisata saja, memang tak akan serta merta membuat Jakarta bisa mendapatkan keuntungan sebagai tuan rumah.
Dijelaskan Irawan Sucahyono, Jakarta juga harus siap menyambut turis-turis yang datang, dengan segala penawaran, agar mereka bisa menghabiskan uang sebanyak mungkin di Jakarta.
"Kalau kita mengharapkan setidaknya 100 ribu orang masuk Jakarta dan setidaknya mereka harus keluar uang Rp20 juta per orang misalnya. Kalau Rp20 juta dikali 100 ribu kan bisa dapat Rp2 triliun."
"Kotanya harus siap. Kalau tidak siap, turis datang, bingung mau apa lagi di Jakarta. Harus disiapkanlah, atraksi-atraksi lain yang bisa menarik uang mereka," jelas Irawan.
Sebagai contoh di Singapura. Di bawah pengelolaan tourism board, gelaran balap Formula 1 benar-benar dimanfaatkan untuk meraup untung dari turis yang datang. Salah satunya dengan menyediakan paket hospitality yang bisa seharga Rp80 juta per orangnya. Termasuk juga dengan keberadaan pusat perbelajaan, wahana bermain, hingga kasino.
"Kalau di Singapura sukses. (Turis) bukan hanya membeli tiket balapan Formula 1, yang bisa mencapai 15 juta (VIP), namun juga ada hospitality yang bisa seharga Rp80 juta," kata Irawan.