In-depth

Herbert Scheele, Sosok Kontroversial yang Merugikan Indonesia di Piala Thomas

Minggu, 6 September 2020 08:15 WIB
Penulis: Shella Aisiyah Diva | Editor: Indra Citra Sena
© bwfmuseum
Herbet Scheele, sosok kontroversial yang sangat merugikan Indonesia tetapi menguntungkan bagi Malaysia di Piala Thomas 1967. Copyright: © bwfmuseum
Herbet Scheele, sosok kontroversial yang sangat merugikan Indonesia tetapi menguntungkan bagi Malaysia di Piala Thomas 1967.

FOOTBALL265.COM - Herbet Scheele, sosok kontroversial yang sangat merugikan Indonesia tetapi menguntungkan bagi Malaysia di Piala Thomas 1967.

Berdasarkan situs resmi Federasi Bulutangkis Dunia (BWF), Herbet Scheele merupakan Sekretaris Kehormatan BWF di masa lalu (1938-1976). Pada edisi majalah World Badminton edisi 1979, ia menceritakan bagaimana akhirnya kompetisi Piala Thomas muncul.

Herbert Scheele diketahui merupakan salah satu dari tiga orang yang ditunjuk oleh Presiden BWF saat itu, Sir George Thomas, untuk membuat peraturan dan persyaratan yang diperlukan untuk kompetisi Piala Thomas.

Kemudian semua peraturan dan persyaratan yang telah dibuat oleh komite utama BWF pada saat itu disetujui, kemudian segera diedarkan ke sub komite yang menaungi 15 organisasi nasional.

Tak hanya berjasa dalam penyusuhan peraturan dan persyaratan Piala Thomas, Herbert Scheele ternyata juga merupakan sosok kontroverial yang merugikan Indonesia tetapi sangat menguntungkan bagi Indonesia.

Keputusan Kontroversial yang Merugikan Indonesia

Dengan sistem interzone dan challenge round, Indonesia berpeluang besar untuk pempertahankan gelar juara di Piala Thomas 1967, setelah sebelumnya di tahun 1964 menjadi juara.

Sistem tersebut membuat peluang Indonesia menjadi sangat besar, sebab pebulutangkis Tanah Air tinggal menunggu di final, untuk melawan negara yang keluar sebagai pemenang di babak inter-zone playoff.

Menjadi menarik buat Indonesia, karena dalam pertandingan final perebutan Piala Thomas 1967 di Istora Senayan kala itu, lawan mereka adalah Malaysia. Negara yang baru saja terlibat konflik politik dengan Indonesia era 1962-1966.

Dengan keadaan tersebut, dan didukung oleh antusiasme luar biasa supporter Indonesia dalam mendukung para atlet kebangaannya, jelas membuat Istora Senayan penuh sesak dengan ribuan penonton.

Pertandingan sendiri berlangsung dua hari, dimana di hari pertama (9/ Juni 1967), Indonesia tertinggal dalam kedudukan 1-3, buah kemenangan Rudi Hartono atas Tan Aik Huang (15-6 dan 15-8).

Kemudian dibalas dua kemenangan Malaysia di sektor ganda dan satu di sektor tunggal melalui Yew Cheng Hoe yang mengalahkan Ferry Sonneville.

Di hari kedua (10/6/67), Indonesia berhasil bangkit. Meski sempat Kembali semakin tertinggal 1-4 karena kemenangan Tan Aik Huang atas Ferry Sonneville. Kemenangan Rudy Hartono dan Muljadi atau Ang Tjin Siang di nomor tunggal, membuat Indonesia bisa mengejar 3-4.

Di tengah upaya Indonesia yang semakin mengejar, Malaysia akhirnya menurunkan ganda putra nomor satu dunia miliknya Ng Boon Bee/Tan Yee Khan untuk melawan Muljadi/Agus Susanto di laga kedelapan.

Dengan lawan yang berat dan situasi yang krusial, membuat seisi penuh penonton di Istora Senayan semakin bersemangat. Apa lagi ketika Ng Boon Bee/Tan Yee Khan yang menang di set pertama (15-2), kemudian memimpin 10-2 di set kedua.

Tak mau pemain Malaysia menang dengan mudah, berbagai teriakan dukungan ke pemain Indonesia, bercampur teror ke pemain Malaysia dilontarkan.

Termasuk juga upaya memecah konsentrasi dengan menghujamkan cahaya flash kamera ke arah pemain Malaysia. Hasilnya Muljadi/Agus Susanto bisa berbalik unggul dan menang di set kedua 18-13.

Di tengah kondisi tersebut atau saat set ketiga pertandingan Ng Boon Bee/Tan Yee Khan vs Muljadi/Agus Susanto dimainkan, kejadian kontroversial akhirnya hadir.

Jelang kembali digulirkannya pertandingan oleh wasit asal Denmark Tom Bacher, turun sosok dari tribun kehormatan bernama Herbert Scheele, meminta pertandingan itu tak dilanjutkan.

Pria asal Inggris yang saat itu hadir sebagai sekretaris kehormatan merangkap wasit honorary IBF menilai situasi sudah tak kondusif lagi untuk melanjutkan pertandingan akibat teriakan penonton.

Dengan bertolak pinggang dan melambaikan satu tangan Scheele memanggil Padmo Sumasto, ketua PBSI saat itu dan juga perwakilan pemain dan manajer tim masing-masing untuk memutuskan bahwa pertandingan ditunda dan akan dilanjutkan keesokan hari tanpa penonton.

Keputusan yang kemudian ditolak pihak Indonesia, sehingga membuat keputusan akhir diserahkan ke IBF, sebagai Federasi Bulutangkis Tertinggi di Dunia.

Apa yang dilakukan Herbert Scheele itu, termasuk juga gesturnya bertolak pinggang, membuat dirinya menjadi musuh seisi Istora Senayan kala itu. Berbagai cemoohan mengarah kepadanya.

Sampai membuat pria yang sebenarnya memiliki status terhormat di kancah bulutangkis dunia keluar dengan penjagaan keamanan, salah satunya dari Suharso Suhandinata.

Perihal keputusan IBF sendiri, 4 Juli 1967, pertandingan akhirnya diputuskan harus dilanjutkan di tempat netral, Selandia Baru pada Oktober.

Keputusan yang akhirnya tak dipatuhi pihak Indonesia, dengan tidak datang ke Selandia Baru. Hingga membuat Malaysia dinyatakan juara Piala Thomas 1967 dalam skor akhir 6-3.