Petualangan Lutz Pfannenstiel, 'Orang Gila' yang Bermain di Enam Benua
Setelah Malaysia dan Inggris, Albania menjadi persinggahan berikutnya. Pfannenstiel beralasan jika gairah para penikmat sepak bola di sana membuat ia tertarik.
Alasannya itu terbukti benar.
Warga Albania, khususnya suporter, begitu mencintai segala hal mengenai sepak bola. Pria yang kini berusia 43 tahun itu menceritakan bagaimana fans akan menganggap para pemain di suatu klub sebagai pahlawan ketika menang, tapi sebaliknya ketika kalah, mereka berbalik menjadikan pemain sebagai public enemy.
"Setelah tim kami kalah, batu-batu berterbangan ke arah kami," kata Pfannenstiel.
"Tantangan sebenarnya adalah ketika Anda bermain sebagai tim tamu. Sepanjang pertandingan, suporter tuan rumah selalu berusaha menyalakan kembang api dan ditujukan ke saya. Awalnya saya sempat ketakutan, tapi lama kelamaan saya menjadi terbiasa (dengan tekanan-tekanan tersebut)!" sambungnya menceritakan pengalamannya di Albania.
Ternyata tidak hanya fans saja yang memiliki perilaku 'mengerikan'. Pfannenstiel menceritakan bahwa ia pernah ditodong senjata api oleh chairman langsung saat membicarakan kontrak.
"Masih di Albania, suatu hari saya menemui chairman untuk membicarakan kontrak baru. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengeluarkan senjata api ke mejanya," tukas Pfannenstiel lagi.
"Setelah menceritakan hal itu kepada rekan-rekan saya, mereka hanya tertawa kecil seraya menjelaskan bahwa memang banyak orang Albania yang membawa senjata, terutama saat bernegosiasi. Lagipula, tampaknya saat itu chairman mengeluarkan senjata hanya karena ketika ia duduk, senjata tersebut mengganjal (maaf) buah dzakarnya. Albania tidak semengerikan itu, percayalah!" tutup Pfannenstiel.