Hari ini tanggal 11 Mei 2004, di sebuah pertandingan Liga Champions Asia, wakil Korea Selatan berhasil mempermalukan tim asal Indonesia, Persik Kediri. Saat itu, gawang Macan Putih dijamah 15 kali tanpa satu kalipun bisa dibalas.
Skor besar bukan hal yang tak biasa terjadi di awal-awal dimulainya kompetisi Liga Champions Asia. Beberapa laga memang sempat mencatat skor telak seperti saat Krung Thai Bank dibantai 1-9 oleh Kashima Antlers.
Changchun Yatai, jawara China, juga pernah mengalahkan salah satu tim Indonesia yang dianggap sebagai yang terbaik, Persipura Jayapura, dengan skor telak 9-0. Bermain di dinginnya suhu serta buruknya lapangan akibat cuaca ekstrim membuat Boaz Sallosa dan kawan-kawan kesulitan untuk berbuat banyak di laga tersebut.
Namun kekalahan terburuk yang dialami wakil Indonesia di arena Liga Champions Asia terjadi tahun 2004 silam. Persik Kediri yang datang ke Tancheon Sports Complex harus rela gawangnya diberondong 7 gol di babak pertama, dan sisanya di paruh kedua.
Parahnya, laga ini tercatat sebagai pertandingan dengan skor paling besar sepanjang sejarah Liga Champions Asia. Dua tahun berselang, Gamba Osaka memang sanggup melakukan hal serupa (menang 15-0) kepada Da Nang City, wakil dari Vietnam, tapi tetap saja kekalahan Persik Kediri, jawara Divisi Utama 2003 menjadi memori hitam perjalanan wakil Indonesia di level asia.
Banyak pihak yang menilai jika Persik main mata dengan lawan. Pasalnya, Seongnam memang membutuhkan kemenangan besar di laga tersebut. Ketika itu, hanya juara grup saja yang berhak melaju ke babak perempatfinal.
Wakil Jepang, Yokohama duduk di puncak klasemen Grup B dengan koleksi 12 poin, sedangkan Seongnam berada tepat dibawahnya dengan 9 poin. Selain itu, selisih golnya baru 6-3, sementara Yokohama memiliki agregat gol 15-2, sehingga Seongnam mau tak mau harus menang sangat besar sembari berharap Yokohama kalah di partai terakhir.
Kekalahan itu berbuntut panjang pada amarah Persikmania yang tergabung dalam Pengurus Yayasan Suporter Persik (YSP). Sekembalinya skuat Macan Putih dari Korea Selatan, YSP langsung meminta penjelasan dari manajemen tim.
Rudy Tribowo, ketua YSP ketika itu menyatakan kekalahan telak 0-15 dari lawan di pentas internasional sungguh tak bisa diterima. Ia mempertanyakan keputusan tim menurunkan Agus Susanto sebagai kiper, padahal ia adalah seorang gelandang.
"Bahkan saya sendiri sampai bingung menjawab ketika ratusan Persikmania menanyakan perihal kekalahan tersebut. Termasuk juga mengapa dalam pertandingan itu Agus Susanto yang selama ini menempati posisi sebagai gelandang dipaksa untuk dipasang sebagai kiper pada saat lawan Seongnam. Bukankah itu pertandingan sungguhan," ketus Rudy kepada Gatra.
Kekalahan tersebut memang tidak masuk akal sekalipun kekuatan Seongnam ketika itu berada satu level di atas Persik. Sebab, di pertemuan pertama saja, Persik hanya kalah 1-2, dan ketika berhadapan dengan Yokohama 'hanya' tumbang 0-4.
"Kami juga akan meminta penjelasan apa benar seperti itu, karena memang Seongnam butuh menang minimal 12 gol lawan Persik untuk bisa menempati posisi teratas Group G. Masak saat lawan Seongnam, Persik bisa sampai kemasukan 15 gol tanpa balas. Memangnya ini main badminton apa," tambahnya lagi kesal.
Penampilan terakhir Persik di Liga Champions Asia terjadi 10 tahun lalu, tepatnya tahun 2007. Masih dibela oleh Christian Gonzalez dan Ronald Fagundez serta menggunakan Stadion Manahan sebagai homebase, prestasi tim asal Jawa Timur itu lebih baik, yakni duduk di peringkat 3 klasemen Grup Em terpaut dua poin saja dari Sydney FC yang lolos sebagai runner-up.
Di tahun itu, Persik Kediri berhasil merapu 7 poin berkat dua kemenangan, satu imbang dan tiga kali kalah, mengalahkan raksasa China, Shanghai Shenhua yang terperosok di klasemen terbawah dengan koleksi 5 poin.