FOOTBALL265.COM – Lindaweni Fanetri adalah salah satu mantan pemain tunggal putri Indonesia yang sempat menorehkan prestasi mengejutkan di Kejuaraan Dunia Bulutangkis ketika mengalahkan Tai Tzu Ying.
Saat ini, tunggal putri bukan merupakan sektor terkuat dalam tim Indonesia. Dulu para srikandi Merah Putih pernah menguasai panggung bulutangkis dunia, misalnya seperti di Kejuaraan Dunia. Verawaty Fajrin dan Susy Susanti pernah mempersembahkan medali emas di tahun 1980 dan 1993.
Kemudian Susy kembali menyumbang medali perunggu di Kejuaraan Dunia 1995 dan menjadi medali terakhir yang disabet tunggal putri Indonesia.
Barulah dua dekade kemudian, Indonesia menghapus puasa medali ketika Lindaweni Fanetri menggondol medali perunggu di Kejuaraan Dunia 2015 yang berlangsung di Jakarta.
Apiknya lagi, sejarah ini tercatat dengan dibarengi penampilan menakjubkan Lindaweni di perempatfinal.
Lolos dari ‘Cengkeraman Maut’ ala Houdini
Lindaweni Fanetri yang saat itu berstatus pemain non-unggulan, menantang Tai Tzu Ying yang merupakan unggulan keempat. Tak mengherankan jika sang pemain Taiwan sanggup mengambil kendali permainan sejak set pertama. Tai pun unggul 21-14.
Di set kedua, Tai Tzu Ying tinggal sedikit lagi menghempaskan Lindaweni untuk mengamankan tiket semifinal, ketika unggul 20-16. Namun riuh penonton membuat pemain Indonesia tak kehilangan semangat dan Linda pun memanfaatkan energi dari penonton untuk menambah angka satu demi satu.
Terburu-buru, akhirnya pengembalian Tai yang menyangkut di net membuat Lindaweni sukses memaksa permainan menjadi deuce saat menyamakan kedudukan 20-20.
Teriakan penonton yang semakin menggelora akhirnya membuat Tai Tzu Ying seolah gugup dan kehilangan dua poin beruntun. Laga kemudian berlanjut ke set ketiga.
Aura permainan pun berbalik. Sejak kehilangan set kedua, Tai Tzu Ying tampak tak berdaya. Sementara itu Lindaweni makin on fire dan bahkan merebut kemenangan dengan skor akhir 14-21, 22-20, dan 21-12.
“Kuncinya fokus, karena satu kesalahan cukup untuk menyelesaikan pertandingan,” tutur Lindaweni ketika itu, dikutip dari laman BWF.
“Setelah menang game kedua, para pelatih saya bilang saya punya kesempatan, ini sudah takdir. Kuncinya adalah harus berani di lapangan,” paparnya lagi.
Perjuangan Lindaweni itu kemudian tercatat sebagai salah satu epic comeback yang terjadi di panggung bulutangkis internasional. Bahkan BWF juga menyebut kemenangan Lindaweni sebagai aksi ala Houdini, pesulap terkemuka Amerika yang terkenal dengan trik-trik meloloskan diri dari situasi berbahaya.
Sayang, perjuangan pemain kelahiran Jakarta itu terhenti di semifinal Kejuaraan Dunia 2015. Lindaweni takluk di tangan unggulan kedua asal India, Saina Nehwal dengan skor kembar, 21-17 dan 21-17. Hingga saat ini, belum ada tunggal putri Indonesia yang sanggup meraih medali lagi di Kejuaraan Dunia Bulutangkis.
Saina Nehwal kemudian melangkah ke final dan membawa pulang medali perak setelah kalah dari unggulan pertama, Carolina Marin. Tai Tzu Ying sendiri seakan belajar dari pengalaman pahit di turnamen bergengsi tersebut.
Tahun 2016 menjadi titik baru untuk karier Tai. Setelah juara di Indonesia Open dan Hong Kong Open, untuk pertama kalinya ia menempati peringkat satu dunia dan menjadi ratu tunggal putri hingga kini.
Sementara itu, setelah momen di Kejuaraan Dunia tersebut, Lindaweni belum mampu mempersembahkan gelar lain. Lindaweni Fanetri pun memutuskan untuk mundur dari Pelatnas PBSI setahun kemudian, tepatnya pada 21 Desember 2016 lalu setelah berkarier selama 15 tahun di dunia tepok bulu.
Setelah pensiun, Lindaweni fokus kuliah dan sempat comeback bermain bulutangkis di Djarum Superliga Badminton 2017 lalu.