In-depth

Ayrton Senna: Sang Legenda F1 yang Ramalkan Kematiannya Sendiri

Jumat, 18 September 2020 10:33 WIB
Editor: Lanjar Wiratri
 Copyright:
Ayrton Senna Ramalkan Kematiannya Sendiri?

Tak banyak yang tahu cerita di balik Ayrton Senna yang sempat meramalkan kematiannya sendiri pada awal tahun 1994, beberapa bulan sebelum kecelakaan hebat yang merenggut nyawanya.

"Saya ingin hidup dengan penuh, sangat intens, saya tidak ingin setengah menjalani hidup, tidak ingin menderita penyakit, atau cedera," kata Ayrton Senna seperti dikutip dari situs resmi F1.

"Jika saya nanti mengalami kecelakaan yang pada akhirnya merenggut nyawa saya berharap itu terjadi secara instan," tambahnya.

Kata-kata tersebut seolah menjadi kenyataan karena Senna akhirnya meregang nyawa saat kecelakaan di lintasan balap. Ia pergi untuk selamanya di usia 34 tahun, bukan karena sakit atau cedera yang membuatnya tak mampu menjalani hidup secara utuh.

Kematian Senna dianggap sebagai tragedi nasional. Pemerintah Brasil menyatakan tiga hari berkabung nasional. Diperkirakan tiga juta orang berbondong-bondong ke jalan-jalan di kota kelahiran Senna di Sao Paulo untuk memberi penghormatan terakhir kepadanya.

Prosesi pemakaman Senna yang dilakukan pada 4 Mei 1994 dianggap sebagai pemakaman dengan jumlah pelayat terbesar di zaman modern.

Untuk balapan berikutnya di Monako, FIA memutuskan untuk membiarkan dua posisi grid pertama kosong dan melukisnya dengan warna bendera Brasil dan Austria, untuk menghormati Senna dan Ratzenberger.

Senna sendiri sebenarnya sempat berencana untuk mengibarkan bendera Austria saat finis di balapan Imola untuk menghormati Roland Ratzenberger.

Ratzenberger meninggal akibat kecelakaan fatal di sesi kualifikasi GP San Marino 1994 sehari sebelum Ayrton Senna meninggal dunia akibat kejadian serupa. Namun sayang harapan Senna tak terwujud karena ia sendiri tak pernah mencapai garis finis hari itu.