Mengenang Tergusurnya Stadion Lebak Bulus Lewat Buku 'Sanggraha'
Nugroho mengisahkan, kedekatan emosional dengan Stadion Lebak Bulus menjadi alasan terkuat. Sebab, Nugroho merupakan suporter yang lahir dan tumbuh di stadion bersejarah itu.
“Basic gue fotografer, jadi tertarik untuk membuat proyek gede, proyek panjang yang dipikirin dari dulu tentang stadion. Kebetulan Stadion Lebak Bulus punya ikatan emosional banget sama gue. Pertama kali gue nonton bola, ya di Stadion Lebak Bulus. Ada informasi kelas buku foto, dan itu seleksi. Sulit untuk menulis buku dengan tulisan hanya untuk stadion, pasti ketebalannya juga tidak banyak,” ucap Nugroho di sela-sela peluncuran buku ‘Sanggraha’ di Gueari Galeri, Pasar Santa, Jakarta Selatan, Sabtu (29/04/17) malam WIB.
“Buku ini dijual untuk umum dengan harga Rp190. Bisa membeli langsung ke gue atau Gueari Galeri. Kita juga tengah dalam penjajakan kerja sama dengan akun-akun Persija,” tambahnya.
Buku ‘Sanggraha’ diterbitkan oleh penerbit Gueari Galeri. Nugroho bercerita, proses membuat buku tersebut lumayan memakan waktu. Dari pengambilan foto hingga dituangkan dalam buku.
“Diterima oleh penerbit Gueari Galeri. Dari awal motret, pada 2014. Sekitar bulan Oktober 2014. Proses bikin bukunya setahun. Karena gue juga punya pekerjaan, dan tidak melulu fokus terhadap pekerjaan menulis buku. Banyak kendala waktu juga,” kata Nugroho.
“Foto sebagian besar disunting olehkurator. Kita menyajikan pesan-pesan dan curahan hati suporter sebelum Stadion Lebak Bulus dirobohkan. Bagaimana rasanya kehilangan stadion,” sambungnya.
‘Sanggraha’ merupakan buku pertama buah karya alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) jurusan Sastra Bahasa itu. Sebagai seorang suporter Persija dari kecil, Nugroho ingin memberikan kontribusi terhadap klub kebanggaannya tersebut.
“Ini pertama gue membuat buku. Senang dan lega bisa membuat buku fotografi ini, karena gue juga suporter. Walaupun gak banyak, gue punya sumbangsih untuk klub yang gue banggakan. Stadion Lebak Bulus sudah gak ada kan nih, gue pengen, orang-orang masih inget. Oh dulu di Depo MRT pernah ada stadion yang gayanya British banget. Jarang di Indonesia stadion yang memiliki tribun kotak dan tanpa trek lari. Lega rasanya,” imbuh Nugroho.
Pada awalnya, Nugroho menginginkan adanya kerja sama dengan elemen suporter dan tim Persija pada pembuatan bukuya. Namun, hal itu tidak jadi terealisasi akibat tak adanya jawaban atas tawarannya tersebut.
“Pembuatan buku ini tadinya ingin melibatkan elemen suporter dan tim Persija. Sempat coba ke organisasi the Jakmania, tapi karena responsnya terlalu lama akhirnya tidak jadi. Pengen juga ada testimoni Bambang Pamungkas yang besar di Stadion Lebak Bulus, namun gagal. Jadi, tidak ada kelibatan suporter dan tim Persija di buku ini,” tutur Nugroho.