Medali 2022 Dikangkangi Indonesia, Media China Soroti Runtuhnya Dominasi Bulutangkis Jepang
FOOTBALL265.COM – Media China, Aiyuke, soroti faktor anjloknya performa bulutangkis Jepang di BWF World Tour musim 2022 yang masih berada di bawah para rival, termasuk Indonesia.
Selama beberapa tahun terakhir, Jepang diketahui memang sanggup mendominasi beragam turnamen badminton, dari BWF World Tour hingga tingkat Olimpiade.
Sebut saja munculnya ganda putri Mizuki Fuji/Reika Kakiiwa yang mampu menyabet perak Olimpiade 2012, kemudian Nozomi Okuhara dengan perunggu Olimpiade 2016 lalu.
Lalu ada ganda putri Ayaka Takahashi/Misaki Matsutomo yang meraih emas Olimpiade 2016, serta dan Yuta Watanabe/Arisa Higashino dengan perunggu Olimpiade 2020.
Sayangnya, kekuatan bulutangkis Jepang sejak Olimpiade Tokyo 2020 dianggap merosot oleh media China, Aiyuke. Hal itu jika dilihat dari tabel klasemen sementara perolehan gelar BWF World Tour 2022.
Hingga turnamen badminton Hylo Open 2022 pada 1-6 November lalu, China menjadi yang teratas memuncaki klasemen sementara BWF World Tour musim ini dengan total 25 gelar juara Super100 sampai Super 1000.
Sementara peringkat kedua ditempati Indonesia dengan raihan 16 gelar juara, diikuti Jepang dengan raihan 13 gelar juara, dan India dengan 10 gelar juara.
Jepang sudah dipastikan tidak akan menambah perolehan gelarnya, mengingat turnamen pada musim ini tinggal menyisakan Australian Open 2022, di mana atlet Negeri Sakura tidak sanggup mengirimkan satu pun wakil di final.
Statistik ini sangat anjlok jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Melansir media China, Aiyuke, pada musim 2018-2021, Jepang sangat dominan menjadi yang teratas perolehan gelar BWF World Tour dengan raihan 46 juara.
Tahun 2018, banyak pula pebulutangkis Jepang yang menembus peringkat 10 besar BWF dari lima sektor yang tersebar, sehingga cukup mengancam negara-negara pesaing, termasuk China, Denmark, hingga Indonesia.
1. 3 Faktor Anjloknya Prestasi Bulutangkis Jepang
Pada tahun 2018, bulutangkis Jepang dengan perolehan 46 gelar juara, sangat telak meninggalkan China yang saat itu finish dengan 33 gelar BWF World Tour.
Sebaliknya, negara-negara pesaing seperti China dan Indonesia sedang mengalami situasi naik turun pada periode tersebut.
Namun di saat China dan Indonesia perlahan kembali menunjukkan kekuatannya pada ajang Olimpiade 2020 dengan perolehan medali emas bulutangkis, justru Jepang menunjukkan sebaliknya.
Jepang yang saat itu menjadi tuan rumah Olimpiade 2020, justru hanya bisa mengandalkan ganda campuran Yuta Watanabe/Arisa Higashino dengan perolehan perunggu.
Untuk itulah media Aiyuke membuat analisis tiga faktor yang mempengaruhi menurunnya performa para pebulutangkis Jepang.
Faktor pertama, media Aiyuke menyebut bahwa sistem pelatihan ganda Jepang yang kaku. Maksudnya, pemain bulutangkis Jepang mengandalkan pelatihan liga dan sekolah Pemuda Olahraga.
Jadi sebagian besar tim ganda telah menjadi pasangan sejak sekolah menengah. Apabila berganti partner, mereka pada dasarnya berasal harus berasal dari perusahaan yang sama. Artinyam pemain yang berbeda klub, sangat susah membentuk tim.
Faktor kedua, Asosiasi Bulutangkis Jepang (NBA) memilih talenta didasarkan pada performa, dan gaya permainan yang disebut ‘mudah ditebak.’
Faktor ketiga menurut media Aiyuke, penyebab merosotnya performa Kento Momota dan kawan-kawan belakangan ini lantaran Asosiasi Bulutangkis Jepang terbatas memiliki kebebasan kepada atlet yang juga terikat perusahaan.
Namun apapun itu, ini hanyalah sekadar asumsi. Karena bisa saja tahun depan, Jepang kembali menunjukkan dominasinya dalam BWF World Tour jelang Olimpiade 2024.
Sumber: Sohu