INDOSPORT. COM - Legenda ganda putra Indonesia, Alvent Yulianto Chandra, membeberkan sejumlah pengalaman uniknya saat menjajal profesi baru sebagai pelatih bulutangkis.
Alvent dahulu memang pernah mengharumkan nama Indonesia di kancah bulutangkis internasional. Ia bahkan merupakan salah satu pebulutangkis terbaik Indonesia yang terjun di nomor ganda putra.
Khususnya pada tahun 2004 silam, Alvent yang berpasangan dengan Luluk Hadiyanto, berhasil menyabet empat gelar BWF Superseries sekaligus, yakni Indonesian Open, Singapore Open, Thailand Open, dan Korea Open. Kegemilangan bersama Luluk sempat membuat Alvent menduduki peringkat satu dunia ranking BWF.
Sosok Alvent sendiri kini telah gantung raket alias pensiun. Ia pun tengah menjajal profesi anyar, yakni menjadi pelatih bulutangkis.
Alvent belum lama ini baru saja membuka sebuah klub bulutangkis bernama PB Specta. Lewat klub bentukannya itu, Alvent berusaha membantu anak-anak usia belia ataupun remaja yang memiliki minat di kancah bulutangkis.
"Namanya dari kecil sudah di bulutangkis, liat anak-anak semangat saya coba melatih bantu semaksimal mungkin," ujar Alvent kepada INDOSPORT.
Walau sudah coba melatih, Alvent mengaku masih butuh banyak pengalaman lagi. Maklum saja, selama ini Alvent terjun di ranah bulutangkis sebagai pemain, bukan menjadi pelatih.
Demi meningkatkan kualitasnya, Alvent lantas berencana mengambil lisensi kepelatihan. Alvent ingin tangan dinginnya dalam melatih suatu saat nanti bisa menghasilkan bibit mudah yang mengharumkan nama Indonesia.
"Lisensi pelatih saya belum, cuma rencananya nanti saya ingin punya sertifikat pelatih dari PBSI," ucap Alvent.
"Targetnya ingin menjadikan anak didik saya bisa membawa nama harum Indonesia," lanjutnya.
Terlepas dari urusan lisensi, Alvent punya pengalaman unik tentang murid yang dibinanya. Alvent menjelaskan bahwa banyak anak yang kini 'dipaksa' oleh orang tuanya untuk menekuni bulutangkis.
Berdasarkan pengalaman Alvent, ada saja anak kecil yang sebenarnya tidak terlalu berminat di bulutangkis. Namun karena terus mendapat dorongan dari orang tuanya, sang anak lantas tetap rutin berlatih.
"Banyak orang tua yang ingin anaknya jadi pebulutangkis. Anaknya biasa-biasa saja, orang tuanya yang terlalu ambisi," tutur Alvent.
"Kita ya cuma bisa ngasih pandangan yang objektif, tidak terlalu muluk-muluk, takutnya ya kenyataan tidak sesuai sama harapan," tambahnya.
Begitulah kurang lebih pengalaman unik Alvent selama menjalani profesi anyar jadi pelatih. Patut ditunggu, apakah ke depannya polesan Alvent dalam melatih bisa menghasilkan pebulutangkis hebat?