Muncul Dugaan Eksploitasi Anak dalam Audisi Beasiswa Bulutangkis
FOOTBALL265.COM - Kegiatan Djarum Beasiswa Bulutangkis memang sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Beberapa jebolan PB Djarum pun kini menjadi atlet kebanggaan Indonesia di mata dunia, seperti Kevin Sanjaya Sukamuljo, Mohammad Ahsan, Tontowi Ahmad, dan masih banyak lagi.
Menelisik audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis yang diselenggarakan oleh Djarum Foundation ini, ternyata ditemukan adanya dugaan pelanggaran hukum yakni ekploitasi anak pada usia di bawah 18 tahun.
Untuk menangani isu ini, pada Kamis (14/02/18), digelar konferensi pers di gedung Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Menteng, Jakarta Pusat. Konferensi pers ini dihadiri Siti Hikmawatty (Komisioner Bidang Kesehatan KPAI), Lisda Sundari (Yayasan Lentera Anak), Hamid Pattilima (Kriminolog), Liza Djaprie, (Psikolog Klinis), dan Reza Indragiri (Pakar Psikologi Forensik).
Untuk lebih jelasnya, INDOSPORT melakukan wawancara khusus dengan salah satu narasumber yang hadir, yakni Hamid Pattilima untuk membahas isu ini secara lebih dalam.
"Kegiatan ini adalah salah satu yang dapat dikategorikan sebagai salah satu eksploitasi anak, karena anak disuruh untuk membeli rokok saja oleh orang tuanya itu dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 (tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan) meskipun tidak ada sanksinya," jelas Hamid.
Menurutnya menyuruh anak membeli rokok saja merupakan tindakan yang salah, apalagi memakai atribut bertuliskan kata DJARUM dengan font dan brand image yang sama dengan produk rokok dari Djarum sendiri.
"Apalagi dari sejak proses pendaftaran, lalu seleksi hingga beasiswa anak-anak ini terpapar oleh atribut yang diindasikan terpapar oleh sebuah produk rokok. Itu kan sama saja sedang membangun public image," tambahnya.
1. Eksploitasi Anak
Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis sudah dilaksanakan selama 10 tahun. Terdapat lebih 23 ribu anak yang mengikuti kegiatan ini.
Berdasarkan rilis pada konferensi pers ini, disinyalir para peserta tersebut dimanfaatkan sebagai media promosi brand image produk terbakau tertentu, salah satunya dengan cara mengharuskan peserta mengenakan kaos dengan tulisan "DJARUM".
Meski tidak diberikan rokok secara langsung, menurut alumni Kriminologi Universitas Indonesia jika ini dibiarkan, maka akan terbentuk pola pikir baru di tengah masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat akan mempertanyakan jika imbauan untuk tidak merokok, mengapa tidak ada tindakan untuk anak-anak yang terlibat dalam kegiatan yang sangat jelas disponsori oleh rokok.
"Mungkin si anak tidak merokok, tapi seperti balas jasa dia akan menganjurkan dan bercerita kepada paman, kakek, dan saudara-saudaranya 'ini loh rokoknya' begitu," jelasnya lengkap.
Hamid merasa bahwa pemerintah daerah harus tegas bukan merasa senang dengan adanya sponsor kegiatan pendidikan dan olahraga dari perusahaan rokok yang bertentangan dengan visi misi pencegahan bahaya rokok.
"Memang anak-anak sekarang tidak diberi tembakau, tapi membangun image terus menerus ini dalam jangka pendek akan menganggu perjuangan kami untuk mencegah bahaya asap rokok," ujar Kriminolog sekaligus Tim Ahli Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) ini.
Atas permasalahan tersebut, terdapat 10 organisasi yaitu Yayasan Lentera Anak, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sahabat Anak dan Perempuan, Jaringan Peduli Pengendalian Tembakau, Yayasan Pusaka Indonesia, Yayasan GAGAS - Mataram, Yayasan RUANDU - Padang sepakat menyampaikan laporan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak anak.
"Dalam hal ini Pemerintah (daerah & pusat) melalui Kemenpora perlu mengakomodasi kegiatan ini dengan menghindari adanya pelibatan pihak yang sebetulnya memanfaatkan situasi," ujar lelaki kelahiran Gorontalo dengan tegas.
"Seharusnya lembaga menghindari pihak yang akan melakukan hal-hal yang mengarah ke ekploitasi anak guna memarketkan produknya," kata Hamid.
Sebagai penutup, Hamid mengungkapkan bahwa bantuan yang diberikan dan dampak yang dihasilkan tidak seimbang. Selain itu, Ia merasa cara seperti ini sangat berbahaya terhadap pelemahan kepada negara untuk memastikan anak anak tumbuh dan berkembang sewajarnya.
Ikuti Terus Berita Olahraga Lainnya Hanya di FOOTBALL265.COM