Wang Wen Jiao, Bapak Bulutangkis China Kelahiran Indonesia

Rabu, 2 Oktober 2019 18:20 WIB
Penulis: Luqman Nurhadi Arunanta | Editor: Arum Kusuma Dewi
© https://bwfsudirmancup.bwfbadminton.com
Wang Wenjiao (kanan) dan Dr. Puzant Kassabian Copyright: © https://bwfsudirmancup.bwfbadminton.com
Wang Wenjiao (kanan) dan Dr. Puzant Kassabian

FOOTBALL265.COMWang Wen Jiao adalah Bapak Bulutangkis China kelahiran Indonesia. Perjuangannya dimulai tatkala meninggalkan tanah kelahirannya di Surakarta (Solo), Jawa Tengah pada tahun 1954.

Sosok Wang kembali muncul di hadapan publik setelah menerima penghargaan ‘People’s Role Model’. Ia menjadi figur olahraga pertama yang mendapatkan anugerah tersebut.

Wang merupakan salah satu pendiri tim bulutangkis China. Ia membawa olahraga bulutangkis dari Indonesia di tengah potensi olahraga tenis meja dan basket di Negeri Tirai Bambu.

“Saya membawa badminton dari Solo. Saya kembali ke China bersama tiga teman saya dan kami berpencar. Tidak ada yang tahu badminton di China saat itu. Kami berkeliling ke berbagai daerah dan mendemonstrasikannya, perlahan olahraga ini jadi populer,” ungkap Wang dilansir dari laman DNA.

Wang pernah menjadi juara nasional pada 1956 dan 1959. Pada tahun 1957, Wang bersama rekannya, Chen Fushou, menerbitkan buku teks bulutangkis pertama di China.

Bulutangkis perlahan menjadi olahraga populer di China. Setelah pensiun di tahun 1960-an akibat cedera, Wang Wen Jiao bertindak sebagai pelatih tim bulutangkis China dan mulai melahirkan generasi pertama kejayaan bulutangkis China.

Wang mendesain sistem latihan modern yang menekankan pada satu aspek, yakni kecepatan. Menurutnya, kemampuan akan terangkat apabila pemain memiliki kecepatan dan kekuatan.

Dunia meremehkan China saat itu, tetapi Wang berhasil membuktikan kerja kerasnya. Pemainnya terbukti mampu mengalahkan juara enam kali All England asal Denmark, Erland Kops, dengan skor 15-0.

Sistem latihan Wang kian membuat dunia bulutangkis iri. Generasi awal didikan Wang yang luar biasa adalah Hou Chia Chang, Fang Kai Hsiang, dan Tang Hsien-hu.

Mereka mulai tampil di berbagai macam kejuaraan tingkat Asia. Pertama tampil di ajang internasional pada 1983, mereka berhasil menjuarai Thomas Cup pada percobaan pertama.

“Intinya ada di kecepatan. Saya mengembangkan sistem yang diterapkan di sekolah-sekolah China. Jika seseorang ingin menjadi pelatih, mereka harus mempelajar silabus saya selama tiga bulan,” paparnya.

Kemenangan di Thomas Cup 1982 merupakan salah satu memori paling berkesan yang dimiliki Wang. Timnya harus bertarung menghadapi Indonesia di babak final.

“Kami tertinggal 1-3 di hari pertama final melawan Indonesia, tapi kami bisa menyusul dan menang 5-4. Semua berkat penampilan hebat di hari kedua,” kenang Wang.

Filosofi bulutangkis China saat itu mengejutkan dunia. Tidak ada yang menerapkan cara latihan Wang sebelumnya bahkan mengambil pemain dari olahraga lain.

Han Jian yang merupakan tulang punggung tim bulutangkis China saat juara Thomas Cup (1982) dan Kejuaraan Dunia (1985) ternyata merupakan mantan pemain sepak bola.

Han Jian hanya punya modal kecepatan dan kekuatan saat ditemukan di wilayah utara China. Ia lantas dilatih hingga bisa menjadi pemain hebat.

Setelah Wang Wen Jiao tak lagi menjabat pelatih, sistem latihan bulutangkis China memang mengalami perubahan sebagai bentuk adaptasi zaman.

“Tidak ada yang bisa statis. Saya ingin pelatih China pergi ke negara lain dan menyebarkan filosofi ini. Federasi bilang itu akan membuat China tersaingi. Tetapi saya bilang kita hanya akan bertahan jikalau kita berkembang,” ungkap Wang.