Bahkan Ajax Amsterdam Pernah Takluk di Stadion Teladan

Jumat, 12 Mei 2017 14:56 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra
© Kesemu Ramadhan/INDOSPORT
Tumsila, salah satu pilar legendaris PSMS Medan. Copyright: © Kesemu Ramadhan/INDOSPORT
Tumsila, salah satu pilar legendaris PSMS Medan.
Hikayat 'Sang Pembunuh' dari Mata 'Si Kepala Emas'

Sepenggal kisah kekejaman PSMS bukanlah dongeng dalam tribun. Tak hanya klub lokal, bahkan beberapa klub besar eropa menjadi korban taji si Ayam Kinantan julukan lain PSMS.

Tentu saja, siapapun yang mendengar nama PSMS saat itu akan gentar akan keangkerannya. Kisah inilah yang coba dirunut dan dijabarkan sang eksekutor bernama Tumsila.

Berposisi sebagai penyerang, kehadirannya selalu menjadi momok bagi lawan. Bahkan, gol-gol indahnya yang sering tercipta lewat kepala membuat dirinya mendapat julukan 'Si Kepala Emas'.

Bagaimanakah riwayat Stadion Teladan yang terkesan angker dan sejalan dengan masa kejayaan emas PSMS, Tumsila coba mengisahkannya kepada INDOSPORT saat ditemui di Mess Kebun Bunga Medan, Selasa (09/05/17).

© Kesemu Ramadhan/INDOSPORT
PSMS Medan. Copyright: Kesemu Ramadhan/INDOSPORTTumsila saat masih aktif membela PSMS Medan.

Pemain era 1967 ini bertutur bahwa PSMS sejak era 1950 telah mengawali fase kebangkitan. Beberapa klub Eropa yang bertandang dalam laga persahabatan selalu menjadi korban kekejaman mereka hingga akhirnya sematan The Killer menjadi julukan PSMS kala itu.

"Cukup disegani di era 50-an tapi sayangnya untuk kejuaraan yang digelar PSSI dari PSMS terbentuk 1950 hingga 1964 dalam keikutsertaannya mereka belum merasakan juara," sebut Tumsila.

Namun, Tumsila mengisahkan bahwa di era tersebut setidaknya dua kali PSMS lolos ke final Piala Perserikatan. Ketika itu skuatnya diperkuat dua bersaudara Ramli dan Ramlan Yatim serta Yusuf Siregar.

Sayang kejayaannya cepat terbenam. Pada 1964 PSMS menerima kenyataan pahit menjadi juru kunci.

Hingga akhirnya, kejuaran terhenti pada tahun 1965 akibat gejolak politik di tahun tersebut. Dua tahun kemudian nama PSMS kembali harum.

© Instagram @tentangpsms
Final Piala Perserikatan 1985 Copyright: Instagram @tentangpsmsFinal Piala Perserikatan 1967.

Aroma kemenangan kembali menyengat.  Gelar nasional dan internasional pun direbut  secara beruntun.

Itu tak lama setelah Tumsila, Roni Pasla, Sarman Pangabean, dan Rudi Siregar bergabung bersama tim PSMS senior setelah sebelumnya mereka berhasil membawa PSMS junior menjuarai Piala Soeratin.

"Usai membawa PSMS junior juara Piala Soeratin, pada tahun yang sama kami berempat dipercaya gabung bersama tim senior.  Saat itu kami langsung menjuarai Piala Perserikatan," kenangnya.

"Tak cuma itu saja, PSMS yang saat itu mewakili PSSI juga merebut juara di Pakistan Timur dalam event Agha Khan Gold Cup (Daka) 1967. Di final kita menghadapi klub Muhammadan dari Pakistan dan berhasil menang dengan skor 2-0," sambung Tumsila yang mengaku menjadi penyumbang dua gol dalam laga final tersebut.

PSMS pun menjelma menjadi tim yang sulit terkalahkan. Tiga edisi Piala Perserikatan  direbut secara berurutan. Alhasil Piala PSSI yang digelar dua tahunan itu abadi menjadi milik PSMS pada periode tahun 1967,1969, dan 1971.

1.9K