Diskors 6 Tahun Oleh BWF, Agripinna Prima: Ini Satu-satunya Mata Pencaharian Saya

Senin, 11 Januari 2021 21:11 WIB
Penulis: Katarina Erlita Cadrasari | Editor:
© PBSI
Agripinna Prima Rahmanto Putra dan Marcus Fernaldi Gideon. Copyright: © PBSI
Agripinna Prima Rahmanto Putra dan Marcus Fernaldi Gideon.

FOOTBALL265.COM - Pebulutangkis ganda putra Indonesia, Agripinna Prima Rahmanto Putra merasa kecewa dengan keputusan BWF yang telah menjatuhkan hukuman enam tahun skorsing dan sejumlah denda atas dirinya.

Menurut pengakuan Agripinna Prima Rahmanto Putra, ia adalah korban dari kasus match fixing alias pengaturan skor yang baru saja dibongkar BWF (Federasi Bulutangkis Dunia).

Oleh sebab itu Agri memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss. Pasalnya ia merasa tidak bersalah melakukan rekayasa hasil pertandingan atau berjudi.

"Hukuman BWF itu keliru dan tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu, saya meminta agar Pengadilan CAS memeriksa, mengadili dan memutuskan saya tidak melanggar kode etik BWF dan dinyatakan tidak bersalah dengan menyatakan putusan BWF dinyatakan batal," tulis Agri dalam memori banding yang akan dikirim ke Pengadilan CAS dilansir dari laman resmi PBSI.

"Apabila yang mulia CAS berpendapat lain, saya mohon minta keadilan karena hukuman yang dijatuhkan kepada saya terlalu berat. Profesi pemain bulutangkis merupakan satu-satunya mata pencaharian saya dan keluarga," sambungnya lagi.

Agripinna Prima Rahmanto Putra berharap bisa mendapatkan keadilan mengingat menjadi atlet bulutangkis adalah satu-satunya mata penchariannya saat ini.

Seperti yang telah diketahui, Agri dijatuhi vonis BWF berupa hukuman enam tahun tidak boleh berkecimpung di bulutangkis dan denda 3.000 dolar AS (42,24 juta rupiah).

Meski demikian, mantan partner Marcus Fernaldi Gideon di ganda putra itu mengaku tidak pernah melakukan pengaturan skor saat di turnamen Vietnam Terbuka 2017 seperti yang dituduhkan. Agripinna Prima Rahmanto Putra juga menyangkal telah bertaruh dengan Hendra Tandjaya.